IDENTIFIKASI MASALAH YANG DIHADAPI
GURU DALAM
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
Pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang
Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan menfasilitasi guru untuk
dapat mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan. Merujuk dari aturan
tersebut diatas yaitu PP Nomor 19 Tahun 2005 dan khususnya lagi Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
pasal 1 ayat 1 bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik
dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Salah satu kompetensi yang
wajib dipenuhi guru adalah standar professional.
Melakukan
tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran adalah salah satu
poin kompetensi professional yang harus dimiliki oleh guru. Seorang guru yang
baik harus mampu melakukan refleksi
terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, mampu memanfaatkan hasil
refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran
yang diampu dan mampu melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.
Guru
dalam melaksanakan pengembangan keprofesian bekelanjutan harus mampu melakukan
publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan
formal. Karya tulis terdiri atas laporan
hasil penelitian, makalah ilmiah, tulisan ilmiah popular, artikel ilmiah dalam
bidang pendidikan, buku teks pelajaran, buku teks pengayaan, buku teks pedoman,
modul/diktat pembelajaran, buku dalam bidang pendidikan, dan karya terjemahan
guru.
Pengembangan
keprofesian berkelanjutan di atas dan pelaksanaan tindakan reflektif dalam
salah satu kompetensi professional guru harus dapat ditingkatkan, namun dalam
implementasinya, guru menghadapi berbagai masalah dalam menulis karya tulis
ilmiah. Masalah itu adalah sebagai berikut:
1)
Lemahnya
motivasi guru dalam menulis
Lemahnya
motivasi guru dalam menulis perlu segera dicari apa penyebabnya sehingga mutu
pendidikan dapat meningkat. Lemahnya motivasi guru dalam menulis dapat dilihat
pada beberapa indikator sebagai berikut:
a.
lemahnya
kemampuan guru dalam menulis bahan ajar.
Lemahnya
kemampuan guru dalam menulis bahan ajar dapat disebabkan karena memang masih
belum mantapnya kualitas guru itu sendiri, kurangnya pelatihan workshop/training yang berorientasi pada
tujuan agar setelah workshop/training tersebut,
guru memiliki bekal kemampuan untuk menulis bahan ajar.
Kualitas
guru sebenarnya lambat laun semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah
pusat dengan program penyetaraan tingkat pendidikan atau peningkatan
kualifikasi guru dimana guru-guru yang masih D1/D3 diberikan program bantuan
untuk meningkatkan kualifikasinya dengan mengambil program D4/S1. Selain itu,
adanya kebijakan pemerintah daerah untuk memberikan izin kepada guru-guru yang
ingin melanjutkan pendidikan sehingga sekarang ini sudah banyak guru yang
berkualifikasi S2 bahkan ada beberapa guru yang sedang mengikuti program S3.
Namun perlu disadari bahwa seiring dengan meningkatnya kualifikasi pendidikan
tidak berarti bahwa kemampuan guru dalam menulis juga meningkat. Menulis adalah
suatu kompetensi yang erat kaitannya dengan 4 kompetensi lainnya dalam
berbahasa. Keterampilan berbahasa ada 4 macam yaitu: keterampilan menyimak,
bicara, membaca dan menulis. Guru di Indonesia belum mampu menggunakan keempat
kompetensi ini dalam kehidupan sehari-hari. Guru di Indonesia hanya menggunakan
kompetensi menyimak, membaca dan berbicara, itupun hanya dalam kapasitas
menjelaskan dan bercerita. Sementara guru masih sangat awam dengan kompetensi
menulis. Pelatihan/workshop guru
dalam bidang penulisan masih kurang.
b.
Lemahnya
kemampuan guru dalam melakukan administrasi pendidikan
Administrasi
pendidikan yang dilakukan oleh guru berkaitan dengan kapasitas guru sebagai
pendidik yang harus menulis dan melaporkan kegiatan belajar-mengajar murid.
