PENDAHULUAN
Satuan
dasar informasi adalah
Data yang dikirim dan diterima melalui saluran-saluran komunikasi dalam sistem
komunikasi data tersusun dari bit-bit digital. Dalam era informasi, sistem
komunikasi data adalah sarana penunjang utama untuk sistem distribusi
informasi, sebagaimana sistem transportasi merupakan sarana penunjang utama
dalam sistem distribusi produk industri dalam era industri dan era pertanian
sebelumnya.
Makalah
ini berupaya mendiskusikan bagaimana kiranya hubungan semua ini, khususnya
sistem pendidikan dan sistem komunikasi data, dalam era terbentuknya masyarakat
informasi pada masa mendatang.
SISTEM PENDIDIKAN
Titik
sentral semua sistem pendidikan, baik pendidikan formal, informal mau pun
non-formal, adalah hubungan manusiawi
yang terbentuk antara pendidik dan peserta-didik. Hubungan ini secara
teknis bisa saja direduksi menjadi “proses belajar-mengajar”, tapi jelas proses
belajar-mengajar saja tidak dapat mencerminkan keseluruhan sistem pendidikan.
Proses yang terjadi dalam sistem pendidikan juga tidak dapat direduksi menjadi
sekedar suatu proses transfer pengetahuan atau ketrampilan saja. Lebih-lebih
lagi, sistem pendidikan jelas tidak mungkin dipandang secara sederhana sebagai
sekedar proses distribusi informasi belaka. Tapi proses belajar mengajar,
transfer pengetahuan dan ketrampilan serta proses distribusi informasi adalah
beberapa elemen kunci dalam sistem pendidikan. Tujuan bersama (common goal)
semua proses dalam sistem pendidikan adalah perkembangan peradaban manusia di
muka bumi dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Perkembangan peradaban
pun, tidak dapat disempitkan menjadi sekedar “pewarisan nilai-nilai”, melainkan
lebih dari itu, adalah segenap upaya dan budidaya manusia agar dapat
mempertahankan fungsi utama keberadaannya di muka bumi, yaitu membangun
pengabdian yang menyeluruh kepada Sang Maha Pencipta sebagaimana telah
ditetapkanNya.
Dengan
begitu kualitas sistem pendidikan sangat tergantung pada “empati” yang
terbentuk dalam hubungan antara para pendidik dengan peserta-didiknya
masing-masing. Tanpa terbentuknya “empati” ini, proses apa pun dalam sistem
pendidikan sebagaimana yang antara lain disebutkan di atas, akan kering dari
makna sesungguhnya, tinggal menjadi kerangka-kerangka teknis belaka. Tidak
heran jika kualitas produk sistem pendidikan yang terbaik justru diperoleh
melalui proses-proses “tradisional” dalam sistem pendidikan, seperti metode
belajar-mengajar "talk and chalk" di perguruan-perguruan
tinggi terkemuka di dunia serta hubungan kiyai-santri di pesantren-pesantren
tradisional di tanah-air. Universitas Islam Antar-Bangsa (Islamic
International University) di Malaysia yang sangat modern, justru menerapkan
sistem “usrah” (dengan profesor duduk melingkar bersama dengan para
asisten dan mahasiswa-nya) dalam kuliah-kuliah di Fakultas Teknik sekali pun.
Para
pakar pendidikan boleh bersepakat bahwa penggunaan teknologi non-konvensional
untuk menjalankan proses-proses dalam sistem pendidikan tidak akan meningkatkan
kualitas pendidikan. Tetapi – tentu saja – bukan berarti introduksi teknologi
non-konvensional itu tidak ada gunanya sama-sekali. Walau pun tidak
meningkatkan kualitas secara signifikan, penggunaan teknologi kependidikan
jelas dapat meningkatkan kuantitas sistem pendidikan (yang berarti meluasnya
peluang dan kesempatan bagi peserta-didik) tanpa terlalu banyak mengurangi
kualitasnya.
Tanpa
campur-tangan teknologi non-konvensional, peningkatan kuantitatif dari
proses-proses dalam sistem pendidikan - yang berarti terbukanya kesempatan dan
peluang bagi lebih banyak peserta-didik serta lebih meluasnya materi pendidikan
- dengan sendirinya mengandung konsekuensi logis menurunnya kualitas
(degradasi) sistem pendidikan secara drastis.
Harapan pada aplikasi teknologi non-konvensional dalam berbagai proses
pendidikan hanya terletak pada minimisasi terjadinya degradasi ini saja. Dengan
perkataan lain, teknologi non-konvensional diberdayakan dan dimanfaatkan untuk
pengembangan sistem pendidikan, hanya untuk menolong agar kualitas sistem
pendidikan tidak menurun sedrastis dibandingkan ketika dilakukan upaya peningkatan
kuantitatif tanpa introduksi teknologi non-konvensional.
