https://ylx-4.com/fullpage.php?section=General&pub=234891&ga=a

KUMPULAN MAKALAH SOSIOLOGI TERBARU TENTANG TAWURAN



MAKALAH
KENAPA TAWURAN ANTAR PELAJAR MASIH HARUS TERJADI?
(BASED ON THE THEORY OF STRUCTURAL-FUNCTIONAL APPROACH)

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Tawuran yang terjadi belakangan ini terus menyisakan perih dan tanda tanya besar bagi negeri ini, kenapa tawuran harus terjadi lagi dan lagi, seakan tak ada yang peduli untuk berpartisipasi menyelesaikan masalah lama yang kini menghangat kembali untuk dibahas karena telah terlalu banyak meminta korban. Menarik memang jika dikaji lebih mendalam, mengingat banyaknya pihak yang harus berperan aktif sebagai kontrol sosial agar masalah lama ini tidak berulang lagi. Peran keluarga, sekolah, pihak berwenang dan yang terpenting adalah peran aktif masyarakat yang berada diarea dimana tawuran itu terjadi akan berpengaruh besar terhadap aksi anarkis tersebut kedepannya.
Makin maraknya geng-geng yang dibentuk, membuat tawuran juga semakin marak terjadi, karena pada dasarnya masalah pelajar sebagai generasi muda pada umumnya ditandai oleh keinginan untuk melawan dan bersikap apatis. Perilaku anarki yang kerap kali dipertontonkan ditengah-tengah masyarakat. Mereka sudah tidak peduli lagi jika perbuatan yang mereka lakukan tersebut sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika ditakuti oleh orang-orang atau lawan disekitarnya. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagi sebuah tantangan.
Jika menilik duduk perkara mengenai tawuran yang melibatkan pelajar, termasuk juga tawuran yang baru-baru ini terjadi seperti tawuran antara SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta yang menewaskan seorang pelajar, seolah-olah  mengindikasikan bahwa tawuran menjadi pemecah solusi yang sangat efektif dari setiap permasalahan yang mereka hadapi. Lalu pertanyaannya, apakah harus demikian? Segala fenomena yang ada di alam ini sebenarnya bisa dicegah agar tidak terjadi, walaupun terjadi setidaknya kemungkinan yang ditimbulkan bisa diminimalisir.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan muncul permasalahan yang perlu dikaji kembali untuk mencari solusi terbaik yang terumuskan kedalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
·         Dimana kontrol sosial pelajar yang timpang, sehingga tawuran masih marak terjadi?

C. Tujuan
·         Menganalisis penyebab terjadinya tawuran antar pelajar
·         Menemukan solusi terbaik untuk mencegah dan menyelesaikan terjadinya tawuran antar pelajar agar tidak terulang kembali
BAB II
LANDASAN TEORI


Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Tawuran berasal dari kata “tawur” yang berarti perkelahian ramai-ramai/perkelahian massal. Sedangkan “pelajar” adalah anak sekolah/anak didik/murid/siswa. Jadi tawuran antar pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh anak sekolah/anak didik/murid/siswa secara ramai-ramai/massal.
Secara psikologis perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu kenakalan remaja (junevile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal perkelahian dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu delikuensi situasional dan delikuensi sistematik.
1.      Delikuensi situasional adalah perkelahian yang terjadi karena situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan ini biasanya dilakukan karena adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat, sedangkan
2.      Delikuensi sistematik adalah perkelahian yang trerjadi karena keterlibatan remaja tersebut dalam suatu kelompok, organisasi atau geng dimana didalamnya terdapat peraturan, norma dan kebiasaan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Sehingga akan menumbuhkan kebanggan saat anggota tersebut bisa melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya, tidak terkecuali seperti berkelahi.
Jika tawuran memang sudah tidak terelakkan, setidaknya tawuran bisa dicegah atau dihentikan oleh peran kontrol sosial yang ada diantara pelajar tersebut, seperti keluarga, sekolah, pihak berwenang dan masyarakat karena tidak mungkin tawuran berlangsung tanpa adanya proses. Namun kesemua kontrol sosial tersebut tidak bisa bersinergi secara bersamaan, karena terbatasnya daya pantau area kontrol sosial tersebut. Lalu siapakah kontrol sosial yang paling berperan saat tawuran terjadi? Jawabannya jelas, terletak pada masyarakat yang berada disekitar areal tawuran tersebut.
Menurut Charles P. Loomis,  masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus terdiri atas sembilan unsur berikut ini,
1) Kepercayaan dan Pengetahuan
Unsur ini merupakan unsur yang paling penting dalam sistem sosial, karena perilaku anggota dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka yakini dan apa yang mereka ketahui tentang kebenaran, sistem religi, dan cara- cara penyembahan kepada sang pencipta alam semesta.