Masih banyak guru yang belum mampu membuat silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, menulis lesson plan. Selain
itu, guru juga lemah membuat administrasi pendidikan lainnya seperti menulis
perkembangan siswa dalam belajar.
c.
Lemahnya
guru dalam menulis karya tulis imiah atau artikel-artikel lainnya.
Kita
jarang menemukan tulisan-tulisan guru yang dimuat di jurnal-jurnal ilmiah.
2)
Kurangnya
membaca
Hal ini dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang jarang mampu merangsang murid agar menulis dan membaca.
Menulis mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan kemampuan membaca karena
membaca adalah gerbang untuk mendapatkan informasi sedangkan informasi adalah
sumber untuk menuangkan dalam bentuk tulisan.
Bila kita membaca hasil penelitian
PISA (Programme for International Student Assessment) akan membuat kita
tercengang. Arif Tiro 2009 menulis bahwa prestasi literasi membaca siswa
Indonesia pada ketiga PISA (2000, 2003, 2006) secara signifikan berada di bawah
rerata internasional dan peringkat 10 negara terendah. Dengan demikian, perlu
perhatian khusus terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi literasi tersebut,
terutama untuk sekolah swasta di desa dan kota kecil. Di samping itu, dua hal
yang juga perlu mendapat perhatian, yaitu (1) terjemahan makna, struktur
kalimat, latar bacaan yang sesuai, dan format pertanyaan dalam soal PISA dan
(2) penguasaan anak didik terhadap strategi membaca, keterampilan membaca, dan
pengetahuan bahasa, serta latihan dengan berbagai bentuk dan konteks soal yang
memerlukan latihan berpikir lateral, interpretatif, kritis, dan aplikatif.
Penekanan yang perlu diberikan adalah anak belajar untuk membaca (learning
to read) dan membaca untuk belajar (reading to learn) sebagai wacana
membuat siswa sebagai pebelajar mandiri.
Keterampilan membaca kebanyakan orang
Indonesia sangat rendah termasuk di dalamnya anak didik kita. Hal ini dilihat
dari hasil The Mainstreaming Good
Practices in Basic Education (MGP-BE):
·
Kepada
anak SD/MI kelas awal dilakukan dua kali tes membaca, skor rerata kemampuan
membaca (tes 1: 56,4% dan tes 2: 19,9%)
·
Anak
SD/MI kelas tinggi diberikan tes kemampuan membaca bahasa Indonesia dan tes
menulis dalam bahasa Indonesia. Skor rerata kemampuan membaca bahasa Indonesia
35,7% sedangkan skor menulis dalam bahasa Indonesia 38,9%.
·
Anak
SMP/MTs, tes kemampuan membaca bahasa Indonesia dan tes menulis dalam bahasa
Indonesia. Skor rerata kemampuan membaca bahasa Indonesia 58,7% dan skor
menulis dalam bahasa Indonesia 46,5%
Keterampilan
membaca dan menulis anak didik kita memprihatinkan. Lebih-lebih terjadi pada
mata pelajaran bahasa Indonesia yang notabene sebagai bahasa Negara dan bahasa
persatuan.
Terjadi
pada tingkat membaca yang paling rendah, yaitu membaca untuk memahami dan memahami isi bacaan.
3)
Tidak
adanya budaya menulis di sekolah
Dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah, guru kurang memberikan aktivitas
siswa untuk menulis. Kegiatan menulis hanya difokuskan pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia saja, padahal mata pelajaran lain juga seyogyanya membiasakan
menulis kepada murid. Dengan adanya budaya menulis sebagai produk pembelajaran,
diharapkan juga guru dapat meningkatkan kemampuannya untuk menulis.
4)
Kemampuan
berbahasa guru kurang.
Suriasumantri
(1985) mengatakan bahwa keunikan manusia bukan terletak pada kemampuan
berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Kadang-kadang
penulis menjadi terhambat menulis karena mengalami kerancuan dalam berbahasa.
