https://ylx-4.com/fullpage.php?section=General&pub=234891&ga=a

CONTOH MAKALAH BAHASA INDONESIA IDENTIFIKASI MASALAH YANG DIHADAPI GURU



IDENTIFIKASI MASALAH YANG DIHADAPI GURU DALAM
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH



Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan menfasilitasi guru untuk dapat mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan. Merujuk dari aturan tersebut diatas yaitu PP Nomor 19 Tahun 2005 dan khususnya lagi Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru pasal 1 ayat 1 bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Salah satu kompetensi yang wajib dipenuhi guru adalah standar professional.
Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran adalah salah satu poin kompetensi professional yang harus dimiliki oleh guru. Seorang guru yang baik harus  mampu melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, mampu memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu dan mampu melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.
Guru dalam melaksanakan pengembangan keprofesian bekelanjutan harus mampu melakukan publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal. Karya tulis  terdiri atas laporan hasil penelitian, makalah ilmiah, tulisan ilmiah popular, artikel ilmiah dalam bidang pendidikan, buku teks pelajaran, buku teks pengayaan, buku teks pedoman, modul/diktat pembelajaran, buku dalam bidang pendidikan, dan karya terjemahan guru.
Pengembangan keprofesian berkelanjutan di atas dan pelaksanaan tindakan reflektif dalam salah satu kompetensi professional guru harus dapat ditingkatkan, namun dalam implementasinya, guru menghadapi berbagai masalah dalam menulis karya tulis ilmiah. Masalah itu adalah sebagai berikut:

1)    Lemahnya motivasi guru dalam menulis
Lemahnya motivasi guru dalam menulis perlu segera dicari apa penyebabnya sehingga mutu pendidikan dapat meningkat. Lemahnya motivasi guru dalam menulis dapat dilihat pada beberapa indikator sebagai berikut:
a.    lemahnya kemampuan guru dalam menulis bahan ajar.
Lemahnya kemampuan guru dalam menulis bahan ajar dapat disebabkan karena memang masih belum mantapnya kualitas guru itu sendiri, kurangnya pelatihan workshop/training yang berorientasi pada tujuan agar setelah workshop/training tersebut, guru memiliki bekal kemampuan untuk menulis bahan ajar.
Kualitas guru sebenarnya lambat laun semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah pusat dengan program penyetaraan tingkat pendidikan atau peningkatan kualifikasi guru dimana guru-guru yang masih D1/D3 diberikan program bantuan untuk meningkatkan kualifikasinya dengan mengambil program D4/S1. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah daerah untuk memberikan izin kepada guru-guru yang ingin melanjutkan pendidikan sehingga sekarang ini sudah banyak guru yang berkualifikasi S2 bahkan ada beberapa guru yang sedang mengikuti program S3. Namun perlu disadari bahwa seiring dengan meningkatnya kualifikasi pendidikan tidak berarti bahwa kemampuan guru dalam menulis juga meningkat. Menulis adalah suatu kompetensi yang erat kaitannya dengan 4 kompetensi lainnya dalam berbahasa. Keterampilan berbahasa ada 4 macam yaitu: keterampilan menyimak, bicara, membaca dan menulis. Guru di Indonesia belum mampu menggunakan keempat kompetensi ini dalam kehidupan sehari-hari. Guru di Indonesia hanya menggunakan kompetensi menyimak, membaca dan berbicara, itupun hanya dalam kapasitas menjelaskan dan bercerita. Sementara guru masih sangat awam dengan kompetensi menulis. Pelatihan/workshop guru dalam bidang penulisan masih kurang.

b.    Lemahnya kemampuan guru dalam melakukan administrasi pendidikan
Administrasi pendidikan yang dilakukan oleh guru berkaitan dengan kapasitas guru sebagai pendidik yang harus menulis dan melaporkan kegiatan belajar-mengajar murid. Masih banyak guru yang belum mampu membuat silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, menulis lesson plan. Selain itu, guru juga lemah membuat administrasi pendidikan lainnya seperti menulis perkembangan siswa  dalam belajar.

c.    Lemahnya guru dalam menulis karya tulis imiah atau artikel-artikel lainnya.
Kita jarang menemukan tulisan-tulisan guru yang dimuat di jurnal-jurnal ilmiah.

2)    Kurangnya membaca
Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang jarang mampu merangsang murid agar menulis dan membaca. Menulis mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan kemampuan membaca karena membaca adalah gerbang untuk mendapatkan informasi sedangkan informasi adalah sumber untuk menuangkan dalam bentuk tulisan.
Bila kita membaca hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assessment) akan membuat kita tercengang. Arif Tiro 2009 menulis bahwa prestasi literasi membaca siswa Indonesia pada ketiga PISA (2000, 2003, 2006) secara signifikan berada di bawah rerata internasional dan peringkat 10 negara terendah. Dengan demikian, perlu perhatian khusus terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi literasi tersebut, terutama untuk sekolah swasta di desa dan kota kecil. Di samping itu, dua hal yang juga perlu mendapat perhatian, yaitu (1) terjemahan makna, struktur kalimat, latar bacaan yang sesuai, dan format pertanyaan dalam soal PISA dan (2) penguasaan anak didik terhadap strategi membaca, keterampilan membaca, dan pengetahuan bahasa, serta latihan dengan berbagai bentuk dan konteks soal yang memerlukan latihan berpikir lateral, interpretatif, kritis, dan aplikatif. Penekanan yang perlu diberikan adalah anak belajar untuk membaca (learning to read) dan membaca untuk belajar (reading to learn) sebagai wacana membuat siswa sebagai pebelajar mandiri.
Keterampilan membaca kebanyakan orang Indonesia sangat rendah termasuk di dalamnya anak didik kita. Hal ini dilihat dari hasil The Mainstreaming Good Practices in Basic Education (MGP-BE):
·         Kepada anak SD/MI kelas awal dilakukan dua kali tes membaca, skor rerata kemampuan membaca (tes 1: 56,4% dan tes 2: 19,9%)
·         Anak SD/MI kelas tinggi diberikan tes kemampuan membaca bahasa Indonesia dan tes menulis dalam bahasa Indonesia. Skor rerata kemampuan membaca bahasa Indonesia 35,7% sedangkan skor menulis dalam bahasa Indonesia 38,9%.
·         Anak SMP/MTs, tes kemampuan membaca bahasa Indonesia dan tes menulis dalam bahasa Indonesia. Skor rerata kemampuan membaca bahasa Indonesia 58,7% dan skor menulis dalam bahasa Indonesia 46,5%
Keterampilan membaca dan menulis anak didik kita memprihatinkan. Lebih-lebih terjadi pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang notabene sebagai bahasa Negara dan bahasa persatuan.
Terjadi pada tingkat membaca yang paling rendah, yaitu membaca untuk memahami  dan memahami isi bacaan.

