BAHASA DAN POLITIK: WACANA POLITIK
DAN PLESETAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Membayangkan, pemimpin politik berdiri di depan orang banyak,
berpidato tentang hal yang sangat penting, pidato yang bisa merubah pikiran
massanya. Suaranya penuh dengan emosi, katanya dapat merangsang masyarakat dan
segera mereka bersorak untuk dia. Atau berfikir mengenai banyak efimisme yang
digunakan pemerintah supaya melukiskan tindakannya yang kurang baik, misalnya
ada berita bahwa ‘Pemerintah sering menjadi “tawanan” pebisnis korup’, di sini
kata-kata ringan digunakan supaya memberi kesan yang kurang berat (Kompas,
17/9/2004).
Ini menunjukkan bagaimana pentingnya bahasa berkaitan dengan politik.
Seperti George Orwell sudah menulis, ‘Bahasa politik dirancang untuk membuat
kebohongan kelihatan jujur dan pembunuhan sopan’ (Orwell, 2004). Tetapi bahasa
dalam politik tidak selalu jadi jahat karena bahasa sebagai alat yang sama
digunakan baik oleh politikus maupun aktivis.
Alat ini bisa digunakan untuk menbujuk, memberitahu dan mencela. Hal
ini berkaitan dengan bagaimana pemerintah menyakinkan masyarakat tentang
kebijaksanaannya, dan juga bagaimana masyarakat menanggapi keputusan itu.
Bahasa adalah sangat penting dalam politik, sebagai aspek yang kuat
sekali, juga terbuka, bisa digunakan baik oleh orang yang berkuasa maupun orang
biasa yang melawannya. Alasan kekuatan adalah bahasa karena bahasa bisa merubah
pendapat orang. Bahasa bisa digunakan untuk mendalangi masyarakat, terutama
dalam bidang politik sebab pidato atau argumen yang bagus bisa menyakinkan
penduduk khalayak tentang isu-isu penting.
Rumusan Masalah
Bahasa politik adalah bahasa yang khusus, dan saya ingin mengtahui
tentang bagaimana bahasa mempengaruhi politik, dan politik mempengaruhi bahasa.
Satu aspek dalam penelitian saya meneliti tentang jargon politik dan
wacana politik. Mengapa Bahasa Indonesia membuat banyak singkatan dan dari mana
dibuatnya? Apakah bahasa yang dipakai politikus dipercaya oleh masyarakat?
Bagaimana sikap rakyat kepada pemerintah, apalagi pada saat dan sesudah pemilu?
Aspek lain yang menarik saya adalah orang-orang yang terlibat dengan politik,
tetapi berada diluar struktur politik yang utama. Untuk alasan-alasan apa
pemerintah dilawannya? Bagaimana pendapatnya kepada pemerintah daripada
masyarakat biasa? Penomena ‘plesetan’
menarik saya karena hal ini tidak banyak di jumpai Australia. Ada banyak kata
baru yang dibuat oleh pemerintah di satu sisi dan terdapat cara masyarakat
untuk melawan pemerintah di sisi lain untuk menyerang bahasa melalui plesetan.
Metodologi Studi Lapangan
Untuk metode pengumpulan data, saya sudah mewawancarai orang-orang
dari bidang yang berbeda, misalnya, mahasiswa, akedemisi, orang yang terlibat
dalam organisasi activis, dan orang jalanan. Semua riset dilakukan di Malang.
Riset saya sangat subjektif, didasarkan di atas wawancara, observasi
dan juga artikel-artikel dari koran. Koran-koran mempunyai contoh terbaik
bagaimana singkatan lazim dalam Bahasa Indonesia.
Bagian
1 - JARGON POLITIK
Di mana akronim-akronim lahir?
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang muda dan rupanya
orang-orang yang mengunakan bahasa Indonesia suka sekali merubah dan mengadakan
eksperimen bahasa ini. Bahasa Indonesia terkenal berisi banyak akronim dan
singkatan, yang digunakan sehari-hari. Kebanyakan orang tahu artinya
akronim-akronim itu, dan tersebar luas di seluruh Indonesia. Bisa dilihat di
dalam koran, plakat besar, dan dilihat dari televisi. Ada banyak akronim resmi
dari media massa dan dimengerti oleh masyarat luas, itu hanya karena kebiasaan
sehari-hari.
Dengan membuka koran saja, banyak akronim bisa dilihat. Bukan kata
politik saja, tetapi juga dari bidang olah raga dan bisnis. Kebanyakan kata ini
menurut editor sudah diketahui oleh banyak orang, tetapi kadang-kadang ada juga
yang memerlukan keterangan.
Baru-baru ini, terbit di The Manila Times, terdapat artikel
tentang adanya akronim-akronim dalam bahasa Indonesia yang berlebihan. Semakin
lama, semakin banyak akronim-akronim dan singkatan dikenalkan di dalam bahasa;
dan semakin susah untuk orang-orang asing mengerti dan orang Indonesia
sendiripun banyak yang tidak mengerti istilah-istilah tersebut. (Suwastoyo
August 31, 2004).
Menurut Pak Arjun yang ahli bahasa, pebedaan di antara akronim dan
singkatan adalah bahwa akronim bisa dibaca sebagai kata, misalnya ‘polri’.
Akronim adalah jenus singkatan, tetapi kebanyakan singkatan adalah dilafalkan
sebagai setiap huruf, misalnya ES-BE-YE untuk SBY.
Bahwa ada banyak singkatan dalam Bahasa Indonesia tidak perlu
menjadi masalah karena kebanyakan orang sudah tahu artinya. Tetapi setiap
bidang mempunyai singkatan sendiri, misalnya militer, mahasiswa, binis dan
lain-lain. Mungkin ada masalah untuk seseorang yang di luar bidang ini karena
mereka belum tentu memahaminya.
Beberapa contoh akronim-akronim dan singkatan adalah sebagai
berikut:
Bidang Politik
SBY = Susilo Bambang Yudoyono
PNS = Pegawai Negeri Sipil
HAM = Hak Asasi Manusia
DPR = Dewan Pewakilan Rakyat
GolKar = Golongan Karya
Pilkadal = Pemilihan Kepala Daerah Langsung
Bidang Pendidikan
DPC = Dewan Pimpihan Cabang
PTN = Perguruan Tinggi Negeri
PTS = Perguruan Tinggi Swasta
OrMah = Organisasi Mahasiswa
UKM = Unit Kegiatan Mahasiswa
Bidang Bisnis dan Eknomik
BNI = Bank Nasional Indonesia
BPK = Badan Pemeriksa Keuangan
Kadin = Kamar Dagang dan Industri
REI = Real Estate Indonesia
Bidang Olah raga
KONI = Komite Olah raga Nasional Indonesia
Arema = Arek Malang
PSSI = Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia
PBSI = Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia
Bidang Militeris dan Polisi
TNI = Tentara Nasional Indonesia
Polri = Polisi Republik Indonesia
Kodam = Komando Daerah Militer
Menurut Manila Times, acara televisi dan dinas pemerintah di Indonesia
melakukan kesalahan dalam membuat dan menyebarkan singkatan baru.
Mengapa Orang Indonesia suka sekali membuat akronim-akronim? Dalam
pendapat Pak Arjan itu untuk alasan yang sama, karena berkaitan dengan
kemudahan, dan lebih cepat untuk berbicara dan ditulis. Kata panjang dalam
Bahasa Indonesia merupakan dorongan munculnya akronim. Media massa suka sekali
singkatan-singkatan untuk alasan ini, dan kata baru disebarkan dengan bantuan
media massa.
Sampai tingkat tertentu, semua bahasa-bahasa di dunia mengunakan
singkatan dan akronim, tetapi pasti di Indonesia itu lebih biasa. Menurut
artikel dalam Manila Times, masalah tertinggi adalah tidak ada peraturan
nasional untuk mematuhi kalau membuat singkatan atau akronim yang baru.
