https://ylx-4.com/fullpage.php?section=General&pub=234891&ga=a

KUMPULAN SKRIPSI PSIKOLOGI LENGKAP HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DAN STRES KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL




HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DAN STRES KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL



BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tentu menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan agar bangsa Indonesia tidak tenggelam di lautan luas persaingan dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Indarjati dan Mildawani (dalam Wulan, 2000) bahwa konsep tentang sumber daya manusia yang berkualitas pada dasarnya ditentukan oleh indikator utama antara lain disiplin, kreatif, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Seseorang dikatakan mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi jika ia dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan adanya etos kerja maupun kedisiplinan, kreatifitas yang tinggi dalam mengerjakan setiap tugas yang dimilikinya.
Instansi pemerintah sebagai penyambung atau penghubung antara Negara dengan rakyatnya, dituntut untuk terus mampu melakukan pembaharuan agar roda pemerintahan dapat berjalan lebih baik dan dapat mengimbangi pesatnya perubahan dunia. Hal tersebut harus dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal dengan Negara-negara lain di dunia. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk terus mengadakan pembaharuan pada sistem pemerintahan yang telah berjalan selama ini adalah dengan cara peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah peletak dasar pelaksana sistem pemerintahan, seperti yang dikemukakan oleh Musanef (1986) bahwa keberadaan
Pegawai Negeri Sipil pada hakekatnya adalah sebagai tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil harus mampu menggerakkan serta melancarkan tugas-tugas pemerintahan dalam pembangunan, termasuk di dalamnya melayani masyarakat. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Gatot (1982) yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah mereka yang telah memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang, serta diserahi tugas dalam jabatan negeri. Sesuai dengan fungsi utamanya sebagai pelaksana utama pemerintahan negeri ini, maka para Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk memiliki etos kerja dan disiplin waktu yang tinggi. Hal ini tentu saja merupakan tantangan yang harus dijawab oleh seluruh Pegawai Negeri Sipil di negeri ini. Bukan hanya di jajaran puncak saja, tetapi juga pada seluruh staf sampai tingkat terendah. Hal ini didasarkan pada satu pemikiran bahwa bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri meski bukan satu-satunya faktor penentu, maju mundurnya negeri ini tergantung pada kinerja instansi pemerintahan, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil itu sendiri.
Tapi akhir-akhir ini yang sering dihadapi sebuah instansi adalah tentang rendahnya produktivitas kerja dilatarbelakangi oleh motivasi kerja yang rendah, pekerja yang suka menunda-nunda pekerjaan, upah rendah, belum terpenuhi kebutuhan minimal pekerja, kesehatan pekerja, atau berbagai tekanan psikis dalam lingkungan pekerjaan. Sehingga menyebabkan pekerja berperilaku seperti mangkir kerja, hubungan interpersonal yang buruk, pekerjaan terbengkalai, target meleset dan stres (Wahyu, 2007).
Stres adalah segala peristiwa/kejadian berupa tuntutan-tuntutan eksternal seperti lingkungan maupun tuntutan-tuntutan internal (fisiologis/psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan keadaan dan tuntutan yang melebihi kemampuan dan sumber daya adaptif individu untuk mengatasinya, sehingga tuntutan dan keadaan (stressor) tersebut menimbulkan ketegangan baik secara fisik maupun psikis. Stres juga dapat didefinikan secara keseluruhan proses yang meliputi stimulasi, kejadian, peristiwa, respon dan iterpretasi individu yang menyebabkan timbulnya ketegangan melebihi kemampuan individu (Rice, 1992).
Stres dapat dialami oleh siapa saja, tidak terkecuali oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller (dalam Rini, 2002), stres yang dihadapi pekerja atau yang lebih sering dikatakan sebagai stres kerja dalam sebuah organisasi berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Sehingga, jika banyak diantara pekerja di dalam organisasi atau instansi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan instansi itu akan terganggu.
Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Stres kerja menurut Morgan & King (1986) adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik, atau lingkungan, dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Banyak hal yang dapat menyebabkan pekerja mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh (Rice, 1992) ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja,
salah satunya adalah kondisi kerja, seperti kondisi kerja yang berlebihan (work overload), beban kerja yang kurang (work underload), people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja dan kemajuan teknologi (technostres).
Beban kerja yang berlebihan (work overload ) bisa diakibatkan oleh banyaknya tuntutan tugas yang diberikan oleh instansi atau perusahaan, namun bisa juga diakibatkan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang PNS menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit (Bernard, 1992). Pada umumnya PNS yang menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian hal itu akan menyebabkan PNS mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, PNS yang menunda-nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding PNS yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas (Tice & Baumeister, 1997).
Menunda-nunda tugas atau yang lebih sering dikatakan sebagai prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara menyeluruh untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-
pertemuan Solomon & Rothblum, (dalam Andrew J. Howell & David C. Watson, 2007). Steel (2004) juga mengatakan bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku menunda suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja dan membuat hasil yang tidak maksimal.
