“PENCEGAHAN
DAN PROMOSI KESEHATAN SECARA TRADISIONAL UNTUK PENINGKATAN STATUS MASYARAKAT DI
SUMENEP MADURA”
The health cost
increases higher and higher. This occurs in case of the diagnostic and medical
treatments of the health care are too expensive. There should be efforts to
compress the increased medical treatment cost; one is by carrying out as soon
as possible the earlier prevention treatments and health promotions. The
prevention treatments and health promotions are lower cost and better than
curative. It can be done by using traditional methods. The fact is that the
traditional culture has the enormous conceptions of them, but still it has no
many studies exposed and publicized yet. This research is aimed at discovering:
1) the conceptions of disease preventions and health promotions in the system
of building and environment structures; 2) the conception of disease prevention
and health promotion in the traditional ceremonies; 3) the conception of
disease prevention and health promotion in the traditional body treatment and
beauty care; and 4) the rationalization of that traditional culture in
accordance with the medical science discipline.
The
result of this research shows that the conception of prevention and health
promotion in traditional methods located in Madura area can be categorized into
three preventive stages as stated in medical science such as Primary
Prevention—health promotion; Secondary Prevention—earlier diagnostic and
medical treatments; and Tertiary Prevention—healing. Primary prevention is
preventive actions taken before one is getting illness. The actions are: a) the
health promotion indicated to improve the individual immune toward the health
problems; b) the typical protection that is specific attempts to prevent the
transmission of certain disease taken place.
In
Primary Prevention stage, the prevention is carried out long before a health
disruption occurs. The efforts of this stage are initiated by choosing a
certain sacred place by which the people do not allow to break the traditional
regulations of”nombak tobun”, “nombak songai”, and “nombak lorong”.
Still, in this stage, Madurian always maintain their health by consuming
traditional medicines and this health maintenance is frequently performed all
over body treatments and other medical cares. The traditional ceremony in terms
of ceremonial meal of either circle of life or exorcism ritual (ruat) of
warding off misfortune (tolak balak) can be categorized as primary
prevention as well as secondary prevention. This is a result of ceremonial meal
ritual which can be carried out before and after the health disruption period.
A. PENDAHULUAN
Tingkat kesehatan masyarakat menghadapi tantangan yang sangat berat untuk
saat ini dan periode mendatang. Terlebih lagi jika kita lihat pada masyarakat
miskin yang populasinya semakin meningkat dengan banyaknya perusahaan yang
bangkrut dan PHK. Hal ini disebabkan oleh tingkat biaya kesehatan yang
cenderung semakin meningkat. Peningkatan biaya kesehatan didorong oleh peningkatan
harga barang-barang, termasuk didalamnya adalah harga obat-obatan dan beaya
layanan dokter/rumah sakit. Kondisi ini semakin memperburuk kualitas hidup dan
kesehatan masyarakat.
Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sistem budaya masyarakat yang
potensi manfaatnya sangat besar dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
Pengobatan tradisional merupakan manifestasi dari partisipasi aktif masyarakat
dalam menyelesaikan problematika kesehatan dan telah diakui peranannya oleh
berbagai bangsa dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pemanfaatan obat tradisional untuk pengobatan sendiri (self care)
cenderung meningkat. Pada tahun 1999 baru mencapai 20,5 persen, tapi menurut
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di tahun 2001 angkanya menjadi
31,7 persen.
Oleh karena itu dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat pengguna pengobatan tradisional adalah merupakan kewajiban bersama untuk menggali, meneliti, menguji serta mengembangkan obat-obat dan cara pengobatan tradisional tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mendatangkan manfaat yang setinggi-tingginya bagi masyarakat banyak.
Oleh karena itu dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat pengguna pengobatan tradisional adalah merupakan kewajiban bersama untuk menggali, meneliti, menguji serta mengembangkan obat-obat dan cara pengobatan tradisional tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mendatangkan manfaat yang setinggi-tingginya bagi masyarakat banyak.
Budaya merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan. Adaptasi
dalam arti luas meliputi seluruh perilaku dan kebiasaan dan termaktub dalam
pikiran, pengetahuan, sikap dan praktek yang semuanya ditujukan sebagai bentuk
reaksi terhadap lingkungan (dan perubahannya) baik internal maupun eksternal.
Kesehatan, kesakitan dan penyakit adalah bagian dari lingkungan manusia yang
perlu mendapatkan tanggapan (respon). Upaya untuk memperoleh kesehatan adalah
bentuk reaksi manusia terhadap lingkungannya. Reaksi ini dapat bervariasi
bergantung pada persepsi dan pengetahuan orang mengenai sebab dan cara
memperoleh kesehatan. Demikian pula respon terhadap sakit dan penyakit dapat
beranekaragam, satu orang dengan orang lainnya dapat berbeda dan dapat pula
sama.
Lingkungan budaya tradisional Madura kaya akan kearifan, termasuk dalam
bidang prevensi dan promosi kesehatan. Belum banyak diungkap
bagaimana kearifan ini tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat.
Diperlukan upaya penggalian budaya kesehatan tradisional untuk revitalisasi dan
memperkuat basis masyarakat (community base) dalam pembangunan kesehatan
sebagaimana diamanahkan dalam pembangunan nasional.