Akibatnya, ada orang yang kuatir bahwa bahasa Indonesia mungkin memburuk dalam
‘padan lisan pesan sms hand phone’ sebab banyak akronim ini (Suwastoyo
2004).
Akronim-akronim resmi
Tidak hanya televisi yang membuat kata-kata baru, tetapi juga banyak
akronim dibuat oleh pemerintah, terutama pada masa menjelang pemilu. Selama
masa kampanye pemilu, ada banyak contoh akronim-akronim politik yang digunakan
calon-calon berkali-kali.
Alasan bahwa politikus berbicara dalam semboyan adalah karena lebih
mudah dibandingkan dengan menggunakan kalimat lengkap. Singkatan-singkatan
lebih pendek dan sederhana, semboyan-semboyan lebih efektif dan ekonomi.
Banyak semboyan dipakai terlalu sering dan menjadi klise. Dalam buku
program untuk calon presiden tahun ini, ada kata tertentu yang muncul berkali-kali
(Narwanto 2004). Misalnya kata yang selalu diberbicarakan oleh calon-calon
adalah KKN (Kolusi, Korrupsi dan Nepotisme). Pasangan calon utama selama
kampanye yang lalu, berjanji membuat kabinet ‘bebas KKN’. Mereka juga berjanji
membantu HAM (Hak Asasi Manusia). Hal yang terpenting adalah pemilu yang Jurdil
(Jujur dan Adil). Kata-kata ini sudah menjadi kata yang semua orang tahu dan
populer. Karena itu, rupanya politikus-politikus hampir tidak harus memikir
tentang jawabannya sebelum mereka berkata sesuatu, mereka mengunakan singkatan
ini. Akibatnya, singkatan-singkatan ini hilang artinya, seperti semua klise,
dan menjadi kata kosong yang orang-orang tidak percaya lagi.
Pokok yang terpenting adalah bahwa kata-kata ini, terutama singkatan
politik, dibuat pemerintah dan ditujukan kepada masyarakat lewat media massa.
Kata-kata ini tidak dibuat oleh masyarakat sendiri, jadi orang biasa tidak
merasa senang.
Bahasa politik.
Selama pemilu presiden
baru-baru ini, yang dipanggil pilpres (pemilihan presiden), bahasa politik
lebih tajam, karena pasangan calon ingin menyakinkan masyarakat mengenai
kebaikannya. Bahasa sangat penting sebagai alat untuk memberitahukan
kebijaksanaannya dan menyakinkan rakyat memberikan suaranya. Ada bahasa politik
yang berbeda dengan bahasa sehari-hari; politikus-politkus mengunakan
semboyan-semboyan dan kata klise dalam menyampaikan maksudnya. Selama waktu
kampanye, banyak jargon digunakan, seperti singkatan yang klise tersebut, dan
sering kalau jargon digunakan, isu-isu yang benar tidak dibahas. Rupanya semua
partai memfokuskan tentang isu-isu yang sama, seperti korupsi dan hak asasi
manusia, tanpa menjelaskan solusi untuk isu-isu ini. Memang, pemilu presiden
baru, banyak orang mengkomentari dalam koran bahwa debat umum dangkal sekali,
dan calon-calon tidak memfokuskan kebijaksanaannya tetapi malahan pemilu ini
menunjukkan pasangan calon yang mana yang lebih kuat atau siapa yang mempunyai penampilan lebih baik.
Bahasa politik tidak sekedar memberitahukan kebijaksanaan, tetapi
lebih lagi. Setiap orang perlu mengerti arti lain yang disembunyikan dalam
katanya. Karena tidak ada sesuatu yang berkata tanpa alasan bagus, dan setiap
politikus tahu bagaimana mengatakan kata-kata kosong sambil mewujudkan kesannya
yang baik. Banyak orang tidak percaya politikus-politikus karena masyarakat
tahu bagaimana politikus-politikus pandai bersilat lidah dengan mengunakan
bahasa.
Bahasa politik adalah diawasi lewat pidato dan jawaban yang sudah
siapkan. Seorang responden dosen berkata, ‘Tidak ada kata dibicarakan tanpa
memikirkan akibatnya. Mereka bersembunyi di belakang bahasanya dan tidak
mengatakan hal yang merugikan’. Alasan
ini karena bahasa adalah kuat sekali. Politikus mengunakan bahasa supaya
menciptakan kesannya, dan kesan ini adalah aspek yang terpaling hidupnya umum.
Kalau mereka memberi jawaban yang salah kepada pertanyaan wartawan, mereka
mungkin menyakitkan hati orang lain, dan menyebabkan perdebatan umum dan
karirnya akan rusak. Karena itu, politikus tahu bagaimana mengelak dari pertanyaan
yang susah.
Dalam penelitian saya, ada petunjuk bahwa kebanyakan orang tidak
percaya janji-janji dari pemerintah, terutama pemerintah baru yang terpilih.
Mereka tidak percaya bahwa politikus-politikus bisa menghentikan korupsi atau
bahwa mereka akan berkerja untuk kepentingan rakyat. Seperti bunyi peribahasa:
“Siapapun yang menjadi presiden, saya tetap miskin’. Dan juga ‘Besok berubah
lagi’.
Walaupun, menurut beberapa aktivis, ada banyak orang dalam kaum
buruh yang percaya janji presiden, yang adalah kontradiksi karena mereka yang
sering menghilangkan banyak kebijaksanaan dari pemerintah konservatif.
Sementara itu orang di kelas menengah, yang sudah terdidik tentang pemerintah,
tidak percaya politikus tetapi mendapat keuntungan yang lebih dari mereka.
Kebanyakan orang diwawancarai saya juga setuju bahwa ada
kelompok-kelompok di masyarakat yang dikesampingkan oleh politikus-politikus
atau media massa. Kelompok-kelompok ini termasuk orang miskin, perempuan dan
petani. Kolompok yang tidak kaya atau tidak mempunyai kekuasaan dan oleh karena
itu lebih mudah untuk diabaikan.
Menarik bahwa beberapa orang berpikir ada terlalu banyak singkatan
dalam bahasa Indonesia, sambil orang yang lain tidak menganggap masalah ini.
Singkatan yang termasuk bidang politik adalah jargon politik, kata yang mungkin
tidak dimengerti oleh semua orang dalam masyarakat. Kalau seorang membaca koran
atau menonton berita televisi, mereka pasti belajar kata-kata ini. Tetapi ada
orang-orang yang tidak membaca koran atau menonton televisi, mereka tidak akan
mengerti dan akibatnya tidak bisa mewahaminya. Bahasa politik biasanya diawasi
dengan teliti tetapi selalu terjadi kemungkinan kesalahan. Ini kadang-kadang
terjadi kalau politikus-politikus harus berbicara tanpa naskah yang disiapkan terlebih
dahulu.
Walaupun bahasa adalah penting dalam bidang politik, itu tidak
selalu berhasil memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Alasan itu mungkin
karena bahasa politik terlalu jauh dari bahasa sehari-hari.
Jargon politik mempengaruhi wacana politik, karena orang yang ingin
mengambil bagian dalam debat umum, pasti harus tahu bagaimana mengunakan bahasa
yang cocok.
Bagian 2 WACANA POLITIK
Pemain-pemain dalam wacana politik
Wacana politik adalah debat politik umum yang terjadi di mana saja
di antara masyarakat. Setiap hari orang-orang di mana-mana akan berbicara
tentang isu-isu yang penting. Isu-isu macam-macam yang menyangkut orang-orang
dan negaranya, seperti pendidikan, perang, korupsi, globalisasi dan lain-lain.
Pemerintah harus menentukan kebijaksanan mengenai isu-isu ini, keputusan yang
akan langsung mempengaruhi kehidupan orang banyak.
Ada beberapa pendapat yang berbeda tentang semua isu-isu ini, yang
berarti isu-isu sering bisa menjadi pokok persengketaan, dan menimbulkan debat
umum yang keras. Debat ini akan mempengaruhi bagaimana pemerintah melakukan
tindakan.
