ANALISIS KINERJA RUMAH SAKIT DAERAH BERDASARKAN
BUDAYA
ORGANISASI, KOMITMEN ORGANISASI DAN AKUNTABILITAS PUBLIK
(Survei Pada Rumah Sakit Daerah di Jawa Timur
ABSTRACT
The purpose of this research are to study
and analyze the influence of organizational culture, organizational commitment,
public accountability toward organizational performance simultaneously and
partially. The method of this research is description and explanatory survey.
The units analysis are regional hospital in east java. The data collecting was
carried out by spreading questionnaires to regional hospital managers. The technical method of simple random sampling.
The tool of analyze is path analysis
The result on this research and
hypothesis testing show that: (1) there is correlation among organizational
commitment and internal audit in moderate category; (2) simultaneously,
organizational culture, organizational commitment and public accountability had
significant influence to regional hospital performance; (3) partially, organizational culture and
organizational commitment had positive influence and significant to regional
hospital performance, public
accountability had positive influence but not significant to regional hospital
performance
Key Words:
Organizational Culture Organizational Commitment, Public Accountability and
Organizational Performance
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Upaya pemerintah untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan biaya terjangkau dilakukan
pemerintah daerah dengan perbaikan secara terus-menerus (continous
improvement) baik dalam bidang administrasi, pelayanan, teknologi kesehatan
dan sebagainya. Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indanesia Nomor 228/Menkes/SKIll/2002 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimum Rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh
pemerintahan daerah (http://www dinkesjatim.go.id/data-informasi.html) dan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan
bahwa pembangunan kesehatan merupakan salah satu bidang yang wajib dilaksanakan
oleh pemerintah daerah (propinsi) dan bertanggungjawab sepenuhnya dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat. Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
mempercepat derajat kesehatan masyarakat. Disamping itu, dikeluarkan pula Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 004/Menkes/Sk/I/2003
Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan. Keberhasilan
desentarlisasi ini diperlukan komitmen pemerintah daerah, legislatif,
masyarakat dan stakeholder lain secara berkesinambungan pembangunan
kesehatan
Kondisi ini mendorong RSD yang dulu
merupakan cost centre, dimana semua biaya operasional RSD dibiayai oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui APBD dan APBN, kini harus
memadukan orientasi service public oriented dan profit oriented. Hal
ini bertujuan agar beban anggaran daerah dan pusat dapat dikurangi atau bahkan
apabila memungkinkan RSD menjadi salah satu lembaga penghasil sumber pendapatan
asli daerah (PAD). Oleh karena itu diperlukan pengelolaan RSD yang profesional
menuju terciptanya suatu lembaga publik yang berorientasi pada value for
money (economy efficiency, and efectifity).
Salah satu faktor untuk menciptakan value
for money adalah komitmen yang diciptakan oleh semua komponen-komponen
individual dalam menjalankan operasional organisasi. Komitmen tersebut sering
disebut dengan komitmen organisasi. Komitmen tersebut dapat tercipta apabila
individu dalam organisasi sadar akan hak dan kewajibannya dalam organisasi
tanpa melihat jabatan dan kedudukan masing-masing individu, karena pencapaian
tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat
kolektif. Penelitian yang dilakukan oleh Kouzes, menunjukkan bahwa kredibilitas
yang tinggi mampu menghasilkan suatu komitmen, dan hanya dengan komitmen yang
tinggi, suatu perusahaan mampu rnenghasilkan bisnis yang baik (Kouzes, 1993:
32, Setyo Riyanto, 2002: 47). Mowday et.al (1979), komitmen organisasi
merupakan keyakinan dan dukungan terhadap nilai dan sasaran (goal) yang
ingin dicapai organisasi. Individu yang berkomitmen tinggi akan berpandangan
positif dan berusaha berbuat terbaik bagi perusahaan (Porter, et.al, 1979).