Penelitian etnomedis ini akan mengungkap konsepsi pencegahan dan promosi
kesehatan dalam budaya tradisional yang terdapat dalam penentuan tata letak
bangunan, upacara selamatan (tolak balak), perawatan tubuh dan kecantikan.
Penelitian ini akan menganalisis konspsi budaya tersebut berdasarkan disiplin
ilmu kesehatan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional, budaya dan perilaku bertindak
sebagai komponen input yang terlibat dan sangat menentukan keberhasilan
program kesehatan masyarakat.
Penelusuran dan pendokumentasian budaya pencegahan dan promosi kesehatan
Madura melalui suatu penelitian ini sangat penting untuk mengungkap lingkungan
budaya local dan kearifan local serta melestarikan sumberdaya masyarakat
dibidang kesehatan.
Sistem kesehatan tradisional tidak hanya mengenal
pengobatan saja, ada upaya lain yang bersifat preventif dan promotif sebelum
tindakan pengobatan diperlukan. Konsepsi prevensi dan promosi dalam kesehatan
tradisional ini sangat kurang dikenal. Upaya tersebut terkandung dalam budaya
leluhur yang perlu diteliti dan digali untuk mengungkapnya dalam rangka
menguatkan perananya bagi peningkatan status kesehatan masyarakat.
B. MASALAH YANG DITELITI
Sudah sejak lama kesehatan tradisional menjadi perisai
masyarakat dari berbagai gangguan penyakit. Berbagai sumber telah mengakui
keamanan dan kemanfaatan sistem tradisional di bidang kesehatan. Akan tetapi
sejalan dengan perkembangan waktu dan budaya modern, kekayaan leluhur ini
semakin ditinggalkan dan dilupakan. Budaya tradisional yang disinyalir banyak
memiliki kearifan lingkungan telah mengalami erosi yang dahsyat, sehingga
sebagian besar dari generasi sekarang sudah tidak mengetahui dan tak peduli
lagi dengan warisan leluhur tersebut (Handayani, 2003). Erosi ini dipercepat
dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai segala sesuatu yang
serba instan, dan bercorak modern. Agar perubahan zaman tidak menggerus semua
kearifan tradisional maka diperlukan upaya revitalisasi melalui penelitian.
Konsepsi kesehatan tradisional yang dikenal secara luas baru
terfokus pada pembuatan obat atau ramuan saja.
Sesungguhnya kesehatan tradisional memiliki konsepsi mengenai pencegahan
dan peningkatan (promosi) kesehatan. Kedua upaya ini belum banyak dikenal,
padahal dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, upaya prevensi
dan promosi memiliki kedudukan strategis, karena lebih murah dalam
pembiayaan dan mudah dalam pelaksanaan. Penelitian ini berupaya menggali nilai
pencegahan dan promosi kesehatan dalam budaya tradisional Madura.
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengungkap
konsepsi pencegahan dan promosi kesehatan menurut budaya tradisional Madura.
Secara khusus bertujuan untuk mengetahui :
1.
Konsepsi pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan yang terdapat dalam tata letak bangunan dan
lingkungan.
2.
Konsepsi pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan yang terdapat dalam tradisi (upacara) selamatan.
3.
Konsepsi pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan yang terdapat dalam tradisi perawatan tubuh dan kecantikan.
D. METODE PENELITIAN
Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu model
penelitian nyang berusaha membuat gambaran/paparan secara cermat terhadap
fenomena sosial tertyentu tanpa melakukan intervensi dan penyusunan hipotesis.
Pendekatan yang dianut pada penelitian ini adalah pendekatan emik dan etik.
Dengan pendekatan emik, konsekuensinya peneliti mencatat apa saja yang
dilakukan dan diharapkan oleh masyarakat berkaitan dengan praktek budaya
tradisional. Dengan pendekatan etik, peneliti bermaksud menelaah kebenaran
ataupun justifikasi ilmiah dari praktek budaya tradisional yang terjadi dengan
disiplin ilmu kesehatan masyarakat (Baroto, 1999). Teknik pengumpulan data
menggunakan metode survey, observasi partisipatorik, wawancara mendalam serta
kajian kepustakaan. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan
teknik analisis kuantitatif dan kualitatif dengan analisis isi (content
analysis).
E. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Karena pentingnya kesehatan bagi
seseorang, maka masyarakat tradisional Madura memiliki mekanisme untuk menjaga
kesehatannya. Jauh sebelum melakukan upaya-upaya yang sifatnya pengobatan,
masyarakat telah memiliki konsepsi pencegahan agar tidak terjadi suatu musibah
yang disebut sakit maupun penyakit.
E.1. Tata Letak Bangunan
Konsepsi pencegahan terhadap
penyakit ini pertama-tama dimulai dari lingkungan rumah. Komponen rumah
yang perlu mendapatkan perhatian agar dapat menghindarkan dari berbagai ancaman
(termasuk penyakit) adalah pemilihan tempat dan pengaturan letak bangunan (tata
letak) atau yang dikenal sebagai hong sui dalam kebudayaan China.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa masyarakat Madura mengenal dua hal yang harus dihindari (menjadi
pantangan) dalam memilih tempat untuk perumahan, yaitu :
1. Tempat
(tanah) yang “nombak lorong” : yaitu tempat yang berhadapan lurus dengan
jalan umum, baik jalan besar ataupun kecil. Tempat seperti ini akan
memungkinkan pintu rumah atau pintu pekarangan rumah akan berada lurus dengan
arah jalan. Tempat seperti ini menurut keyakinan orang madura akan memberikan
kegoncangan dalam hidup, termasuk penyakit.