Sedikit-banyak, semua orang yang berbicara mengenai politik adalah
mereka yang mengambil bagian dalam wacana politik, tetapi biasanya wacana
politik utama dimengerti oleh mereka yang
terlibat sebagai politisi, akademis, masyarakat, dan media masa.
Kekuasaan dibawa oleh pemerintah, mereka membuat agenda dan
memutuskan isu-isu yang mana akan diskusikan. Mereka melakukkan ini untuk
memfokuskan pada isu-isu yang lebih bermanfaat baginya. Lewat pidato penting
dan selama wawancara, politikus-politikus berbicara mengenai kebijaksaannya,
dan akibatnya, wartawan akan tanya mereka menganai isu-isu ini. Seperti
lingkaran, kalau ada isu yang pemerintah ingin menaikkan, satu politikus akan menyebutkan
itu dan akibatnya, banyak wartawan akan menanya kepada setiap politikus tentang
itu, dan segera isu ini menjadi berita besar and semua orang dalam masyarakat
juga berbicara mengenai hal itu. Dalam cara yang sama, pemerintah biasanya bisa
melupakan isu-isu yang mereka tidak suka. Pasti, pemerintah tidak menguasi
semua debat umum, mereka sering terpaksa mendiskusikan isu-isu yang merugikan
pemerintah karena wacana politik juga dipengaruhi masyarakat.
Dalam negara yang demokratik, pada akhirnya, masyarakat mempunyai
kekuasaan di atas pemerintah karena mereka yang memutuskan siapa yang akan
menjadi presiden dan juga siapa boleh duduk di dalam DPR. Tetapi orang yang
diwawancari oleh saya, sering merasa seperti mereka tidak mempunyai kekuasaan
supaya mempengaruhi wacana politik, dan merasa mereka tidak mempunyai suara
dalam wacana politik atau politikus-politikus tidak akan mendengarkan suara
mereka.
Secara resmi, politikus-politikus bertanggung jawab terhadap
masyarakat, jadi orang-orang berhak untuk bertanya tentang tindak tanduk
pemimpinnya. Orang-orang berbicara tentang politik di antara mereka sendiri,
tetapi bagaimana orang biasa mengambil bagian dalam politik, dan membuat
pendapatnya terkenal?
Satu cara adalah lewat media massa. Orang biasa bisa memakai media
supaya dimuat pendapatnya.
Media masa adalah penghubung di antara pemerintah dan masyarakat.
Termasuk berita televisi, koran, majalah dan radio. Mereka melaporkan berita
dari pemerintah, dan menerjemahkan itu untuk masyarakat. Perkerjaan wartawan
harus menyelidiki cerita dan menganalisir kebijaksaanan pemerintah untuk
masyarakat. Ada masalah yang terdapat media masa menjadi berat sebelah, dan
mengesampingkan terhadap kaum-kaum dalam masyarakat seperti
politikus-politikus. Tetapi ada juga ruang dalam koran untuk pendapat orang
biasa, terutama mahasiswa, dan surat kepada redaktur sering sangat penting
mimbar yang terbuka untuk semua orang dalam masyarakat. Media massa juga harus memuat isu-isu yang
penting. Sering media melakkukan ini, dan beberapa koran atau majalah, seperti
Tempo, sudah terkenal untuk diri sendiri dan menantang pemerintah. Media massa
penting sekali sebagai bagian dari wacana politik, karena waktu saya bertanya
pada responden tentang informasi politik, mereka semua menjawab mereka mendapat
informasi tentang politik dari televisi atau koran, atau lewat media yang lain
seperti internet. Biasanya debat umum terjadi lewat media massa; semua pihak
dilaporkan media dan orang biasa memutuskan untuk diri sendirinya. Satu hal
lain yang berkaitan dengan wacana politik dan debat umum.
Universitas-universitas mempunyai peran dalam wacana politik juga.
Ada tradisi bahwa universitas adalah tempat yang mana banyak gerakan politik
mulai, mahasiswa adalah golongan yang sering berada di depan merubah politik di
banyak negara. Akademisi-akademisi dan mahasiswa bisa mempunyai posisi yang
mempengaruhi debat umum mengenai isu-isu politik.
Mahasiswa bisa mempengaruhi golongan yang besar berisi orang yang
berpendidikan dan kemungkinan besar orang yang radikal untuk dikerahkan di
balik isu, di tempat yang mana politik dan gagasan-gagasan adalah yang
terpenting. Juga, akedemisi-akedemisi bisa mempengaruhi debat umum karena
mereka sangat dihormati untuk mempunyai pendapat yang terpelajar, dan juga mereka
bisa mempengaruhi mahasiswa yang diajarnya.
Universitas juga tempat di mana debat menurus terus terjadi,
misalnya ada kursus mengenai isu politik yang bersejarah, tidak hanya debat
tentang isu-isu dalam media pada saat ini.
Hubungan di antara Bahasa dan Kekuasaan.
Menurut seorang dosen yang diwanwancarai saya, bahasa adalah
kekuasan. ‘Politik adalah sesuatu seni, atau kegiatan untuk memperoleh
kekuasaan dan merambah kekuasaan’. Politikus seharusnya menguasai bahasanya
untuk alasan penting, karena siapapun menguasi bahasa akan mempunyai kekuasaan.
Contohnya, menurut Pak Mudjia, waktu Abdurramin Wahid (Gus Dur) membuat
kesalahan dengan bahasanya, dan panggilan anggota DPR ‘taman kanak kanak’, itu
mulai percekcokan di antara mereka dan dia. Pada akhirnya, anggota DPR berbalik
melawan Gus Dur, dan dia mengatuh dari kekuasan (2002:124).
Hubungan di antara bahasa dan kekuasan adalah kuat sekali, karena
mereka yang mempunyai kekuasan bisa mengawasi media massa dan akibatnya
mengawasi bahasa. Keadaannya tidak sesederhana seperti ini, tetapi ada
persambungan antara dua hal ini. Politikus-politikus perlu tahu bagaimana
berhubungan dengan rakyat. Bahasa digunakan politikus adalah faktor ataukah
mereka bisa menguatkan kekuasaan atau tidak. Dalam ‘Language and Power’, ada
studi kasus tentang bahasa dalam bidang politik. Mereka mengetahui bahwa bahasa
adalah alat penting untuk menbangunkan solidaritas di antara golongan sosial
yang kemudian memihak kepada suatu partai itu (Fairclough 2003:201). Contohnya,
dalam pidato politikus bisa menggunakan ‘kita’, sebagai pengganti ‘Anda’,
karena ‘kita’ membuat perasaan bersatu dengan lain-lainnya. Juga ditahui mereka
bahwa bahasa yang lebih otoritas membantu pemerintah mempunyai pengaruh atas
masyarakat (Fairclough 2003:204).
Dalam permainan politik, bahasa adalah senjata. Ada teori bahwa
seorang yang mengawasi bahasa akan menang, dan media massa adalah sambungan
yang penting untuk orang yang ingin mengawasi bahasa. Politikus-politikus
pintar sekali mengawasi bahasanya sendiri, dan bahasa yang diterbitkan dalam
media. Dari maksud ini, bahasa diucapkan pemerintah dan kemudian media massa
mengulang kata-kata ini kepada masyarakat. Dasarnya, pemerintah bisa mengawasi
bahasanya lewat jawaban kepada wartawan-wartawan yang sudah disiapkan, dan
kalau politikus membuat salah, dia bisa memperkerjakan pengacara-pengacara yang
bantuannya.
Walaupun media massa dianggap berdiri sendiri, wartawan tidak
melaporkan sepenuhnya tentang isu-isu atau pendapat yang bersifat alternatif,
politikus dan orang lain yang berkuasa mempunyai kekuasaan yang tidak resmi
atas media. dan kebanyakan orang-orang di dalam masyarakat mendapat
informasinya tentang isu-isu penting dari media massa. Demikian media massa
sering dipakai oleh pemerintah sebagai alat yang menguasi orang-orang dan
menyebarkan propagandanya.