2) Perasaan                                      
Unsur ini merupakan keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya, termasuk di dalamnya sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan situasi kejiwaan tertentu yang sampai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan.

3) Tujuan
Manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap tindakannya mempunyai tujuan- tujuan yang hendak dicapai. Tujuan adalah hasil akhir atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus dicapai, baik melalui perubahan maupun dengan cara mempertahankan keadaan yang sudah ada.

4) Kedudukan (Status) dan Peran ( Role )
Kedudukan (status) adalah posisi seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasi, hak, serta kewajibannya. Kedudukan menentukan peran atau apa yang harus diperbuatnya bagi masyarakat sesuai dengan status yang dimilikinya. Jadi peran ( role ) merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sehubungan dengan status yang melekat padanya. Contohnya seorang guru (status) mempunyai peranan untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan atau menyampaikan materi pelajaran kepada siswa- siswanya.

5) Kaidah atau Norma
Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut kelompok atau masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial merupakan patokan-patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi- situasi tertentu dan merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata- pranata sosial yang menyusun sistem itu sendiri.

6) Tingkat atau Pangkat
Pangkat berkaitan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Seseorang dengan pangkat tertentu berarti mempunyai proporsi hak-hak dan kewajiban- kewajiban tertentu pula. Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian terhadap perilaku seseorang yang menyangkut pendidikan, pengalaman, keahlian, pengabdian, kesungguhan, dan ketulusan perbuatan yang dilakukannya.

7) Kekuasaan
Kekuasaan adalah setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak- pihak lain. Apabila seseorang diakui oleh masyarakat sekitarnya, maka itulah yang disebut dengan kekuasaan.

8) Sanksi
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan atau balasan yang diberikan kepada seseorang atas perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah ( reward ) dan dapat pula berupa hukuman ( punishment ). Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai dengan norma- norma yang berlaku.

9) Fasilitas (Sarana)
Fasilitas adalah semua bentuk cara, jalan, metode, dan benda- benda yang digunakan manusia untuk menciptakan tujuan sistem sosial itu sendiri. Dengan demikian fasilitas di sini sama dengan sumber daya material atau kebendaan maupun sumber daya imaterial yang berupa ide atau gagasan.

Dari kesembilan unsur tersebut, jelaslah bila sebenarnya peran  masyarakat dalam sistem sosial begitu berpengaruh, begitupun peran masyarakat sebagai kontrol sosial dikehidupan sehari-hari, khususnya bagi para pelajar sudah lebih dari cukup. Tapi sayangnya masyarakat cenderung untuk lebih berdiam diri dan membiarkan tawuran antar pelajar terjadi berulang kali.