2. Tempat
(tanah) yang “nombak tobun”.
Tobun adalah sawah atau ladang. Nombak tobun artinya berhadapan lurus
dengan sawah atau ladang. Menurut
kepercayaan, tempat yang demikian akan menyebabkan penghuninya mudah terserang
penyakit.
Masih ada konsep lain yang ditemukan di desa Gadu Barat Ganding Sumenep
yaitu konsep “Nombak Songai” dan “Nombak Soksok”. Nombak Sungai adalah posisi
rumah atau bangunan rumah yang berada di pinggir sungai dan lurus dengan sungai
yang memanjang dari arah manapun, walaupun akhirnya sungai tersebut berbelok di
samping pekarangan rumah. Sedangkan “Nombok Soksok” adalah selokan panjang dan
lurus dengan bangunan rumah.
Hasil penelusuran terhadap kepatuhan masyarakat terhadap konsepsi
tradisional ini menunjukkan bahwa masyarakat masih sangat mematuhi 4 konsep di
atas. Terdapat dampak ekonomi pada keempat posisi yang tidak diharapkan yaitu
mengakibatkan harga tanah yang berada di posisi nombak tabun, lorong sungai dan
nombak soksok setingkat dengan tanah bukan pekarangan, harga tanah pekarangan
bisa 2x lipat tanah lain (tidak cocok buat pendirian rumah), apalagi di pinggir
jalan raya bisa 4x lipatnya.
Apabila seseorang membangun rumah yang berada di nombak tabun, lorong,
sungai dan soksok, maka seluruh penghuninya akan terjangkit penyakit aneh
karena pengaruh jin/syetan terutama ketika tidur, terjangkit penyakit yang
sulit obatnya dan akhirnya mati satu persatu (malespes: Madura), ekonominya
seret atau mudah tapi tidak barokah/tidak cukup untuk makan (tak seral berkat).
Akibat lain adalah mudah diguna-guna/disihir/disantet. Beberapa responden
menyatakan : “bahwa jalan panjang tabun, sungai dan soksok yang memanjang
merupakan jalan utama para jin dan syetan sehingga orang yang membangun rumah
berada lurus/nombak dengan salah satu di atas berarti telah memotong jalan
syetan/jin atau mengganggunya, maka mereka tidak akan terima dan sepanjang
orang tersebut berada di rumah tersebut terus menerus diganggunya sebagai
pembalasan jin atas kesewenang-wenangan manusia”.
Sementara itu ada posisi tempat mendirikan rumah yang menjadi idaman
orang madura ialah pancoran emas,
yaitu tanah di dataran yang agak miring ke timur laut. Posisi ini jika
didapatkan menyebabkan penghuninya memperoleh kesehatan, kesejahteraan dan
kebahagiaan. Umumnya masyarakat masih mengetahui konsep Pancaran Emas. Menurut
mereka tanah yang masuk kategori pancoran emas adalah tanah yang asli atau
secara geografis memang berposisi miring ke timur laut, bukan rekayasa manusia seperti
pancoran (jalan keluar air) di atap Ka’bah.
Masyarakat masih sangat mematuhinya karena apabila seseorang membangun
rumah di tanah pancoran emas semua usaha ekonominya diyakini akan berhasil dan
sukses, hartanya dengan mudah datang tanpa diduga sehingga dengan ia akan
“Tekah Hajet” (mudah naik haji). Semua usahanya barokah (sera’ berkat: Madura)
tidak usah banyak, pasti akan lebih dari kebutuhan sehari-hari, penghuninya
bakal tentram, akur dan sakinah serta terhindar dari segala penyakit yang
datang dari syetan.
Dari aspek tata letak bangunan (arsitektur), orang Madura mengenal konsep
taneyan lanjang. Konsep penataan pemukiman secara adat ini menurut Rifai
(1994) menyiratkan kearifan lingkungan karena tata letak bangunan rumahnya
diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara dengan
baik dan menyisakan halaman yang panjang. Taneyan lanjang ini
menyiratkan penataan ruang yang berwawsan kesehatan lingkungan. Kompleks
pemukiman yang masih mengindahkan warisan leluhur ini mudah kita jumpai di
pelosok desa di Sumenep. Sementara itu di daerah perkotaan atau pinggiran jalan
sudah jarang ditemukan.
Disamping konsep taneyan lanjang, orang madura juga memiliki konsep lain
yang terkait dengan pengaturan pekarangan dan sumur serta rumah. “Konsep
Pangkalan” dan pengaturan bangunan dalam pekarangan dan sumur. Ada kepercayaan
lain dalam membuat jalan masuk pekarangan rumah dimana setiap sisi pekarangan
harus dibagi 9 dan setiap bagian tersebut memiliki pengaruh atau khasiat
tersendiri bagi penghuninya baik negatif maupun positif, termasuk aspek
kesehatan.