Selain politikus-politikus, orang lain mengahami kepentingan bahasa
dalam politik. Aktivis menggunakan bahasa politik juga, supaya menyebarkan
pesannya atas nama orang yang tidak bisa mengambil bagian dalam wacana politik.
Ini akan dibahas lebih dalam pada bagian 3.
Siapa yang tidak bisa menjadi pemain dalam wacana
politik utama?
Biasanya, wacana politik ada di antara politikus dan massa media,
dan ini berarti ada banyak orang yang tidak bisa berpartisipasi. Banyak orang
yang saya wawancarai menyatakan mengasihani kelompok-kelompok di masyarakat
yang dikesampingkan politikus-politikus dan media massa. Kelompok-kelompok ini
termasuk perempuan dan orang miskin, seperti petani dan kelompok miskin perkotaan.
Mereka dikesampingkan karena mereka tidak mempunyai kekuatan di dalam
masyarakat, karena mereka tidak memiliki pendidikan atau kekayaan.
Politikus-politikus sering membuat janji-janji untuk memperbaiki masalahnya
yang banyak. Tetapi menurut orang yang diwanwancari saya, ada banyak orang di
Indonesia yang kurang peduli tentang memperbaiki masalah orang miskin, daripada
memperbaiki masalah seperti korupsi atau angka pengangguran yang mempengaruhi
kelas menengah. Media masa juga mengesampingkan orang miskin, atau menulis
artikel-artikel yang stereotip tentang mereka.
Aktivis juga bagian bidang politik, tetapi pendapat mereka tidak
dimunculkan oleh media. Misalnya, seperti satu aktivis berkata, kalau media
terbit gambar aktivis-aktivis dari unjuk rasa, gambar sendiri akan muncul di
koran tidak disertai ceritanya. Jadi, mereka harus mencari cara lain supaya
dapat menyebarluaskan suaranya. Ada jaringan luas di antara organisasi aktivist
yang mempunyai wacana politik sendiri. Mereka mendiskusikan mengenai isu-isu
yang penting untuk mereka sendiri. Isu-isu yang tidak muncul dalam media massa.
Debat besar terjadi di antara organisasi-organisasi, lewat internet atau koran
pribadi, dan ini semacam wacana politik alternatif.
Kebanyakan orang yang sudah diwawancarai saya berkata mereka tidak
memilih dalam pemilu presiden kedua 2004. Alasannya karena mereka tidak percaya
siapa menjadi presiden akan merubah masalah, atau banyak orang merasa pasangan
calon sama jahat, dan dalam pemilu ini tidak ada pilihan yang benar. Karena
pemungutan suara tidak diwajibkan di Indonesia, ada banyak orang tidak
memberikan suara untuk pemilu presiden pertama yang langsung. Masyarakat adalah
salah satu pemain yang paling penting dalam wacana politik, namun mereka tidak
tahu ini dan mereka sendiri mengira tidak mempunyai kekuasaan. Pasti, kalau
dibandingkan dengan peran media atau peran politikus, seorang bisa merasa
sendirian. Tetapi kekuasaan dikandung oleh masyarakat jadi semua orang, atau
siapa saja berkeinginannya, seharusnya mengambil bagian dalam wacana politik.
Media massa tidak selalu jahat atau berat kepada satu sisi, tetapi
ada tanggapan di antara orang diwawancari saya, bahwa media massa adalah alat
digunakan pemerintah. Semua orang mendapat beritanya dari media, tetapi mereka
tidak tahu kalau itu bisa dipercaya. Pasti ada orang yang percaya berita
tentang pemerintah, tetapi pejabat dari pemerintah mendalangi media dengan
sangat pintar, ada orang yang tidak tahu berita sedang manipulasi.
Dengan demikian, sangat penting semua orang di masyarakat menjadi
terdidik mengenai hubungan antara bahasa dan politik. Tetapi ini tidak selalu
mungkin terutama untuk kaum tersebut telah di masyarakat yang disampingkan, dan
karena mereka tidak mempunyai pendidikan cukup tentang hal ini, mereka kurang
yakin untuk mengambil bagian dalam wacana politik.
Ada orang yang merasa mereka benar-benar bisa mempengaruhi wacana
politik dan orang ini adalah orang terlibat dengan organisasi aktivis.
Orang-orang yang tidak mempunyai kedudukan kekuasaan, tetapi mengambil bagian
dalam wacana politik utama bagaimanapun juga supaya menetralkan kebijaksanaan
pemerintah dan juga memberitahukan pendapatnya yang sering tidak diwakili.
Bagian 3 PERLAWANAN POLITIK
Golongan apa yang berada di luar wacana politik?
Wacana politik tidak hanya di antara politikus-politikus dalam DPR
dan media massa saja. Ada banyak orang yang melakkukan kegiatian politik di
luar wacana politik pokok. Orang-orang ini menjadi anggota satu dari banyak
organisasi aktivis, yang berkerja untuk mengubah politik dalam cara-cara lain
selain lewat DPR. Ada macam- macam organisasi aktivis di Malang, yang meliputi
bidang politik, ataukah mereka adalah organisasi kiri, kanan, atau Islam.
Banyak organisasi bisa terdapat dalam kampus di universitis, tetapi bukan saja
mahasiswa yang meliputi dengan organisasi politik. Ada juga organisasi lain di
dalam masyarakat untuk kaum buruh, kaum perempuan, hak asasi manusia, kaum
miskin dan lain lain.
Golongan aktivis tidak menunggu perubahan dari pemerintah. Mereka
tidak percaya pemerintah akan membantu kaum tertentu di masyarakat atau
memberantas korupsi dalam negara ini. Jadi, mereka mengatur mereka sendiri dan
berjuang untuk melakukan perubahan lewat cara lain. Golongan-golongan ini
dibentuk dari banyak isu, seperti hak perempuan, hak buruh, anti korupsi dan
lain lain. Biasanya isu-isu tidak sering dibicarakan oleh golongan
menteri-menteri.
Saya bertemu aktivis-aktivis yang mengurusi Malang Corruption Watch
(MCW). Ada sepulah orang yang volunteer di kantor, beberapa mahasiswa yang
sedang belajar hukum, dan orang lainnya yang sudah ahli. Organisasi ini resmi,
mereka menerima keluhan dari masyarakat tentang korupsi di Malang dan mereka
melakukan penyelidikan. Kalau ada kasus, mereka akan pergi ke pengadilan. Mereka
adalah yang menjaga korupsi, mereka juga membaca koran setiap hari, dan
mengumpulkan artikel-artikel mengenai korupsi dan membandingkan informasi resmi
dengan informasi sendiri. Visinya berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Menaikkan kesadaran dalam masyarakat tentang haknya.
2.
Menganjurkan masyarakat menyelidiki kasus korupsi dan menerbitkan korupsi ini.
3.
Membuat kampanye umum supaya mengubah undang-undang, sistim politik dan
birokratsi yang mengetahui tentang masalah korupsi.
4.
Menanjurkan pelaksanaan undang-undang antara pejabat, orang bisnis, praktisi
hukum dan pejabat lain (http://www.antikorupsi.org/eng/).
Saya mempunyai banyak waktu dengan aktivis mahasiswa dari Partai
Rakyat Demokratik (PRD), organisasi Sosialis, yang sering mengatur aksi-aksi
tentang isu-isu sosial. Partai politik, yang dibentuk pada tahun 1996, sebagai
gerakan demokratis. Pada tahun 1998, PRD terlibat dalam mengantur aksi massa
yang akhirnya menurunkan Presiden Suharto. Baru-baru ini, mereka membuat
koalisi dengan organisasi progresip lain. Selama pemilu mereka membuat janji
supaya tidak memberikan suara untuk calon, karena berdua calon mempunyai kareer
militeris. Juga dengan PRD adalah Front National Perjuangan Buruh Indonesia
(FMPBI) dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) yang menarik banyak
mahasiswa dan aktivis yang masih muda.