Prokrastinasi sebenarnya telah ada sejak lama, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti di Universitas Ottawa, Canada pada abad ke-17. Prasasti ini ditulis oleh seorang agamawan bernama Walker. Tertulis dalam prasasti itu bahwa prokrastinasi merupakan salah satu dosa atau kejahatan manusia, dengan menunda pekerjaan, manusia akan kehilangan kesempatan serta menyia-nyiakan karunia Tuhan (Ferrari, dkk, 1995).
Hasil penelitian menunjukkan perkiraan mengenai prokrastinasi bahwa (80-90 %) mahasiswa terkait dengan prokrastinasi (Ellis & Knaus, 1977; O’Brien, 2002 (dalam steel, 2007)), kira-kira (75 %) mengatakah bahwa mereka adalah prokrastinator (Potts, 1987 (dalam steel, 2007)), dan hampir (50 %) melakukan prokrastinasi secara konsisten dan problematik (Day, Mensink, & O’Sullivan, 2000; Haycock, 1993; Micek, 1982; Onwuegbuzie, 2000a; Solomon & Rothblum, 1984 (dalam steel, 2007)). Sebagai tambahan, selain sering muncul pada dunia perkuliahan, prokrastinasi juga menyebar secara luas dipopulasi umum dan secara kronis mempengaruhi hingga (15-20 %) orang dewasa (J. Harriott & Ferrari, 1996; “Haven’t Filed Yet,” 2003 (dalam Steel, 2007)).
Prokrastinasi juga muncul sebagai fenomena yang menyebabkan masalah. Orang-orang kebanyakan menilai prokrastinasi sebagai sesuatu hal yang buruk, merusak dan bodoh (Briody, 1980 (dalam Steel, 2007)), dan hampir (95%) Universitas Sumatera Utara
prokrastinator berharap untuk menguranginya (O’Brien, 2002 (dalam Steel, 2007)). Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli mengenai hubungan antara prokrastinasi dengan performansi yang menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan prokrastinasi maka performansinya lebih jelek (Beswick, Rothblum, & Mann, 1988; Steel, Brothen, & Wambach, 2001; Wesley, 1994 (dalam Steel, 2007)), dan begitu juga dengan kesejahteraan individu akan lebih menyedihkan jika melakukan prokrastinasi dalam jangka waktu yang lama (Knaus, 1973; Lay & Schouwenburg, 1993; Tice & Baumeister, 1997 (dalam Steel, 2007))
Prokrastinasi dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja tak terkecuali di lingkungan kerja instansi pemerintah. Budiyanto (2005), menyatakan bahwa banyak keluhan yang datang dari masyarakat tentang kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang menunjukkan masih adanya berbagai keterbatasan yang dipunyai oleh Pegawai Negeri Sipil terutama menyangkut masalah yang berhubungan dengan pelayanan para aparatur pemerintah. Keluhan yang kerap terjadi misalnya yaitu menunda waktu-waktu pelayanan yang semestinya diberikan kepada masyarakat dengan segara, tanpa ada alasan yang jelas. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Tamin (1996) yang mengungkapkan bahwa dari sekitar empat juta Pegawai Negeri Sipil yang tersebar di seluruh Indonesia hanya 40% yang benar-benar profesional, produktif, dan berkualitas. Angka tersebut, memang bukanlah data yang buruk, tetapi alangkah lebih baik lagi jika hanya 40% saja Pegawai Negeri Sipil yang tidak berkualitas.
Prokrastinasi yang kerap mewarnai keseharian Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugasnya akan membawa konsekuensi negatif yang dapat merusak pola peraturan yang ada jika dilakukan dengan alasan yang kurang tepat. Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Burka & Yuen (2008), menjelaskan bahwa dampak dari prokrastinasi adalah adanya penurunan kualitas kehidupan seseorang yang berakibat pada rendahnya kepuasan hidup prokrastinator tersebut. Seorang prokrastinator akan mengalami ketidaknyamanan psikologis yang dapat menyusahkan individu tersebut misalnya rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam akibat tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat waktu. Ditambahkan lagi oleh (Flett, Blankstein & Martin; Melia-Gordon dan Pychyl; Tice & Baumeister dalam Sirois, 2004), bahwa perilaku prokrastinasi juga dapat mempertinggi stres pada pegawai.
Beberapa fenomena tersebut diatas adalah faktor-faktor yang membuat penulis merasa tertarik dan terpanggil untuk meneliti apakah ada hubungan antara prokrastinasi dan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian empiris dilapangan yaitu bagaimana hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan kontribusi akademis untuk memperkaya khasanah hasil penelitian dan pengembangan dibidang psikologi industry khususnya yang berkaitan dengan prokrastinasi dan stres kerja.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi manajemen perusahaan sebagai bahan informasi dan wacana pemikiran dalam usaha meningkatkan kinerja karyawan dengan mengontrol dan memperhatikan permasalahan yang dialami karyawan khususnya yang berkaitan dengan prokrastinasi dan stres kerja, sehingga dapat mencegah maupun mengurangi kemungkinan terjadinya prokrastinasi dan stres kerja yang dapat merugikan bagi instansi maupun pegawai sendiri.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Di sini digambarkan mengenai berbagai tinjauan literatur dan hasil penelitian sebelumnya mengenai prokrastinasi dan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
Bab II Landasan teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang prokrastinasi dan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
Bab III Metodologi penelitian
Bab ini menguraikan identifikasi variabel, defenisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.
Universitas Sumatera Utara
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian.

NB : BAGI SOBAT YANG INGI VERSI LENGKAPNYA SILAHKAN REQUEST DI KOLOM KOMENTAR

Advertisement
loading...

3 Responses to "KUMPULAN SKRIPSI PSIKOLOGI LENGKAP HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DAN STRES KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL"

  1. boleh minta lengkapnya gan? tolong dikirim putra_justice69@yahoo.com makasih

    ReplyDelete
  2. boleh minta versi lengkapnya gan? Kirim ke manurungmadeng@gmail.com

    ReplyDelete
  3. boleh minta lengkapnya.. tlg kirim ke diaspanji@gmail.com

    ReplyDelete