Beberapa hal yang relevan untuk dilaporkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. Kemiringan tanah menurut masyarakat Madura memiliki
kecenderungan yang bermacam-macam termasuk pancoran emas, tetapi banyak juga
lainnya. Macam-macam kemiringan bumi untuk pekarangan di antaranya. Bumi dan
tanah miring ke timur pertanda bagus, kaya harta dan emas. Bumi atau tanah
miring ke barat pertanda jelek, banyak penyakit dan penghuninya sering bertengkar.
Tanah miring ke utara pertanda bagus karena kuat, amal banyak dan apabila
diberi takdir kekayaan maka akan turun pada anak cucunya. Tanah miring ke
selatan pertanda jelek karena suka dibenci tetangga.Tanah miring ke barat dan
ke timur / tinggi di tengah pertanda bagus seumur hidup dan banyak harta.
Untuk memperoleh dampak kesehatan bagi penghuninya maka dalam membangun
rumah masyarakat Madura tidak dapat dilepaskan dengan tradisi upacara
selamatan. Upacara selamatan dalam membangun rumah di Madura banyak macamnya
antara desa berbeda-beda.
E.2.
Tradisi (Upacara) Selamatan
Konsepsi pencegahan terhadap
suatu penyakit yang kedua tampak dari tradisi upacara ritual yang
berkaitan dengan siklus kehidupan manusia madura. Terdapat upacara adat yang
didalamnya dilakukan permohonan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan hidup
kepada Tuhan. Upacara tersebut meliputi upacara nandhai (jika seorang
istri ada tanda-tanda hamil), upacara pelot pertama (bila kehamilan
mencapai 3 bulan), upacara pelot betteng atau pelet kandhung (jika
kehamilan mencapai usia 7 bulan), upacara kelahiran (menjelang kelahiran),
upacara toron tanah (jika bayi telah lahir berusia 7 bulan) dan upacara
khitan (usia 10 tahun, bagi anak laki-laki).
Ada satu lagi ritual masyarakat
madura berkaitan dengan upaya penolakan terhadap kemungkinan terjadinya bala’
(musibah, wabah penyakit). Upacara adat ini disebut Rokat Tolak Balak.
Misalnya di suatu tempat terjadi berjangkit wabah penyakit muntah dan berak
(muntaber), tentu hal ini sangat merisaukan masyarakat. Maka kemudian datanglah
seorang berilmu (kiyahi) yang menyarankan perlunya dilakukan upacara rokat
dengan bahan upacara yang sudah ditentukan.
Bahan upacara yang diperlukan
terbuat dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bahan dari tumbuhan misalnya bigilan
(biji buah nangka = panjilan) yang ditaruh di leppe’ (piring
kecil atau piring untuk cangkir) untuk upacara nandhai. Jumlah bigilan
tergantung umur kehamilan, jika kehamilan usia 1 bulan, maka ditaruh sebuah bigilan,
jika usia kehamilan bertambah 2 bulan, maka ditaruh 2 buah bigilan, dan
seterusnya. Bunga rampai yang terdiri dari kembang babur, dua buah kelapa
gading, jamu tradisional dek ceceng (bahannya : temu, jerango,
kunyit, daun pepaya), jamu bengkes, dan cengkele serta nasi ketan untuk upacara pellet
beteng atau pellet kandhung. Bubur nasi dengan gula merah, bunga
telon (kantil, mawar, kenanga) untuk
upacara rokat. Bahan dari hewan terdiri dari ayam, telur dan ayam polos (putih
atau hitam) untuk upacara daur hidup dan upacara rokat tolak bala’.
Semua ritual yang dilakukan
menunjukkan bahwa budaya Madura erat kaitannya dengan konsep
makrokosmos-mikrokosmos pada pemahaman (budaya) Jawa. Keserasian hubungan
antara mikrokosmos (alam kecil = alam manusia) dan makrokosmos (alam besar,
jagad raya, Tuhan Semesta Alam) mrupakan pangkal tolak terwujudnya kesehatan,
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Sementara itu ketidak harmonisan hubungan
antaranya merupakan pangkal dari gangguan kesehatan, wabah penyakit dan ketidak
tentraman. Akulturasi budaya Jawa-Madura ini memang terjadi sejak masa lampau,
yaitu ketika masa kejayaan kerajaan hindu Singosari, Mojopahit dan kerajaan
Islam Demak, Pajang di Jawa Tengah dan Mataram di Yogyakarta. Madura merupakan
wilayah teritorial dari kerajan-kerajaan besar di Jawa.
Jenis-jenis upacara selamatan
yang ada kepentingannya dengan pencegahan penyakit pada masyarakat Madura dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
Aburdah (menambah
ketenangan /kekuatan batin bagi orang yang sakit) dan Rabu bekasan (yang
didoakan untuk pengobatan penyakit).
Rokatan Rokat asal kata
barokah, umumnya dilakukan di bulan Muharram tgl 1 atau 10 yaitu rokat
pekarangan, rokat bumi. Dengan tujuan mengharap terhindar dari penyakit dan
gangguan kesehatan, nasib buruk dan segala bentuk gangguan kejahatan. Rokat
pekarangan sejajar tidak ditanam, sedangkan rokat bumi sejajar ditanam.