3)    Tidak adanya budaya menulis di sekolah
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah, guru kurang memberikan aktivitas siswa untuk menulis. Kegiatan menulis hanya difokuskan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia saja, padahal mata pelajaran lain juga seyogyanya membiasakan menulis kepada murid. Dengan adanya budaya menulis sebagai produk pembelajaran, diharapkan juga guru dapat meningkatkan kemampuannya untuk menulis.

4)    Kemampuan berbahasa guru kurang.
Suriasumantri (1985) mengatakan bahwa keunikan manusia bukan terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Kadang-kadang penulis menjadi terhambat menulis karena mengalami kerancuan dalam berbahasa. Hal ini biasanya terjadi karena tidak begitu mementingkan aspek bahasanya padahal aspek bahasalah juga yang menuntun kita dapat berpikir secara sistematis.

5)    Tidak sistematis dalam berpikir
Hal ini menyebabkan apa yang ditulis terkadang tidak nyambung antara permasalahan, pemecahan dan penarikan kesimpulan

Bebepara program pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menulis. Untuk mengatasi lemahnya motivasi guru dalam menulis, pemerintah perlu mengoptimalisasi program-program yang memperkuat  motivasi guru dalam menulis termasuk membuat jurnal ilmiah untuk guru, mengaktifkan forum-forum ilmiah guru dengan tujuan kegiatan-kegiatan ini dapat memotivasi guru dalam menulis. Selain forum ilmiah guru, perlu juga digalakkan forum ilmiah bagi murid. Dengan cara itu, guru dapat lebih mengembangkan dirinya dalam menulis karena berfungsi sebagai pembimbing. Adanya program sertifikasi guru dan program kualifikasi guru diharapkan dapat menjadi penyemangat bagi guru untuk menumbuhkan tradisi menulis dan melahirkan budaya riset.
Selain program-program pemerintah di atas, diharapkan juga peran media seperti majalah dan surat kabar  dapat memfasilitasi guru dalam menulis dengan menyediakan ruang bagi guru untuk menulis artikel mengenai permasalahan pendidikan karena semakin besar ekspose media terhadap bidang pendidikan juga akan meningkatkan mutu pendidikan.
Apapun program dan kegiatan yang dilaksanakan baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga lainnya, tetapi yang paling penting adalah motivasi itu mestinya juga lahir dari diri guru-guru yang bersangkutan. Dengan motivasi yang kuat dari dalam diri para guru akan melahirkan semangat untuk mulai belajar menulis dan menghasilkan karya yang berguna. Mengapa guru perlu memotivasi diri sendiri untuk menulis karena: (1) guru adalah penggali dan penerus ilmu pengetahuan kepada murid-murid; (2) karya guru sebenarnya akan menjadi lebih baik dan bermanfaat karena permasalahan yang ditulis dialami sendiri oleh guru sehingga guru tahu persis penyebabnya/pengaruhnya, sekaligus juga dapat memecahkan masalahnya; (3) menulis merupakan sarana melatih untuk berpikir logis dan sistematis sehingga kemampuan tersebut dapat juga menjadi dasar dalam proses belajar mengajar dan berdiskusi; dan (4) guru dapat menjadi pembimbing murid-murid dalam penulisan karya tulis ilmiah.

REFERENSI
Akib, Zainal. 2003. Karya Tulis Ilmiah bagi Pengembangan Profesi Guru. Bandung: CV. Irama Widya
Arif Tiro, Arifuddin Hamrah, Sukarna. 2009. Analysis of the Determinants of Learning Outcomes Using Data from the Programme for International Student Assessment (PISA). Executive Summary.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Buku 3 Pedoman Penyusunan Portofolio. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Kementerian Pendidikan Nasional.
Jacob, A. Meningkatkan Peran Serta Guru dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
LPMP Sulawesi Selatan. 2009. Profil Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Makassar: LPMP Sulawesi Selatan.
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Sartono. 2010. Kemampuan Guru Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Kompas. 18 Juni 2010.
Suriasumantri, Jujun.S. 1985. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Sembiring, Darwis.  2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis dan Kualitas Karya Tulis Ilmiah Guru.
loading...

0 Response to "CONTOH MAKALAH BAHASA INDONESIA IDENTIFIKASI MASALAH YANG DIHADAPI GURU"

Post a Comment