Terkait dengan rerangka manajemen
berbasis kinerja, setiap individu bertanggungjawab atas kinerja. Grote (1997)
terdapat lima tanggung jawab utama yang harus dipenuhi oleh setiap individu
dalam organisasi untuk menciptakan kinerja yang diinginkan yaitu: (1)
memberikan komitmen terhadap pencapaian tujuan, (2) meminta umpan balik atas
kinerja yang telah ia lakukan, (3) melakukan komunikasi secara terbuka dan
teratur dengan manajernya, (4) mendapatkan data kinerja dan membagi data itu
kepada pihak lain, dan (5) menyiapkan diri untuk dievaluasi atas kinerja yang telah ia capai.
Selain
komitmen organisasi faktor yang tidak kalah pentingnya berpengaruh pada kinerja
organisasi adalah budaya organisasi. Budaya organisasi yang baik tentunya akan
mempengaruhi kualitas pelayanan rumah sakit yang baik pula. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tjiptono (2000: 75), yang mengemukakan bahwa kualitas pelayanan
sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh banyak aspek salah satunya adalah budaya
organisasi dan cara pengorganisasiannya. Budaya organisasi sangat berpengaruh
terhadap perilaku para anggota organisasi, sehingga jika budaya organisasi
suatu rumah saklt baik, maka tidak mengherankan jika anggota organisasi adalah
orang-orang yang baik dan berkualitas pula. Sehingga tidak salah jika Schein (1984), mengungkapkan
bahwa banyak karya akhir-akhir ini berpendapat tentang peran kunci budaya
organisasi untuk mencapai keunggulan organisasi. Budaya organisasi baik secara
langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap komitmen organisasi
dan kinerja.
Robbins
(1998: 595), terdapat tujuh karakteristik primer untuk memahami hakikat dari
budaya organisasi yaitu: (1) inovasi dan pengambilan keputusan (innovation
and risk taking), (2) perhatian pada
rincian (attention to detail), (3) orientasi pada hasil (outcome
orentation), (4) orientasi pada orang (people orentation), (5)
orientasi pada tim (team orentation), (6) Agresivitas (agresiveness)
dan (7) kemantapan (stability).
Dalam konteks organisasi pemerintahan,
akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik dan konstituen
lainnnya yang menjadi pemangku kepentingan (stakeholder) (Mahmudi, 2005:
9). Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban untuk menjelaskan dan
menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah, sedang dan direncanakan akan
dilaksanakan organisasi publik. Oleh karena itu, akuntabilitas pemerintah
seharusnya tidak hanya memusatkan pada pemanfaatan sumberdaya (input)
semata tetapi juga pada kinerjanya (Herbert Leo, 1997). Akuntanbilitas publik
sesuai dengan karakteristik good governace berkenaan dengan (1) paricipation;
(2) rule of law; (3) transparancy; (4) Responsiveness; (5)
consensus orientation; (6) equitty; (7) effectiveness and
efficiency; dan (8) strategy vision (Mardiasmo, 2002; UNDP dalam
LAN, 2000)
Pengukuran kinerja dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan balanced scorecard yang memadukan pengukuran
finansial dan pengukuran non finansial yang sangat cocok digunakan untuk
mengukur kinerja lembaga atau organisasi sektor publik termasuk RSD. Balanced
scorecard terdiri empat perspektif yaitu (1) perspektif keuangan, (2)
perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal dan (4) perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan & Norton. 1996: 44), Hongren, Foster,
dan Datar, 2000:461).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah
diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi, komitmen
organisasi dan akuntabilitas publik secara simultan terhadap kinerja organisasi
RSD.
2. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi, komitmen
organisasi dan akuntabilitas publik secara parsial terhadap kinerja organisasi
RSD.