Rokat Prakarya dan Rokat
Bumih Dua jenis rokat ini hampir
sulit dibedakan, di suatu daerah rokat bumih dianggap rokat prakarya demikian
sebaliknya. Akan tetapi di daerah Dasuk dipahami rokat prakarya dilakukan
dengan sesajen ayam yang disembelih tetapi bagian ayam telah dikubur sedangkan.
Sedangkan rokat bumih menurut masyarakat Dasuk bagian ayam dan sesajen lainnya
ditanam kebumi. Sedangkan cara melakukannya relatif tidak ada perbedaan.
Rokat Beliunih Upacara selamatan ini dilakukan untuk
mengembalikan kebahagiaan dan harta yang hilang ketika meninggalnya salah satu
keluarganya. Beliunih artinya kembali asal dilakukan pada hari ke-7 dari
kematiannya. Cara melakukan sama dengan rokat diatas perbedaannya: ayam tidak
usah dipilih yang berbulu tertentu, tidak ada yang ditanam, tidak ada jarum,
telur dan ramuan. Do’a sama yang dilakukan
Rokat ngalle Upacara
ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu keberkatan hidup di suatu tempat yang
baru ditempati dirumah baru. Ngalle artinya pindah, menurut Bapak Nasibah desa
Gadu Barat, cara-caranya sama dengan rokat pekarangan, tetapi secara jelas
belum kami ketahui karena adat ini sudah jarang dilakukan
Rokat Disah Upacara rokatan ini adalah selamatan untuk
keamanan desa dan terhindarnya dari serangan penyakit mendadak biasanya
dilakukan di tengah desa. Belum ditemukan cara-cara yang sebenarnya karena
sudah jarang dilakukan dan dirubah pada cara-cara Islami yaitu dengan
menghatamkan Al-Qur’an di Masjid. Dilakukan oleh 30 orang, kebagian membaca 1
juz do’anya sama dan makanan terserah kesepakatan masyarakat tanpa ada
cara-cara yang berbau mistis, biasanya diawali dengan pembacaan al-Fatihah pada
Nabi, sahabat, thabi’ien, waliyullah, para guru dan sesepuh desa yang sudah
meninggal, kemudian baca Al-Qur’an sendiri-sendiri setelah selesai baca do’a
pangrokat ditambah do’a khatmil Qur’an
(do’a yang ada diakhir surat-surat Al-Qur’an ) baru kemudian makan bersama.
Rokat petik laut Yaitu selamatan para pelaut karena
banyaknya ikan yang bisa ditangkap berupa sesajen makanan dan kepala hewan yang
dibawa ketengah laut dan ditenggelamkan cara yang sebenarnya belum diperoleh
informasi yang falid karena letaknya jauh dari jangkauan kami.
Rokat sangke Bumih Adalah suatu selamatan yang mirip rokat
pekarangan ditujukan untuk memperoleh keselamatan di suatu tempat yang sering
terjadi kecelakaan dilakukan pada tanggal yang disukai. Do’anya sama dan tanpa
ada peralatan yang ditanam, air ramuan menggunakan air kumkuman yang dibuat
dari air dicampur bidan dan bunga-bungaan. Sesajen yang diletakkan diambil dari
makanan yang dimasak. Sedangkan ayam yang disembelih berbulu apa saja asal
didada dan leher bagian bawah hingga ekor bawah berbulu orange atau dikenal
dengan ayam sangke bumih.
Ajenneng Adalah suati prosesi untuk mengawinkan suatu
bangunan dengan bumi yang ditempati kalau dulu tiang kayu dikawinkan dengan
pondasi dilakukan agar penghuni rumah senang menempati rumah tersebut yang
diwujudkan dengan rajinnya seseorang merawat rumah seperti menyapu tiap hari
dan lainsebagainya. Ajennang suatu rumah biasanya biasanya dilkukan setelah
rumah tersebut selesai dibangun para peserta upacara dalah para tukang bangunan
yang telah melakukan pengajian rumah hingga selesai.
E.3.
Tradisi Perawatan Tubuh Dan Kecantikan
Konsepsi pencegahan terhadap
suatu penyakit yang ketiga tampak dari kebiasaan masyarakat untuk selalu
merawat kesehatan dengan berbagai ramuan. Untuk perawatan tubuh (fisik)
seseorang terdapat lebih dari 10 macam ramuan. Perawatan yang dilakukan mulai
dari bagian tubuh paling atas (mahkota) yaitu rambut, bagian muka, mata,
telinga dan hidung hingga perawatan tubuh bagian bawah (kaki). Perawatan muka
tidak saja berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga kesegaran dan kecantikan.
Keramas dengan air abu merang, bedak lulur dengan meniran, gosok gigi,
pembersihan lubang hidung dan telinga adalah perawatan mahkota tubuh.
Bagian tubuh di bawah mahkota
yang mendapat perhatian adalah bagian dada dan perut. Bagian dada (khususnya
wanita) yang memperoleh perhatian cukup adalah payudara. Perawatan payudara
ditujukan agar bagian ini nampak montok. Perawatan dilakukan dengan pemijatan
dan meminum ramuan. Bagi yang sedang memberikan ASI pada anaknya, perawatan
dilakukan deengan meminum ramuan kejja atau daun katu’ dengan
tujuan memperlancar ASI. Sebaliknya, pada bagian perut perawatan justru
ditujukan untuk merampingkan. Ramuan yang digunakan adalah “galian singset”.