Saya juga bertemu beberapa orang yang bekerja di koperasi di Malang.
Dia juga termasuk kelompok yang bergerak dalam hak binatang dan lingkungan,
anggota ProFauna. Di belakang toko ini, mereka membuat baju dan tempelan dengan
semboyan politik yang kemudian dijualnya. Juga ada musik dan majalah politik
yang dijual di sana. Toko terletak di dalam kampung, dan aktivis juga tinggal
di sana.
Aktivis yang dikenalkan saya hanya beberapa dari macam-macam
golongan aktivis dalam masyarakat. Karena untuk setiap isu dan setiap ideologi,
pasti ada golongan aktivis. Saya hanya bertemu dengan aktivis dari golongan
yang dianggap kiri, atau progresip,
Mengapa mereka melawan politik?
Orang dalam golongan activis tersebut ingin mengubah struktur
masyarakat karena mereka percaya bahwa masyarakat pada saat ini berada dalam
tidak adil atau dalam kondisi tidak demokratis. Pada hakekatnya, masyarakat
dikuasai oleh orang yang kaya dan kuat. Menurut pendapat activis-activis,
orang-orang ini memiliki banyak perusahaan dan peduli hanya tentang mendapat
keuntungan. Demikian, mereka akan mengeksploitir para buruh dengan memberikan
gaji yang sedikit dan penyediaan keadaan bekerja yang tidak baik. Mereka juga mengotori
lingkungan dan tidak melingdunginya untuk generasi berikutnya. Orang-orang
seperti ini juga sering korup, tetapi tidak terjangkan hukum untuk tindakannya.
Aktivis-aktivis yang sosalis bilang bahwa kapitalisme adalah sebab untuk
masalah ini.
Untuk aktivis-aktivis, politikus-politikus adalah berkait dengan
masalah ini, yang tidak memberikan solusi. Dalam negara demokratik
menteri-menteri seharusnya mewakili semua orang, tetapi sering hanya
kepentingan orang kaya yang diwakili. Ini karena antara kedua golongan itu ada
hubungan yang akrab. Misalnya, orang bisnis mungkin akan menyokong kampayne
politikus oleh mendermakan uang, sebagai pengganti politikus akan membantu
golongan bisnis oleh undang-undang yang lebih berpihak pada mereka. Ini satu
contoh yang sederhana sekali, tetapi kolongan bisnis, media dan politik adalah
sangat berkaitan.
Bagaimanpun, politikus-politikus menjanji memperbaiki masalah sosial
ini, dan sering ada banyak orang biasa yang percaya mereka. Jika orang percaya
bahwa politikus-politikus bisa dan akan mengubah masayarakat, mereka tidak akan
ikut serta dengan organisasi aktivis karena mereka berpikir tidak perlu. Jadi,
aktivis-aktivis melawan semua ke bohongan yang dibuat politikus-politikus dari
pemerintah yang menceritakan dalam bahasanya, dan semua janji-janji yang tidak
pernah dilaksanakan. Mereka melawan pemerintah tentang isu-isu yang mereka mau
diubah, dan mencoba metekan pemerintah mengubah undang-undang melalu suara
populer.
Semua golongan ini adalah organisasi-organisasi yang kiri, khususnya
mereka ingin, antara lain, pemerintah yang bersih, tidak militeris dalam
pemerintah, hak untuk para buruh dan mereka terus berjuang untuk Indonesia yang
demokratis.
Bagaimana mereka berjuang?
Selain aksi-aksi, satu aspek yang penting sekali supaya memperluas
organisasi aktivis adalah pendidikan.Aktivis dari MCW dan PRD berdua mendidik
orang-orang tentang isu-isu politik, mereka menunjukan bagaimana pemerintahan
mempunyai agendanya sendiri, dan jika kebijaksanaannya akan melukai masyarakat.
Terdapat perjuangan yang terus menerus menyakinkan orang biasa tentang
kepentingan isu-isu politik, dan melibatkan mereka dengan kegiataan aktivis.
Mereka berjuang secara damai, mereka harus menemukan cara
alternatif. Dasarnya, mereka ingin didengarkan oleh pemerintah, karena aktivis
tidak mempunyai sama kekuasaan supaya mempengaruhi pemerintah seperti orang
yang lain. Di dalam negeri yang demokratik semua orang seharusnya mempunyai
satu suara dan sama dalam kekuasaan, tetapi dalam kebenaran ada orang tertentu
dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan lebih daripada orang yang lain.
Jadi, aktivis-aktivis akan mencoba banyak cara supaya menarik
perhatian pada sendiri dan isunya. Cara yang paling baik adalah lewat gerakan
populer massa. Kalau majoritas orang dalam masyarakat bekerja sama dan meminta
berubahan, politikus-politikus terpaksa mendengarnya. Untuk politikus, yang
selalu mau mempertahankan kekuasaannya, itu terlalu berbahaya kalau tindakannya
tidak mendengar pada masyarakat mengenai isu-isu yang populer. Ini bagaimana
gerakan massa mempunyai kekuasaan. Jadi, aktivist harus membuat banyak tindakan
yang kreatif supaya menarik sebanyak-banyak orang, dan menganjurkannya
mengikutsertakan pada kegiatan politik. Misalnya, melalui berunjuk rasa yang
besar, dan lewat tindakan politik yang menarik banyak perhatian dari media
massa.
Suatu hari ada aksi tentang barang harganya yang dinaikkan selama
Ramadan, terutama menjelang Idul Fitri. Aksi ini dilakukan di alun-alun di
Malang mulai pagi karena itu tempat dan waktu hari yang paling ramai. Golongan
kecil orang diambil bagian, kira-kira lima belas mahasiswa. Mereka menegakkan
plakat-plakat, dan
yel-yel lewat alat pengeras suara. Beberapa orang membawa
selebaran-selebaran yang memberikan
kepada orang dalam mobil-mobil atau orang yang berjalan kaki lewat.
Kemudian aksi ini berjalan kaki lewat jalan-jalan, dikawal oleh dua
polisi dengan sepeda motor, sampai mereka tiba di kantor DPRD. Ke luar kantor
DPRD mahasiswa berteriak dengan keras, mereka juga diwanwancarai oleh wartawan
dari koran dan radio. Walaupun aksi ini adalah kecil, mahasiswa merasa senang.
Mereka menarik simpati orang-orang di alun-alun dan sekitarnya, mereka bisa
menjelaskan maksud dan tujuannya untuk menklarifikasi penyeleiwengan anggota
DPRD, atau pemerintah. Hari depan, aksi ini tidak dilaporkan di koran, mungkin
karena terlalu kecil.
Bagaimana mereka menyebarkan pesannya?
Kebanyakan organisasi aktivis
mempunyai media sendiri. Karena mereka disampingkan oleh media massa, mereka
menerbitkan koran sendiri, atau majalah dan website. Selain itu mereka
mempunyai koperensi pers, dan menerbitkan selebaran-selebaran dan
plakat-plakat, juga baju-baju dengan semboyan di depannya.
Tidak sama dengan plesetan, aktivist-aktivist tidak merasa kuatir
atau takut menyakitkan hati orang-orang secara langsung. Bahasanya berani dan
lugas. Maksudnya supaya langsung membuat jawaban di antara masyarakat kalau
dilihat atau dibaca. Di plakat di unjuk rasa, bahasanya terus terang. Teriak
untuk apa mereka mau, dan apa mereka tolak. Mereka memakai semboyan sederhana
seperti: ‘tolak militerisme’, atau ‘kami mau demokratis’. Di satu aksi ada plakat yang dibaca ‘SBY!!
Mana Lapangan kerja! Yang kau janjikan!!’
Bahasa tersebut adalah jelas dan besar, jadi kalau siapapun yang
berjalan kaki lewat atau melihat gambar dalam koran besok mereka akan tahu apa
isunya.