SISTEM KOMUNIKASI DATA
Kendala
utama dari perluasan kuantitatif sistem pendidikan adalah terbatasnya ruang dan
waktu. Pendidik yang memenuhi standar serta sesuai dengan kebutuhan tidak
selalu berada dalam satu dimensi ruang dan waktu dengan peserta-didik yang
memerlukan kehadirannya. Dengan demikian, kesempatan peserta-didik untuk
memperoleh pendidikan yang berkualitas tinggi secara langsung melalui
proses-proses pendidikan yang konvensional (“talk and chalk”,
santri-kiyai, usrah) dari pendidik yang sesuai pun terbatas dan langka
sekali. Inovasi teknologi komunikasi data dapat diberdayakan untuk menembus
kendala ruang dan waktu ini. Materi pendidikan yang dipilah-pilah menjadi
paket-paket informasi dapat dikirim dan ditansfer kesana-kemari melintasi ruang
melalui sistem komunikasi data bit demi bit tanpa kesulitan. Dengan sistem
pemberkasan (filing-systems) data elektronik, materi-materi pendidikan
yang bermutu dapat pula disimpan dan diakses sewaktu-waktu diperlukan,
melintasi dimensi waktu.
Teknologi
Internet yang berintikan sistem komunikasi data paket, telah membuka
kemungkinan yang hampir tak terbayangkan sebelumnya tentang “globalisasi”
sistem informasi. Dunia menjadi satu tanpa batas, rentang waktu menjadi tak
berarti, kemarin dan esok, hari ini, sama saja. Ratusan juta terminal data
telah terhubung satu sama lain – baik secara permanen mau pun temporer - di
seluruh penjuru dunia dengan kapasitas total trilyunan bit informasi yang
sewaktu-waktu dapat di-transfer dan di-akses ke sana ke mari. Pada kurun waktu
di masa depan yang tak akan terlalu lama lagi, kita akan menyaksikan
konvergensi media, semua berbasis komunikasi data. TV, Radio, suratkabar,
telepon, telegraf, facsimile, semua akan menyatu dengan sistem perbankan, travel-bureau,
supermarket, penerbitan, pusat-pusat perbelanjaan, seluruhnya menjadi “on-line”
dengan sistem komunikasi data. Lantas bagaimana dengan sistem pendidikan?
Universitas, perpustakaan, kursus-kursus ketrampilan, sekolah, sekarang ini pun
sudah bisa “on-line”, berkat sistem komunikasi data. Secara teoritis
berarti kendala ruang dan waktu sudah teratasi, kapasitas sistem pendidikan
menjadi tak terbatas, kuantitas dapat ditingkatkan semaksimum mungkin.
Peningkatan kuantitas yang maksimum ini jelas tidak akan serta-merta diikuti
oleh peningkatan kualitas, bahkan untuk mempertahankannya saja sudah akan sulit
sekali.
Haruslah
disadari sepenuhnya bahwa pemberdayaan sistem komunikasi data untuk
pengembangan sistem pendidikan hanya akan meningkatkan kuantitas dan kapasitas
sistem pendidikan dengan seminimal mungkin mencegah degradasi mutunya, tetapi
sekali-sekali tidak akan pernah dapat meningkatkan kualitas sistem pendidikan
itu sendiri. Sebuah universitas “on-line” dapat saja dibangun dengan
menerapkan secara intensif sistem komunikasi data yang canggih, tapi yang akan
dihasilkan hanyalah suatu “virtual university” atau universitas semu di
dunia maya, sama sekali bukan universitas yang sesungguhnya. Tapi di lain
fihak, menanggapi keberadaan universitas semu ini dengan sikap negatif saja
juga tidak akan menyelesaikan masalah. Bagaimana pun, pemanfaatan sistem
komunikasi data untuk mengembangkan suatu sistem pendidikan jelas akan
meningkatkan kapasitas serta memperluas peluang anak-didik untuk memperoleh
materi yang lebih banyak dan mendapatkan
akses ke pusat-pusat informasi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya akan
terakses karena keterbatasan ruang dan waktu, walau pun semua ini tetap tidak
akan pernah menjadi alternatif pengganti dari sistem pendidikan konvensional.
Analogi-nya, walau pun dengan sistem komunikasi data dimungkinkan untuk membaca
suratkabar secara “on-line” dengan komputer melalui Internet, tidaklah
serta-merta orang akan berhenti berlangganan suratkabar dan ganti berlangganan
ISP (Internet Service Provider) saja, sebab membaca suratkabar “on-line”
tetap saja berbeda dengan membaca suratkabar yang “real” sambil minum
kopi menunggu terhidangnya sarapan pagi di meja makan.