Bagian tubuh lain yang
mendapatkan perhatian cukup besar adalah bagian kemaluan. Terutama bagi wanita,
bagian ini merupakan organ yang sangat dipentingkan dalam perawatan. Ramuan
untuk perawatan alat reproduksi wanita sering disebut “sari rapet”, “rapet
wangi” atau “galian rapet”. Ramuan ini sangat popular dan menempati
rangking tertinggi dalam pembuatan maupun penjualan ramuan di seluruh Madura.
Ramuan ini sangat dikenal oleh wanita remaja dan dewasa. Efek ramuan secara
kesehatan akan menghilangkan keputihan, yaitu penyakit yang sangat umum
dijumpai pada vagina. Secara kemesraan hubungan suami istri ramuan ini diakui
akan meningkatkan rasa kepuasan hubungan dan keharmonisan rumah tangga.
Perawatan kesehatan yang
dilakukan dengan menggunakan ramuan dapat diidentifikasi berdasarkan bagian
yang dirawat dan saat (umur) orang yang dirawat. Jadi tidak hanya untuk anggota
tubuh, melainkan juga fase kehidupan seseorang. Berdasarkan fase kehidupan ini
ditemukan berbagai perawatan seperti perawatan terhadap balita, terhadap anak,
terhadap remaja dan terhadap dewasa serta terhadap manula.
Ramuan tradisional untuk
perawatan rambut secara khusus kami tidak menemukan hanya sebatas perawatan
sederhana yang dilakukan masyarakat dahulu sebelum munculnya aneka shampo.
Mereka membersihkan rambut hanya dengan menggunakan air tirisan abu dapur. Yang
dibilaskan kerambut ketika keramas. Abu yang paling bagus adalah abu dari
tempurung kelapa. Sebagian masyarakat menggunakan paceh (mengkudu merah)
dilumatkan dan dibilas ke kepala baru kemudian disisir. Dua cara tadi cukup
bagus karena sama berbusa layaknya shampo, manfaat/khasiat yang dikenal: rambut
hitam, subur, anti uban dan kemilau.
Ramuan perawatan muka belum
ditemukan ragamnya yang dikenal masyarakat adalah bedak lulur berbentuk bundar
yang dipakai ketika habis mandi atau sebelum tidur. Bahan yang digunakan adalah
beras yang direndam 1 cangkir, kunyit/temu lawak/temu kuning sebesar telur
itik, beng ramuk (Madura) secukupnya (sepeti pohon sereh, tapi akarnya harum)
seluruh bahan dihaluskan dan dibuat bundaran kecil seperti telur cecak (bedak pelkeran
: Madura).
Ramuan khusus untuk payudara
belum kami temukan. Ramuan yang kami temukan hanya satu resep kesegaran yang
dibuat menjadi satu untuk khasiat yang banyak yaitu, mengencangkan payudara dan
seluruh kulit (otot). Ramuan untuk mengecilkan perut, mengencangkan otot
vagina, mengurangi lendir dan fit setiap hari. Bahan-bahannya : telur itik 3/1
butir pinang muda 1 buah, jahe I jari, sa’ang halus 3/7 biji, bawang putih 3
siung, air apu bening (air kapur) 1 gelas. Bahan-bahan dihaluskan dan diambil airnya
dicampur semua dan diminum 2x seminggu.
Ramuan Untuk penghilang bau
badan dan bau vagina, menggunakan sa’ang 21 biji halus, sirih temu urat 7/21
lembar. Daun delima putih 1 genggam caranya dimasak dengan 2 gelas menjadi 1
gelas, diminum tiap mau tidur atau agi hari lakukan tiap 2x seminggu
Ramuan khusus untuk perawatan
penis belum ditemukan. Beberapa penjual jamu memang menyediakan penis oil yang
diproduksi dari luar Madura. Minyak ini konon digunakan untuk memperbesar
ukuran penis.
Orang Madura biasa merawat gigi
dan mulut bukan dengan ramuan tetapi dengan menyusur (apenah) dimana cara atau
kebiasaan tersebut berhasiat memelihara gigi menjadi kuat dan mulut terhindar
dari luka dan kuman atau bakteri. Bahan-bahan ramuan lain untuk dikunyah dan
ditelan airnya bahan-bahan sirih, kapur sirih, pinang, gambir, bawang putih,
ukuran/dosis terserah ramuan kedua sirih, bawang putih dan gula pasir.