2. LANDASAN
TEORITIS
2.1. Budaya Organisasi
Budaya organisasi menjadi semakin meningkat
ketika baik perspektif kebijakan publik maupun perspektif manajemen publik
dalam administrasi negara masih menyisakan sejumlah masalah dalam masa transisi
di negara sedang berkembang (Minogue, Polidano, Hulme : 1998, 3-4). Kunci dari
sejumlah masalah yang tersisa tersebut menunjuk pada nilai, kepercayaan, dan
norma institusional dan dibarengi pula dengan sikap-sikap individual. Budaya
organisasi adalah nilai-nilai dan keyakinan (belief) yang dimiliki oleh
anggota organisasi, yang dimanifestasikan dalam bentuk norma-norma perilaku
para individu atau kelompok organisasi yang bersangkutan (pendekatan dimensi
praktik) (Hofstede et.al, 1990)
Budaya organisasi dapat terbentuk dalam
waktu yang relatif lama karena ia bersumber dan dapat dipengaruhi oleh budaya
internal, budaya eksternal dan budaya besar (Rahmady, 2005: 310). Menurut Mondy
dan Noe (1990: 87), culture can be characterized by trust in subordinate,
open communication. considerate and supportive leadership, group problem
solving, worker autonomy, information sharing and high output goal. Proses
pembentukan budaya berhubungan erat dalam suatu ciri identik dengan proses dan
pembentukan kelompok yang sangat penting dalam kelompoknya atau ciri kelompok,
pola pembagian pemikiran kepercayaan, perasaan dan nilai-nilai yang dihasilkan
dan pembagian-pembagian pengalaman dan secara bersamaan yang dihasilkan budaya
dari kelompok itu sendiri (Schein, 1992: 87)
Cushway (1995: 25),
menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan
mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para pegawai berperilaku.
Terdapat tujuh karakteristik primer yang digunakan secara bersama dalam
memahami hakekat dari budaya organisasl (Robbins, 1998: 25) yaitu inovasi dan
pengambil risiko, perhatian pada rincian, orientasi pada hasil, orientasi pada
orang, orientasi pada tim, agresivitas dan kemantapan
2.1.
Komitmen
Organisasi
Pada dasarnya komitmen karyawan (individu) akan
mendorong terciptanya komitmen organisasi. Porter, et.al (1998:109), komitmen
organisasi dapat didefinisikan sebagai “relative strength of an individual’s
identification with and involvement in a particular organization”. Aranya
et.al dalam Poznanski dan Blinc (1997:254), komitmen dapat didefinisikan
sebagai :
1. Keyakinan dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi.
2. Kemauan untuk berusaha atau bekerja untuk kepentingan
organisasi.
3. Hasrat untuk menjaga keanggotaan organisasi.
Penelitian terkait dengan komitmen organisasi dilakukan
oleh Natalie J Allen dan John P Meyer (1990), tentang pengukuran anteseden dari
komitmen organisasi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa komponen affective
dan continuance pada komitmen organisasi secara empiris merupakan
konstruk yang dapat dipisahkan dengan tidak ada korelasi. Komponen affective
dan normatif dapat dibedakan, namun terkait keduanya. Komitmen organisasi
dibangun melalui identifikasi individual dengan tujuan organisasi (affective
commitment) dan biaya terkait dengan tetap tinggalnya seseorang pada suatu
organisasi (the “side-bet” theory atau continuance commitment)
serta apa yang sebaiknya dilakukan (normatif commitment) (Meyer,
1990:1)..
Hackket
et.al, (1994) mengatakan bahwa Individu yang memiliki komitmen organisasi yang
merupakan affective commitment melaksanakan perannya karena hasrat yang
ingin dilakukan, hasrat ini berdasarkan identifikasinya pada organisasi dan
keinginannya untuk membantu organisasi mencapai tujuan (Strawser dan Ketchand,
1998:111). Individu yang memiliki bentuk komitmen organisasi berupa continuance
commitment berdasarkan Becker’s (1960) mengenai side-bets theory individu
tetap bekerja untuk organisasi mereka mengakumulasi benefit yang lebih tinggi
daripada mereka mencari pekerjaan lain. Individu dengan normatif commitment
merasa bahwa mereka merasa memang seharusnya komit terhadap organisasi (Allen
& Meyer, 1990:5).
NB : BAGI SOBAT YANG INGIN VERSI LENGKAPNYA SILAHKAN REQUEST DI KOLOM KOMENTAR
loading...
0 Response to "DOWNLOAD SKRIPSI EKONOMI AKUNTANSI LENGKAP 2014 "
Post a Comment