Hal ini biasanya terjadi karena tidak begitu mementingkan aspek bahasanya
padahal aspek bahasalah juga yang menuntun kita dapat berpikir secara
sistematis.
5)
Tidak
sistematis dalam berpikir
Hal
ini menyebabkan apa yang ditulis terkadang tidak nyambung antara permasalahan,
pemecahan dan penarikan kesimpulan
Bebepara program pemerintah telah
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menulis. Untuk mengatasi
lemahnya motivasi guru dalam menulis, pemerintah perlu mengoptimalisasi
program-program yang memperkuat motivasi
guru dalam menulis termasuk membuat jurnal ilmiah untuk guru, mengaktifkan
forum-forum ilmiah guru dengan tujuan kegiatan-kegiatan ini dapat memotivasi
guru dalam menulis. Selain forum ilmiah guru, perlu juga digalakkan forum
ilmiah bagi murid. Dengan cara itu, guru dapat lebih mengembangkan dirinya dalam
menulis karena berfungsi sebagai pembimbing. Adanya program sertifikasi guru
dan program kualifikasi guru diharapkan dapat menjadi penyemangat bagi guru
untuk menumbuhkan tradisi menulis dan melahirkan budaya riset.
Selain program-program pemerintah di atas,
diharapkan juga peran media seperti majalah dan surat kabar dapat memfasilitasi guru dalam menulis dengan
menyediakan ruang bagi guru untuk menulis artikel mengenai permasalahan
pendidikan karena semakin besar ekspose media terhadap bidang pendidikan juga
akan meningkatkan mutu pendidikan.
Apapun program dan kegiatan yang
dilaksanakan baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga lainnya, tetapi yang
paling penting adalah motivasi itu mestinya juga lahir dari diri guru-guru yang
bersangkutan. Dengan motivasi yang kuat dari dalam diri para guru akan
melahirkan semangat untuk mulai belajar menulis dan menghasilkan karya yang
berguna. Mengapa guru perlu memotivasi diri sendiri untuk menulis karena: (1)
guru adalah penggali dan penerus ilmu pengetahuan kepada murid-murid; (2) karya
guru sebenarnya akan menjadi lebih baik dan bermanfaat karena permasalahan yang
ditulis dialami sendiri oleh guru sehingga guru tahu persis
penyebabnya/pengaruhnya, sekaligus juga dapat memecahkan masalahnya; (3)
menulis merupakan sarana melatih untuk berpikir logis dan sistematis sehingga
kemampuan tersebut dapat juga menjadi dasar dalam proses belajar mengajar dan
berdiskusi; dan (4) guru dapat menjadi pembimbing murid-murid dalam penulisan
karya tulis ilmiah.
REFERENSI
Akib, Zainal.
2003. Karya Tulis Ilmiah bagi
Pengembangan Profesi Guru. Bandung: CV. Irama Widya
Arif Tiro, Arifuddin Hamrah, Sukarna.
2009. Analysis of the Determinants of Learning Outcomes Using Data from the
Programme for International Student Assessment (PISA). Executive Summary.
Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Buku 3
Pedoman Penyusunan Portofolio. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Kementerian Pendidikan Nasional.
Jacob, A. Meningkatkan Peran Serta Guru dalam
Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
LPMP Sulawesi
Selatan. 2009. Profil Pendidikan Provinsi
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Makassar: LPMP Sulawesi Selatan.
Permendiknas
Nomor 16 tahun 2007. Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan.
Sartono. 2010.
Kemampuan Guru Menulis Karya Ilmiah. Jakarta:
Kompas. 18 Juni 2010.
Suriasumantri,
Jujun.S. 1985. Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Sembiring,
Darwis. 2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis dan Kualitas Karya Tulis Ilmiah
Guru.
loading...
0 Response to "CONTOH MAKALAH BAHASA INDONESIA IDENTIFIKASI MASALAH YANG DIHADAPI GURU"
Post a Comment