Aktivis-aktivis bekerja dalam dua tingkat, satu cara lewat aksi umum
dan cara lain lewat pendidikan. Mereka menarik orang kepada organisasi dan
mengajar mereka dalam kelas atau memberi mereka buku-buku tentang politik.
Orang baru ini akan menjadi bagian organisasi dan menjadi terdidik sebagai
aktivis, atau mungkin mereka tidak akan menjadi aktivis tetapi mereka masih
mempunyai pengetahuan. Lewat orang ini, pesan menyebar pada keluarga dan
teman-teman dan dalam masyarakat.
Aktivist-aktivis dari MCW mengunakan pernyataan pers dalam
menyebarkan pesannya. Kalau mereka berhasil, mereka akan mempublikasikannya.
Juga lewat plakat yang diberikan kepada masyarakat dan ditempelkan di
universitas, kantor bekerja dan tempat umum, atau lewat stickers dan badges
dengan semboyan. Semboyan seperti, ‘TENTUKAN NASIB KELURAHAN ANDA. JANGAN
RAGU-RAGU. SELAMATKAN UANG RAKYAT.’ Mereka ingin menganjurkan orang-orang tidak
merasa malu atau takut tentang melaporkan kasus korupsi. Dan pesannya bahwa
kalau ada orang yang korup dia akan dipergoki.
Orang-orang di organisasi-oraganisasi ini mendapat informasi tentang
politik dari televisi dan koran seperti orang lain, tetapi juga ada jaringan
aktivis luas yang saling memberi informasi tentang isu-isu politik. Dari banyak
bagian di Indonesia dan seluruh dunia ada wacana politik alternatif. Sekalipun
media massa boleh mengesampingkan mereka, mereka sendiri akan menceritakan
kebenaran tentang isu-isu di Indonesia. Juga mereka akan menceritakan negeri
lain lewat internet.
Internet bagus sekali untuk aktivis politik, karena mereka bisa
menyebarkan informasi kepada ribu-ribuan orang dengan mudah, menatur unjuk rasa
besar dengan cepat dan berhubungan dengan aktivis dari negeri lain. Internet
juga satu media yang terbuka, tidak diawasi oleh pemerintah atau orang kaya di
masyarakat. Oleh karena itu, ada banyak mimbar yang mana semua orang bisa
memberi laporan.
Bagaimana mereka mempengaruhi wacana politik?
Organisasi
aktivis pasti mempengaruhi wacana politik. Setiap organisasi diusahakan cara
lain, dan mempunyai akibat berbeda atas politik.
Dengan PRD, ada rumah yang juga kantor di mana banyak mahasiswa
bertemu dan berbicara tentang politik sepanjang hari dan malam. Ada banyak
buku, majalah, koran dan pemberitahuan pers yang di situ, beberapa koran dari
organisasi politik lain dari luar negri. Aktivis-aktivis menggumpulkan semua
media yang memuat tentang mereka, seperti foto-foto dan artikel-artikel tentang
mereka sendiri dan isu-isu lain dari koran. Sumber ini berharga untuk gerakan
aktivis dalam jangka panjang.
Kami duduk di lantai kantor dan berbicara tentang politik di
Australia dan Indonesia, kami saling memberi informasi tentang gerakan mahasiswa
di negara masing-masing. Keadaan ini
membuat solidaritas antara aktivis, baru dan lama.
Bahwa organisasi seperti MCW memang hidup, berarti orang-orang biasa
mempunyai cara melawan korupsi selain menunggu tindakan pemerintah. Selama
kunjungan saya aktivis sedang belajar bagaimana melakkukan konperensi pers.
Berunjuk rasa supaya memaksa isu-isu penting diketahui umum,
meningkatkan pengetahuan. Ini bisa menguasai wacana politik. Jika
politikus-politikus tidak akan mengumumkan isu-isu seperti hak asasi buruh atau
harga barang, unjuk rasa bisa meliputi sejumlah ratus-ratusan orang dan
pengaruh banyak lebih orang yang lewat aksi selama hari yang ramai.
Pesan politiknya akan sampai pada semua orang ini lewat cara
alternatif daripada lewat media massa. Orang ini yang tidak mempunyai
kesempatan membaca koran politiknya dan yang mungkin belum tahu menganai
isu-isu ini. Satu aksi bisa membuat isu perhatian umum, dan orang-orang akan
berbicara tentang itu, jadi isunya akan menjadi bagian kegiatan politik.
Politikus-politikus memperhatikan tentang apa yang dipikirkan
orang-orang. Satu aksi menganjurkan orang-orang memikirkan mengenai isu-isu
yang sering dikesampingkan. Juga ini adalah kesempatan untuk aktivis-aktivis
menjadi lebih dekat, dan lebih kuat dengan solidaritas. Orang lain dalam
masyarakat tahu ada cara yang alternatif pengaruhi wacana politik dan
politikus-politikus tahu ada ratus-ratusan dalam masyarakat yang peduli dan
jadi sesuatu harus dilakkukan.
Kadang-kadang unjuk rasa berjalan secara simbolis saja, tetapi
sering aksi ini akan mempengaruhi politik secara benar, misalnya waktu
orang-orang permintahaan Suharto harus berhenti. Karena tidak masalah kalau
politikus-politikus menguasai bahasanya dan bahasa media; kadang-kadang bahasa
orang biasa akan menjadi aksi massa populer, dan kemudian orang biasa adalah
pemenang dalam permainan politik.
Aktivis-aktivis kadang-kadang harus memperjuangkan bertahun-tahun
dapat supaya mencapai perubahan sosial. Banyak organisasi aktivis tidak
mempunyai banyak anggota yang ikut serta
dengan sepenuh hati. Tidak banyak percentasi orang dalam masyarakat ikut
organisasi aktivis, itu kegiatan minoritas. Dan juga ada organisasi aktivis
dengan pendapat yang sangat berbeda daripada organisasi tersebut. Semua aktivis
itu mengadakan tekanan terhadap pemerintah, dan ataukah mereka berhasil atau
tidak tergantung pada pemerintahaan itu.
Bagian 4 BAHASA PERLAWANAN
Plesetan adalah apa?
Plestan adalah, dasarnya, bercanda dibuat dari mengubah
singkatan-singkatan. Tetapi plesetan lebih banyak bercanda saja. Walaupun dalam
setiap bahasa orang-orang membuat lelecon sendirinya, di antara pendudukan
Indonesia plesetan adalah semacam seni dan olah raga. Setiap bidang mempunyai
plesetan sendirinya, karena setiap bidang mempunyai singkatan sendirinya.
Plesetan bisa dibuat tentang apa saja, bukan politik saja. Tetapi orang merasa
khusus kesenangan menceritakan plesetan politik, karena mereka kurang suka
politikus-politikus atau pemerintah.
Dalam pengalaman saya, orang-orang benar-benar suka menceritakan
contoh-contoh plesetan. Seperti berkata lelucon, menyebarkan plesetan terjadi
dengan mudah, selama percakapan informal. Misalnya, satu hari saya sedang makan
di warung dan mulai ngobrol dengan seseorang tentang politik, tiba-tiba
laki-laki ini mulai menceritakan banyak contoh plestan, yang saya menuliskan
dengan cepat. Dia tidak suka politik dan menyatakan kebencian dengan
menceritakan semua orang bercanda yang dia sudah dengar dari teman lain.
Pak Mujia melukiskan plesetan sebagai ‘ menjungkirbalikan singkatan,
sehingga mengundang tawa dan maknanya menjadi konyol…ungkapan pejabat negara,’
(129:2002). Biasanya plesetan tidak bisa menjelaskan kecuali lewat
contoh-contoh.
Saya sudah dapat kebanyakan contoh plestan dari orang yang diwawancanai
saya. Semua orang sudah tahu satu atau dua plesetan yang baik. Saya juga dapat
beberapa dari Pak Mujia dan dari internet.
Harmoko dulu adalah Menteri untuk
Informasi pada hampir lima belas tahun, dan orang-orang di mana mana panggil
dia Hari-hari omong kosong.