Dengan
sistem komunikasi data melalui Internet kita dapat meng-akses
perguruan-perguruan tinggi kelas dunia lalu menikmati sajian materi-materi
kuliah dari profesor-profesor terkemuka di bidangnya. Harus difahami dengan
jelas bahwa menikmati sajian para profesor ini melalui sistem komunikasi data
tetap saja berbeda dengan duduk sendiri “in person” di kelas sang
profesor dan memperhatikannya bermain dengan “talk and chalk”-nya.
sambil ber-“chit-chat” tentang materi kuliah yang dibawakannya. “Real
education” tetap memerlukan interaksi langsung antara pendidik dan
peserta-didik dalam ruang dan waktu yang sama. Tapi masalahnya, berapa banyak
peserta-didik mendapatkan peluang untuk suatu kemewahan ber-“chit-chat”
langsung dengan pendidiknya, serta berapa banyakkah materi yang dapat dibahas
dalam pertemuan yang begitu singkat? Sistem komunikasi data memungkinkan
berkembang lebih luasnya kesempatan dan peluang bagi peserta-didik yang lebih banyak untuk sekedar
ikut mencicipi berbagai “kemewahan” sistem pendidikan, walau pun tetap tidak
pernah akan memberi kesempatan pada peserta-didik ini untuk merasakan “the
real education”-nya. Ibaratnya, bisa saja dibuat daging kepiting tiruan (artificial
crab) yang murah-meriah sehingga bisa lebih banyak orang yang dapat
merasakan enaknya daging kepiting, tapi merasakan daging kepiting yang aslinya
tentu hanya menjadi kehormatan bagi sebagian kecil orang saja.
Pemberdayaan
penggunaan sistem komunikasi data untuk sistem pendidikan sama sekali tidak
dapat dimaksudkan sebagai alternatif pengganti dari sistem pendidikan yang ada,
melainkan hanya bersifat suplementer (tambahan) dan komplementer pelengkap)
kepada sistem pendidikan yang ada, yang telah dibangun selama berabad-abad
dengan akar tradisi dan metode yang telah baku, sesuai dengan harkat, martabat
dan fithrah manusia sendiri.
Singkatnya,
sistem komunikasi data berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai sarana
penunjang sistem pendidikan, khususnya untuk meningkatkan kapasitas pelayanan
pendidikan, untuk memperbesar peluang akses ke berbagai pusat informasi pendidikan
dan memperbesar peluang anak-didik untuk mengatasi kendala keterbatasan ruang
dan waktu dalam berinteraksi dengan para pendidik, tapi ini semua hanyalah
meningkatkan kuantitas sistem pendidikan, dan sama sekali tidak meningkatkan
kualitasnya.
PENUTUP
Era
informasi global yang kita akan segera hadapi menjanjikan berbagai kecanggihan
yang menakjubkan dalam penerapan teknologi komunikasi data. Banyak hal yang
beberapa tahun lalu hanya berupa khayalan akan segera menjadi kenyataan.
Berbagai inovasi dalam bidang sistem informasi ini akan sangat bermanfaat jika
diterapkan sebagai sarana penunjang sistem pendidikan, terutama untuk
meningkatkan secara kuantitatif kapasitas proses pendidikan dalam mengatasi
berbagai kendala akibat keterbatasan ruang dan waktu. Tapi kualitas sistem
pendidikan hanya dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kualitas interaksi
langsung antara pendidik dan anak-didik. Sistem komunikasi data yang bagaimana
pun canggihnya hanya akan mengurangi seminimal mungkin degradasi kualitas sistem
pendidikan ketika ditingkatkan secara kuantitatif.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Nasution,
Zulkarimein, [1989], “Teknologi Komunikasi Dalam Perspektif”,
Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.
2. Rogers, Everett
M., [terj. Zulkarnaina Mohd. Mess], [1991], “Teknologi Komunikasi”,
Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur.
3. Rogers,
Everett M., [1986], “Communication
Technology”, The Free Press, Collier Macmillan Publ., London.
4. Schweber,
William, [1996], “Electronic Communication Systems”, Prentice
Hall Inc., Englewood Cliffs, NJ.
BIODATA
Rhiza S. Sadjad, lahir di
Bogor tahun 1957, menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Bogor,
kemudian melanjutkan ke ITB Bandung pada
tahun 1975. Menyelesaikan program pendidikan S-1 di ITB dan meraih gelar Ir.
(Sarjana Teknik) di Jurusan Teknik Elektro tahun 1981. Sampai tahun 1983
mengajar di Fakultas Teknik Elektro Universitas Kristen Satya Wacana di
Salatiga, sebelum pindah ke Makassar dan mengajar di Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin sampai sekarang. Pada tahun 1987 melanjutkan studi ke Amerika
Serikat, menyelesaikan program pendidikan S-2 dan S-3 dengan meraih gelar
M.S.E.E (1989) dan Ph.D. (1994) dalam
bidang keahlian Automatic Control Systems dari University of Wisconsin-Madison.
Saat ini, selain mengajar di Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik dan FISIPOL
Universitas Hasanuddin serta berbagai perguruan tinggi swasta di Makassar, juga
menjabat sebagai Koordinator Proyek TPSDP Program Studi Teknik Elektro UNHAS
dan Ketua Divisi Informasi dan Komputer di Pusat Kegiatan Penelitian UNHAS.
loading...
0 Response to "KUMPULAN ARTIKEL MENARIK TENTANG PENDIDIKAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI"
Post a Comment