BAB III
PEMBAHASAN


Mengarah pada berbagai fenomena yang ada didalam masyarakat saat ini, begitu banyak suatu struktur fungsional suatu sistem dalam masyarakat yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga struktur yang dijalankan hanya berdasar formalitas semata --bukan berdasar pada fungsional lagi-- bahkan yang lebih memperihatinkan, seolah-olah tidak ada lagi sikap peduli terhadap fenomena yang terjadi dalam masyarakat tersebut untuk bersikap  terhadap apa yang seharusnya berjalan dalam sistem masyarakat tersebut.
Maraknya tawuran antar pelajar yang terjadi akhir-akhir ini mengindikasikan sudah hilangnya nurani pelajar kita untuk saling melakukan toleransi antar sesama, mereka cenderung mengedepankan ego dan emosi masing-masing dalam bertindak, sehingga hak dan kepentingan orang lain mereka kesampingkan jauh dari hadapan mereka,  kalau sudah demikian jalan kekerasan pastinya akan menjadi satu-satunya solusi akhir untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi tanpa melihat akibat buruk yang akan ditimbulkan nantinya. Parahnya lagi masyarakat selalu bersikap apatis dan seolah-olah tidak tahu-menahu terhadap kekerasan yang terjadi dihadapan mereka, mereka hanya menyaksikan  dan mencaci apa yang terjadi dihadapan mereka tanpa memberikan sebuah solusi yang bijak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut karena mereka terlalu menganggap wajar apa yang sudah biasa terjadi dihadapannya.
Rendahnya kepekaan masyarakat dalam merespon setiap tindakan yang ditimbulkan remaja atau pelajar, terkadang malah membuat gejolak jiwa para remaja makin tidak karuan, sehingga mereka berusaha menunjukkan eksistensi mereka dalam lingkungan tersebut dengan menyalurkan sebuah pelampiasan yang mreka pendam dalam diri mereka. Jika mengacu pada teori Charles P. Loomis di poin ke-5 berkaitan Kaidah atau Norma,
“Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut kelompok atau masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial merupakan patokan-patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi- situasi tertentu dan merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata- pranata sosial yang menyusun sistem itu sendiri”
sudah bisa mewakili fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial, khususnya bagi pelajar. Dengan demikian, masyarakat harusnya turut berperan aktif terhadap suatu peristiwa yang terjadi disekitar mereka berkaitan layak atau tidak, baik atau buruknya suatu tindakan yang ada dihadapan mereka. Agar sistem yang ada didalamnya berjalan secara teratur.
 Jika dianalisis secara mendalam, sebenarnya ada tiga faktor mendasar yang sering ditemui dan menjadi akar permasalahan penyebab terjadinya tawuran antar pelajar, yaitu;

1.      Tawuran Antar Pelajar Akibat Rasa Setia Kawan yang Berlebihan
Rasa setia kawan atau lebih dikenal dengan sebutan rasa solidartas adalah hal yang lumrah atau biasa kita temukan dalam kehidupan, misalkan dalam persahabatan rasa setiakawan akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa menjadi kuat. Ia bisa menjadi indah ketika ditempatkan dalam porsi yang pas dan seimbang. Namun, rasa setia kawan yang berlebihan akan menyebabkan hal yang buruk, salah satunya adalah mengakibatkan tawuran antar pelajar. Mungkin dari kita pernah mendengar tawuran antar pelajar yang dipicu karena ketersingguhan seorang siswa yang tersenggol oleh pelajar sekolah lain saat berpapasan di terminal, atau masalah kompleks lainnya. Misalkan, permasalahan pribadi, rebutan perempuan, dipalak dan lain sebagainya.
Pemahaman arti sebuah persahabatan memang perlu dipahami oleh masing- masing individu pelajar itu sendiri. Tawuran antar pelajar yang diakibatkan karena rasa setiakawan harus segera dihentikan, karena hal ini akan memicu kawan-kawan yang lain untuk mendapatkan hak atau perlakuan yang sama pada waktu mengalami masalah. Ini dapat menjadikan pelajar malas dalam menyelesaikan masalah dirinya sendiri, tanpa mau menyelesaikannya sendiri dan cenderung tidak berani bertanggung jawab. Menjadi ketergantungan dan akan menimbulkan dampakyang negatif bagi perkawanan itu sendiri.

2.      Tawuran antar pelajar akibat sejarah permusuhan dengan sekolah lain
Kadang permasalahan tawuran antar pelajar dipicu pula dengan adanya sejarah permusuhan yang sudah ada dari generasi sebelumnya dengan sekolah lain, beredarnya cerita- cerita yang menyesatkan, bahkan memunculkan mitos berlebihan membuat generasi berikutnya, terpicu melakukan hal yang sama. Contohnya, sebut saja sekolah A dengan sekolah B adalah musuh abadi, dimana masing- masing sekolah akan melakukan hal yang antipati terhadap sekolah lain. Biasanya, akan ada pelajar yang menjadi perbincangan, semacam tokoh bagi sekolahnya, karena kehebatannya pada waktu berkelahi. Dalam permasalahan tawuran antar pelajar yang dipicu karena permasalahan ini, perlu adanya pendekatan khusus, yang memasukkan program kerja sama dengan sekolah tersebut. Peranan sekolah dan guru memegang peranan penting. Ironisnya, sebuah pertandingan persahabatan. Misalnya, olahraga. Kadang memicu sebuah permusuhan dan perkelahian. Hal ini akhirnya menuntut kecerdasan dan ketelitian pihak penyelenggara dalam mengemas sebuah acara.