Politik = poli + tikus (banyak tikus)
Tommy Suharto, anak mantan Presiden
Suharto, dulu ingin memiliki perusahaan yang membuat mobil nasional Indonesia
pertama. Mobil bernama Timor. Tommy juga terkenal untuk kehidupan yang kaya,
memiliki Rolls Royce biru dan pergi ke banyak pesta.
Tetapi walaupun dia menerima hak-hak
tunggal dari Bapaknya untuk membuat mobil ini, pada 1998 dia terpaksa berhenti
oleh IMF. Kemudian dia melarikan diri dari tuntutan korupsi (Putra, 2001).
TIMOR = Tommy Itu Memang
Orang Rakus.
Amien Rais = Amien Rasis
Menurut aktivis-aktivis, Amien Rais
tidak suka orang asing atau orang Kristin.
UUD = Undang Undang Dasar, atau
Ujung-Ujungnya Duit.
Koalisi Kebangsaan (PDI-P + Golkar) =
Koalisi Kebangsatan
Menurut aktivis-aktivis, koalisi ini
berisi dua partai yang terlebih jahat.
Orang yang pedukung SBY sebelum pemilu
dilaporan menyatakan, ‘Rutenya Surabaya-Jogjakarta pulang pergi.’ Surabaya
sering dipanggil sebagai SBY, seperti Susilo Bambang Yudoyono, dan Jusef Kalla
adalah JK seperti Jogyakarta.
Atau satu yang tidak terkait dengan
partai saja. MPR = Masyarakat Peduli Reformasi.
Orang yang berpikir Megawati memimpin
negara kembali seperti Orde Baru membari dia nama Megawati Suhartoputri. Karena
kebijaksankan lebih dekat dengan Suharto daripada Sukarno.
KKN = Kanan Kiri Nuntun
KUHP = Kasih Uang Habis Perkara
IDT = Ikilo Duwite Teko
Sejarah plesetan
Plesetan lebih biasa dalam Bahasa Indonesia karena bahasa tersebut
menyukai akronim dan singkatan. Kebanyakan orang sudah biasa bermain-main
dengan bahasa waktu mereka mempendekkan kata-kata. Jadi kemudian mereka terus
bermain-main dan membuat lelucon. Mungkin kebingungan tentang arti yang benar
untuk banyak singkatan-singkatan menimbulkan orang membuat arti sendiri, dan
itu yang paling lucu akan diingat. Ada lebih banyak plesetan dalam Bahasa
Indonesia daripada Bahasa Inggris, karena ada juga lebih banyak singkatan, dan
hal dua ini berkaitan.
Ada teori bahwa plestan lebih biasa selama masa Suharto karena
pemerintahannya lebih kuat tentang kebebasan berbicara. Dulu banyak orang biasa
mengikuti perlawanan yang simbolis seperti plesetan, daripada perlawan
langsung, karena risiko terlalu tinggi. Bagaimanapun, plestan masih biasa dalam
masa ini, karena orang-orang masih kurang suka pemerintah. Itu sesuatu yang
tidak bisa berhenti, ini akan selalu terus.
Teori ini tidak bisa mengukur dengan kwantitatif supaya tahu kalau
plesetan lebih biasa sekarang atau pada masa dulu. Itu bisa hanya dinilai
secara perorangan oleh penglihatan dan ingatannya yang mungkin tidak dapat
percaya.
Perlawan yang tidak langsung
Walaupun aktivis menggunakan semboyan-semboyan dalam demonstrasi,
mereka tidak menggunakan plesetan. Beberapa aktivis-aktivis percaya bahwa
plesetan akan membuat bingung isu-isu yang penting, dan plesetan tidak membuat
perubahan yang benar. Mereka lebih suka tindakkan yang umum dan langsung. Orang
yang merasa sinis menggunakan plesetan, tetapi mungkin kepercayaan ini juga
menjaga keadaan demikian yang seorang tidak mempunyai kekuasaan. Karena mereka
tidak percaya perubahan dibuat mereka. Aktivis-aktivis percaya bahwa kalau
orang-orang ingin merubah pemerintah, mereka seharusnya berhubungan organisasi
dan berjuang untuk merubah bersama-sama dengan orang lain.
Walaupun, menurut Pak Mudjia, plesetan adalah bahasa yang simbolis
digunakan dalam melawan para elite politik. Menurut dia, rakyat kecil tidak
menikmati perubahan dari satu orde ke orde lain, karena mereka masih miskin dan
marginal siapa saja yang menjadi Presiden. Mereka juga tidak percaya bahasa
yang digunakan para pejabat, akibatnya masyarakat mulai membuat perlawanan yang
simbolis melalui plesetan. Plesetan mungkin tidak menyebabkan pemerintah turun,
tetapi ini masih cara yang penting untuk perlawanan.
Plesetan adalah pemberontakan yang simbolis, cara untuk orang lemah
melawan wibawa, dan karena pleseten dasarnya bercanda saja, perlawanan ini
adalah tidak langsung. Dalam budaya Indonesia, sudah biasa untuk seorang tidak
dicela secara langsung, semua orang akan menghindari mengatakan sesuatu yang
akan menyakiti hati. Tetapi sekalipun plesetan dianggap lelucon, mereka berisi
isu-isu politik yang serius. Dengan jenaka satu kalimat bisa menampakkan dengan
cepat kebenarannya. Sifat itu bisa ketahuan dari plesetan-plesetan. Isu-isu
yang perkembang dalam masyarakat luas pada saat itu. Isu-isu seperti korupsi,
peran militer dalam pemerintah, politikus-politikus yang rakus dan lain-lain.
Plesetan adalah bahasa yang dibuat rakyat. Bahasa ini berdasarkan
kata-kata resmi, tetapi memberi arti yang baru oleh orang-orang bawah. Orang
biasa sama sekali tidak percaya bahasa dari pemerintah, mereka berpikir semua
politikus-politikus bohong. Kalau orang biasa merasa tidak berdaya merubah
pemerintah, seperti dalam masa Orde Baru ketika orang bisa dipenjara untuk
melawan pemerintahan Suharto, membuat plesetan adalah semacam perlawanan
populer yang tidak langsung.
Tidak ada seorangpun yang tahu di mana atau kapan plesetan dibuat,
tetapi semua orang suka menceritakan lagi kepada semua teman-temannya. Plesetan
disebarkan dari mulat ke mulat, seperti email yang lucu itu kedengarkan oleh
juta-jutaan orang dengan cepat-cepat.
Pemerintah bisa memaksa singkatan-singkatan baru di atas masyarakat,
tetapi para pejabat tidak bisa menguasi bagaimana orang-orang akan berbuat
dengan kata-kata ini. Plesetan adalah satu cara untuk orang-orang memperoleh
kembali bahasanya. Mereka membentuk dan mengubah artinya yang maksud sampai
kata-kata berarti sebaliknya, berarti yang lebih jujur. Akhirnya, kata yang
asli, mungkin nama politikus atau nama kebijakan pemerintah, akan dianggap
seperti lelucon oleh masyarakat. Kata itu akan dihubungkan dengan artinya
lawannya. Setiap kali kata itu berkata di televisi atau di koran, orang-orang
di mana-mana akan kira tentang artinya lain, dan ini akan menguatkan
perlawanan. Cara ini adalah cerdik dan tidak kentara, tetapi masih perlawanan
yang penting.
Semua orang yang diwawancari saya sudah mempunyai banyak contoh
plesetan yang mereka menceritakan saya. Pemilu tahun ini menyebabkan banyak
plesetan baru masuk dalam bahasa. Seorang dosen yang saya wawancarai berkata
dia menerima plesetan lewat telepon genggamnya setiap hari sebelum pemilu.
Semua orang pasti tidak selalu tahu tentang alasan-alasan mengapa
mereka suka mendengar plesetan. Mereka tahu itu lucu dan menyebabkan tertawa,
tetapi mereka mungkin kurang sadar teori bahwa plesetan semacam perlawanan.