Ada perawatan bagi calon
pengantin yang dikenal di Madura khususnya di desa. Perawatan bagi calon
pengantin lebih difokuskan pada laki-laki karena kejantanan seorang pria dapat
menjadi penentu langgeng tidaknya perkawinan. Seorang pria yang tidak jantan
(impotent pada malam pertama akan menjadi aib bagi pihak keluarga pria. Maka ia
akan lebih baik pulang kerumah hingga ia yakin dirinya sembuh. Dengan begitu
pengantin wanita hampir tidak dipersiapkan. Cara yang digunakan sangat beragam,
ada yang melalui jalur mistis ada pula yang rasional (terapi pijat). Cara
mistis tetap menjadi cara yang rahasia sehingga sulit diungkap dan sangat
banyak ragamnya, sedangkan cara pijat membutuhkan keahlian khusus yang sangat
sulit untuk dipelajari sekilas cara yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pertama sang calon diinjak bagian paha belakang hingga lemas, tandanya ketika
diinjak kaki tidak terasa dingin atau kesemutan, kemudian dipijat bagian perut
yang difokuskan untuk memperbaiki sistem pencernaan dan memijat otot-otot di
tulang pinggang (olor: Madura) yaitu otot dan urat yang sejalur dengan uarat
penis. Orang yang impoten olornya akan lembek, tetapi orang yang mudah
ejakulasi dini olornya terlalu kencang. Teknik demikian dilakukan 1 sampai 5
kali tiap 4 hari sekali. Ramuan yang digunakan adalah tekanan yang memulihkan
tenaga dan urat. Seperti jahe, kunci, laos, akar atau daun sirih dlingo, bawang
putih, bubuk kopi, campuran (cuka+gula) dan telur ayam/itik 3/5/7 butir.
Bahan-bahan diambil airnya dicampur semua mentah-mentah dan diminum.
Ramuan untuk perawatan bagi
orang yang baru melahirkan di Madura sudah banyak dikenal. Ramuan jamu sehabis
melahirkan disatukan pada jamu ramuan yang dikenal dengan “bu abuh”
yaitu berfungsi, mengecilkan perut vagina, membersihkan rahim, memulihkan
tenaga: bahan utama adalah air abu dapur utamanya abu batok kelapa ½ ember ± 4
liter air dari perasan empon-empon bawang putih, bangle, asam dan cuka + gula
semua bahan di ambil airnya dimasak dengan air abu (landena abu: Madura)
kecuali cuka, cuka dipakai ketika mau minum. Ramuan ini diminum 2 x sehari, 1x1
gelas untuk menguras kotoran di rahim yang oleh orang Madura dikenal dengan “aeng
koneng” caranya dengan meminum air perasan mengkudu + cuka + gula
(campuran) maka ia akan terhindar dari penyakit kuning dan lemah syahwat.
Paket perawatan untuk calon
pengantin putri belum ditemukan, hanya ada cara menambah elok seorang perempuan
ketika mau dinikahkan oleh para pengias pengantin yang dikenal dengan istilah “pangaber”
semacam ilmu pelet tetapi islami, teknik ini sulit juga diungkap karena menjadi
rahasia mereka.
F.
PEMBAHASAN
Manusia
yang hidup merupakan kesatuan dari jiwa dan raga. Dimensi kehidupan terdiri
dari banyak aspek, mulai dari aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, aspek
ruhani, aspek budaya hingga aspek emosi. Interaksi manusia dengan lingkungan
sosial dan budayanya akan mempengaruhi dimensi kognitif, mempengaruhi dimensi
fisik maupun dimensi kesehatan. Aspek lingkungan lokal yang memberikan ruang
bagi terjadinya interaksi individu, kelompok indiviodu maupun masyarakat
memberikan corak tersendiri terhadap pola pikir dan budaya, termasuk cara
pandang terhadap kesehatan, dan pencegahan penyakit. Dari perspektif inilah
munculnya tradisi masyarakat dalam bidang kesehatan yang memiliki nilai
kebenaran berdasarkan pengalaman spasial. Konsepsi kesehatan menurut budaya
Madura adalah salah satu representasi dari tradisi lokal di bidang kesehatan
yang memiliki keterbatasan dari sisi spasial.
Kesehatan
menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tidak hanya absennya penyakit saja melainkan juga suatu kondisi yang baik
secara sosial, mental, spiritual dan aspek lainnya. Kesehatan dapat diperoleh dari berbagai sebab
(input). Masyarakat tradisional meyakini bahwa kecuali penyebab yang bersifat
lahiriah (fisikal), kesehatan juga dapat disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
non lahiriah dan oleh karenanya tidak tampak (ghaib). Dalam merespon penyebab
terjadinya gangguan kesehatan inilah setiap masyarakat dapat memiliki variasi
dalam hal cara mengatasi, cara mencegah dan juga upaya promotifnya. Sangat
dimaklumi jika secara tradisional, terdapat budaya masyarakat untuk memperoleh
hidup sehat, mencegah terjadinya gangguan penyakit melalui suatu upaya yang
berupa konsep pantangan atau anjuran dalam berbagai aspek kehidupan termasuk
dalam pendirian rumah tinggal, ritual atau seremonial, dan konsep perawatan
tubuh.