3.      Tawuran Antar Pelajar Akibat Jiwa Premanisme
Premanisme bukan istilah yang asing lagi. Premanisme yang berasal dari kata “preman” adalah sebutan orang yang cenderung memakai kekerasan fisik dalam menyelesaikan permasalahannya. Kemenangan di ukur karena kekuatan fisiknya bukan intelektualitas. Premanisme bertolak belakang dengan jiwa seorang pelajar, yang dituntut kecerdasan berpikir, kecerdasan mengelola emosi, dll.
Jiwa premanisme dalam jiwa pelajar dapat dihilangkan karena dia tidak semerta merta muncul begitu saja, ia disebabkan oleh sesuatu hal. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui faktor penyebab sikap premanisme dalam diri pelajar.
Faktor di luar diri pelajar adalah faktor yang kental dapat mempengaruhi ke dalam. Beberapa contohnya adalah: Tayangan- tayangan di televisi, baik film ataupun liputan berita yang menceritakan atau sengaja mengekspose tema- tema kekerasan dapat mempengaruhi psikis remaja. Kekerasan yang terjadi di rumah. Kekerasan yang dimaksud bukan hanya individu pelajar saja yang menjadi korban kekerasan namun kekerasan yang terjadi pada satu anggota keluarganya, dapat mempengaruhi psikis individu. Hal ini yang akan menyebabkan trauma atau kekerasan beruntun yang diakibatkan karena menganggap kekerasan adalah hal yang wajar. Acara awal tahun, orientasi sekolah adalah acara di mana pelajar baru diwajibkan mengikuti kegiatan ini. Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk memahami dan mengenali sekolah, kegiatan serta untuk lebih kenal kawan-kawannya malah cenderung disalah gunakan oleh senior untuk ajang balas dendam dari apa yang pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi junior, pola- pola yang dipakai cenderung dengan pola militer. Hal inilah yang menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Pola yang menjadi semacam suntikan yang terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar terhindar dari pola yang berlebihan, diperlukan adanya pengawasan dari pihak sekolah dan turunnya langsung pengajar dalam kegiatan ini. Kedisiplinan berbeda dengan kekerasan, hal ini seharusnya menjadi tantangan setiap panitia kegiatan dalam mengemas ide, gagasan acara pada waktu perkenalan sekolah, menjadi sesuatu yang inofatif, kreatif sehingga diharapkan lambat laun sikap premanisme akibat perpeloncoan akan menjadi cara kuno dan tidak menarik lagi.
Lalu bagaimana solusinya? Jika tawuran masih belum terjadi, setidaknya pelajar berupaya mencegahnya dengan menerapkan beberapa poin penting berikut yang bisa menjadi alternatif bersama agar tawuran tidak terjadi, antara lain;
1.      Hindari saling ejek
Poin ini begitu penting, pasalnya setiap tawuran umumnya berakar dari perilaku saling ejek diantara dua kubu pelajar yang berseteru, keadaan yang labil dan kebiasaan bertindak dengan mengedepankan emosi, ejekan tersebut bukan tidak mungkin akan berakhir dengan perkelahian bahkan tawuran.
2.      Tidak mengompori perselisihan, sehingga perselisihan yang terjadi tidak semakin meruncing
3.      Menjadi pribadi yang produktif dengan melakukan kegiatan positif
Bentuk poin ini lebih mengarahkan pada bentuk teknis. Ekstrakurikuler dan karang taruna adalah contoh kegiatan positif yang bisa dikategorikan sebagai pencegahan tawuran.
4.      Tanamkan moral religi
5.      Beri pengertian hukum dan sanksi akibat tawuran


Tapi, kalau tawuran sudah terlanjur terjadi, setidaknya masyarakat juga punya sikap tentang apa yang harus mereka lakukan untuk menanggulangi tawuran tersebut, antara lain;
1.      Dinginkan suasana
2.      Lerai pertikaian
3.      Laporkan kepada pihak yang berwajib




BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Kurangnya kepekaan masyarakat dalam menyikapi atau merespon fenomena-fenomena sosial yang terjadi disekitar mereka cenderung akan menambah parah situasi sehingga menumbuhkan fenomena-fenomena sosial baru yang serupa bahkan bisa jadi lebih parah dari fenomena sosial yang terjadi sebelumnya. Sikap apatis masyarakat menyebabkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi serasa diabaikan sehingga secara tidak langsung fenomena sosial tersebut mendapat dukungan kebenaran atas apa yang mereka lakukan, apa yang harusnya bertentangan dengan norma atau kaidah malah menjadi sejalan dengan norma atau kaidah tersebut.
Seperti halnya studi kasus mengenai tawuran antar pelajar yang akhir-akhir ini mulai marak terjadi, masyarakat serasa mendukung atas apa yang pelajar lakukan. Masyarakat sebagai kontrol sosial harusnya bisa membaca dan memberikan solusi bijak terhadap apa yang terjadi dihadapan mereka, karena tanpa adanya peran dan partisipasi dari mereka, tawuran antar pelajar tidak akan pernah berakhir. Karena kita tahu, kontrol sosial yang dilakukan keluarga dan sekolah hanya bisa mengontrol mereka pada saat mereka berada dalam area pengawasan keluarga ataupun sekolah mereka, selebihnya masyarakatlah yang berperan. Oleh karena itu peran aktif masyarakat tentunya sangat dibutuhkan untuk mendidik dan mengarahkan sikap pelajar diluar kendali sekolah dan keluarga tersebut kearah yang lebih positif, bukan hanya berpangku tangan dan menyaksikan kejadian demi kejadian yang terjadi diantara para pelajar. Namun, perlu diingat juga bahwa peran keluarga dan pihak sekolah tidak bisa begitu saja diabaikan, mengingat pondasi dasar perilaku mereka dibangun oleh kedua pihak tersebut. Jika dari pihak keluarga harusnya bisa menanamkan pondasi agama sebagai tameng untuk membentuk iman dan akhlak agar mereka tidak salah dalam bergaul, pihak sekolah harusnya juga bisa menanamkan pondasi moral terhadap pelajar agar bisa menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi dalam bergaul dengan sesama.
Sederhananya, biarpun masyarakat berperan besar dalam kontrol sosial bagi pelajar saat berada diluar lingkungan keluarga dan sekolah, semua pihak yang terlibat dalam pengontrol perilaku sosial pelajar juga harus tetap bersinergi agar sistem yang berada didalamnya tidak terjadi ketimpangan yang bisa membuat pelajar kita melakukan sesuatu hal yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan hidup bersama.

B. Saran
Jika menengok ulang terhadap analisa yang ada mengenai penyebab terjadinya tawuran antar pelajar, beberapa saran berikut bisa menjadi solusi agar angka tawuran antar pelajar bisa ditekan, bahkan bila memungkinkan bisa dihilangkan;
1.      Keluarga sebagai awal tempat pendidikan para pelajar harus mampu membentuk sikap, pola pikir, perilaku, termasuk juga akhlak yang baik untuk para pelajar.
2.      Masyarakat mestinya menyadari akan perannya dalam menciptakan situasi yang kondusif, semisal dengan mengadakan kontrol terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi disekitarnya.
3.      Sekolah harusnya memberikan pelayanan baik untuk membantu pelajar mengasah kemampuan dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Baik dalam kemampuan yang bersifat akademis maupun non-akademis, sehingga tidak ada lagi waktu bagi pelajar untuk melakukan hal yang tidak berguna, terlebih melakukan tawuran.
4.      Hindari ikut berkumpul atau bergabung dengan gang yang memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang mengarah pada hal-hal negatif.
5.      Tanamkan nilai moral dan religius didalam hati agar senantiasa memiliki kesadaran diri untuk tidak berbuat negatif saat kontrol sosial yang berada disekitar melemah atau terjadi ketimpangan.


DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerrjono. 2003. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

loading...

1 Response to "KUMPULAN MAKALAH SOSIOLOGI TERBARU TENTANG TAWURAN"