Beberapa contoh plestan dibuat baru-baru ini, misalnya yang tentang
pemilu atau politikus tertentu. Tetapi ada plesetan lain yang lebih umum dan
bisa dipakai selama masa apa saja, akibatnya ini menjadi lelucon lama dan
adalah terus berulang-ulang untuk setiap generasi.
Plesetan tidak hanya bahasa orang kecil, karena banyak orang tinggi
dalam masyarakat juga suka itu, tetapi plesetan disebarkan lewat media yang
berbeda dengan media yang menyebarkan singkatan politik. Biasanya plesetan
menyebar daripada mulut ke mulut, atau lewat sms atau internet.
Kadang-kadang itu dimunculkan artikel koran, tetapi tidak dengan serius. Sudah
mengetahui bahwa bahasa digunakan pemerintah supaya membuat rasa solidaritas
antara golongan tertentu dalam masyarakat, dan demikian juga plesetan membuat
solidaritas antara orang dalam rakyat yang tidak suka pemerintah atau tidak
percaya politikus-politikus.
PENUTUP
Bahasa dan politik memang saling mempengaruhi sekali. Bahasa
digunakan dalam bidang politik supaya membuat kesan yang dapat dipercaya baik
untuk politikus tersendiri maupun seluruh partai politik. Kesan yang baik
sangat penting untuk karir politikus, mengunakan bahasa yang salah atau
menghina bisa menyebabkan seorang tidak dipercaya oleh masyarakat atau mungkin
hilang karirnya.
Bahasa juga alat yang paling penting untuk menyebarkan pesan politik
kepada masyarakat. Selama kampanye pemilu politikus-politikus dan
aktivis-aktivis berdua menggunakan semboyan-semboyan supaya meyakinkan
masyarakat mengenai isu-isu. Bahasa yang digunakan selama saat ini adalah
ringkas, berani dan mudah diingat. Kadang-kadang pemerintahan akan dipilih
karena semboyannya sangat baik, sungguhpun artinya tidak terlalu jelas, dan
kebijaksanannya kurang jelas.
Bahasa bisa mengubah cara yang orang-orang pikir. Lewat propaganda
pemerintah atau media massa yang menguasai pendapat umum, atau di sisi lain
lewat bahasa perlawanan digunakan aktivis-aktivis, bahasa emosi bisa mengubah
pendapat masyarakat. Dalam perjuangan politik di antara pihak yang berbeda,
bahasa adalah alat yang penting sekali.
Politik juga mempengaruhi bahasa. Banyak kata dan ungkapan yang baru
dikenalkan bidang politik, dan ada suatu kata-kata yang artinya dirubah kalau
digunakan pemerintah. Misalnya, kalau politikus mengunakan kata dalam
semboyannya, pengertian tambahan akan mengubah dan segera kata itu akan
mengandung yang berbeda.
Politik juga terinspirasi bahasa perlawanan. Orang yang ingin
melawan pemerintah akan mengunakan kata-kata yang mencerminkan pendapatnya.
Orang-orang juga mengunakan bahasa supaya membuat seseorang ditertawakan,
misalnya lewat plesetan.
Pemerintah juga mempengaruhi bahasa karena banyak singkatan yang
baru dibuat oleh mereka. Biasanya kata ini berkaitan politik, tetapi ada banyak
singkatan dalam Bahasa Indonesia pada seluruh bidang. Rupanya orang Indonesia
menyukai eksperimen dengan bahasanya, sebab Bahasa Indonesia sudah terkenal
berisi banyak singkatan. Keadaan ini bisa membingungkan, tetapi kebanyakan
orang telah mengetahui artinya. Hanya seseorang yang di luar bidang tidak akan
memahami. Semakin singkatan dikenalkan dalam Bahasa Indonesia, diberitahui oleh
media massa dan internet. Singkatan adalah populer karena itu lebih pendek,
akibatnya itu lebih cepat dan lebih mudah untuk ditulis. Aspek yang terpenting
adalah bahwa pemerintah biasanya membuat singkatan politik yang baru, tidak
dibuat masyarakat. Singkatan ini juga mempengaruhi wacana politik umum, karena
bahasa politik penuh dengan singkatan politik, dan seseorang yang ingin
mempengaruhi politik harus sudah tahu arti singkatannya.
Wacana politik adalah diskusi di antara pemerintahan dan masyarakat,
lewat media massa dan universitas-universitas. Debat mengenai isu-isu yang
menyangkut negara akan mempengaruhi keputusan pemerintah dan tindaknya. Banyak
orang tidak percaya bahasa digunakan politikus-politikus atau mempercayai
janjinya. Kebanyakan orang yang biasa merasa sinis tentang politik, mereka
merasa bahwa mereka tidak bisa mengubah pemerintah atau menhentikan tindaknya.
Kecuali para aktivis yang bagian bidang politik tetapi di luar struktur politik
utama.
Ada orang yang melawan kebijaksanan pemerintahan karena mereka
percaya dalam perubahan dan bahwa masalah sosial bisa dipecahkan. Mereka tidak
mau menunggu untuk politikus-politikus memperbaiki masalah masyarakat, karena
aktivis-aktivis tidak mempercayai politikus-politikus. Mereka ingin mengubah
struktur masyarakat atau mengubah undang-undang saja. Ada macam-macam
organisasi aktivis yang membentuk seputar isu-isu seperti korupsi, hak asasi
manusia, para buruh dan lain lain. Mereka mengunakan cara yang alternatif
mengubah politik. Sebagai pengganti untuk melalui DPR, aktivis-aktivis akan
membangun gerakan populer yang bisa mempengaruhi politik karena
politikus-politikus harus mendengarkan rakyat massa. Organisasi aktivis juga
mengunakan bahasa politik dalam cara yang sama dengan politikus dalam DPR,
tetapi bahasanya lebih berani dan terus terang. Bahasa adalah alat yang
mempunyai kuasa dalam politik, dalam Bahasa Indonesia ada bahasa khusus
membaktikan perlawanan pemerintah.
Plesetan memang sangat lazim dalam Indonesia karena fenonomin ini
berkaitan jargon politik. Keseringan plesetan disebabkan banyak singkatan yang
mendapatkan dalam Bahasa Indonesia, karena orang-orang biasa menikmati mengubah
singkatan resmi menjadi kata yang lelucon.
Plesetan adalah pemberontakan
yang simbolis, secara untuk orang lemah melawan pemerintah atau orang yang
berkuasa. Bebeda daripada aktivis-aktivis yang lebih suka tindak yang langsung,
plesetan tidak mencari mengubah struktur
masyarakat atau menurunkan Presiden, plesetan hanya perlawanan yang tidak
kentara.
Plesetan tidak mencela langsung, karena dalam budaya Jawa sifat ini
sudah biasa. Dan karena itu tidak langsung, orang yang dicela tidak bisa
memarahi karena plesetan hanya lelucon saja, dan tidak ada orang yang tahu dari
mana lelucon itu dibuat.
Tetapi sekalipun plesetan dianggap lelucon, itu berisi isu-isu
politik yang serius, misalnya korupsi, perang, politikus yang rakus dan
lain-lain.
Kata-kata tersebut dibuat rakyat dan mencerminkan ketidakpercayaanya
kepada pemerintah. Siapa saja menjadi presiden, apa saja Orde, orang bawah akan
masih kemiskinan. Mengubah dan menbentuk kata resmi adalah satu cara untuk
melawan keadaan ini. Dari saat itu, arti singkatan resmi dan arti plesetan akan
selalu dihubungan, macam perlawanan yang cerdik.
Bahasa digunakan
dalam bidang politik untuk banyak alasan dan dalam bermacam-macam cara. Bahasa
bisa digunakan baik orang dalam politik maupun orang yang di luar struktur
politik utama dan karena oleh itu, bahasa adalah terpenting alat dalam politik
yang dapat dicapai kebanyakan orang.
loading...
0 Response to "CONTOH MAKALAH LENGKAP TENTANG POLITIK INDONESSIA"
Post a Comment