Konsep kesehatan menurut pandangan
tradisional adalah merupakan satu kesatuan, dengan kata lain, kesehatan itu
tidak bisa di pisah pisahkan antara bagian satu dengan lainnya. Hal ini dilatar belakangi oleh kepercayaaan
bangsa bangsa tradisional di dunia bahwa kesehatan bukan hanya berkenaan dengan
berfunginya organ- organ yang menyusun tubuh kita. Menurut pandangan kesatuan realitas bangsa
tradisional, kesehatan yang baik itu meliputi kondisi mental, fisik, kejiwaan/
spiritual, dan emosional yang stabil dari seseorang, anggota keluarga, dan
lingkungannya (Wilson, 1971), demikian juga dengan jaminan ekonominya. Dalam
latar belakang kehidupan bangsa tradisional, akan dipandang tidak wajar bila
seseorang yang tidak bisa menghidupi dirinya dan keluarganya dari hasil satu
musim panen untuk mengatakan pada orang lain bahwa dia dalam keadaan sehat. Ini
disebabkan karena eksistensi yang begitu berarti yang satu kesatuan bagian dari kesehatan dan pelayanan
kesehatan di masyarakat tradisional.
Sofora (1982:26) menyatakan bahwa kesehatan yang baik menurut bangsa
tradisional di dunia adalah merupakan suatu keharmonisan hubungan antara segala
hal yang ada di sekitar kita, dengan Tuhan, dengan makhluk yang terlihat dan
yang tidak terlihat.
Ilmu
kesehatan barat yang dibangun dengan paradigma ilmu modern memiliki seperangkat
metode yang sangat berbeda dengan ilmu kesehatan tradisional, sekalipun
tujuannya sama yaitu mencapai hidup sehat. Ilmu kesehatan masyarakat (modern)
tentu tidak mengenal atau memasukkan unsur-unsur tradisional dalam menganalisis
suatu penyebab terjadinya penyakit (etiologi). Ilmu kesehatan masyarakat
(modern) tidak akan sampai pada kesimpulan bahwa dunia gaib yang berupa setan,
jin dan mahluk halus berpartisipasi sebagai penyebab terjadinya gangguan
kesehatan. Sebaliknya ilmu kesehatan tradisional menjangkau masalah ini.
Tradisi yang merupakan sekumpulan pengetahuan masyarakat (endegenous knowledge)
mengakui keberadan dunia mistis, dunia yang tidak kasat mata yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan seseorang. Kenyataan ini hampir dapat ditemukan di semua
kelompok masyarakat.
Dalam
hal pembangunan rumah, ilmu kesehatan modern hanya berbicara mengenai struktur
bangunannya. Misalnya bangunan rumah hendanya memiliki ventilasi dan pencahayaan
yang baik. Ilmu kesehatan modern tidak berurusan dengan dimana rumah itu akan
dibangun, bagaimana posisinya maupun kapan saatnya membangun yang sehat.
Sementara itu ilmu kesehatan tradisional menjangkau masalah yang lebih pelik
lagi. Tradisi budaya masyarakat memberikan tuntunan dalam membangun rumah
tinggal sampai pada posisi tanah tempat rumah akan didirikan, arah hadap dari
rumah maupun waktu yang baik untuk memulai pembangunan rumah. Semua
pertimbangan tradisional ini adalah terkait erat dan dalam kerangka kesehatan
penghuninya yang dapat dikelompokkan sebagai upaya pencegahan maupun promosi
kesehatan.
Dalam
hal upacara selamatan, tentu ilmu kesehatan modern steril dari masalah ini.
Dunia kesehatan modern tidak mengenal sama sekali metode pencegahan suatu wabah
penyakit melalui ritual selamatan. Ritual selamatan walaupun secara isi
memiliki harapan akan kehidupan seseorang atau sekelompok orang yang sehat
tetapi proses pemerolehannya tidak dikenal sebagai cara atau metode operasional
kesehatan modern. Sementara itu ilmu kesehatan tradisional dengan mudah dapat
menjabarkan secara leluasa fungsi dan manfaan ritual sebagai sarana pencegahan
suatu penyakit.
Satu
hal yang relevan dan memiliki alasan yang masuk akal menurut kesehatan modern
adalah promosi kesehatan dengan menggunakan perawatan tubuh dan ramuan
tradisional. Pemakaian unsur-unsur alam berupa mineral, hewan maupun tumbuhan
dikenal oleh ilmu kesehatan modern sebagai cara untuk memperoleh kesehatan.
Bahkan ilmu pengobatan modern sampai saat ini banyak yang mendasarkan pada
penggunaan unsur alam sebagai cara memperoleh kesehatan. Karena unsur alam
diketahui mengandung senyawa tertentu yang berkhasiat untuk penyembuhan atau peningkatan derajat
kesehatan..
Sekalipun
tidak bergayut langsung dengan ilmu kesehatan modern, tetapi unsur-unsur budaya
masyarakat yang dapat dikelompokkan dalam pencegahan dan promosi kesehatan
dapat diterima secara logika. Dalam aspek tata letak bangunan, nilai
tradisional yang dikenal sebagai taneyan lancang memperhatikan unsur
penataan bangunan yang sehat. Apalagi kesehatan tidak hanya berkaitan dengan
aspek fisik semata, melainkan juga aspek sosial dan ruhani. Pola hubungan
antara manusia dengan lingkungan sosial dapat mencapai taraf kesehatan sosial
dengan dibina oleh pranata sosialnya. Taneyan lancang merupakan salah
satu produk pranata sosial yang memberikan kemungkinan untuk mencapai kesehatan
sosial. Alasan yang sama dapat diberlakukan pada aspek kesehatan ruhani.
Pemahaman masyarakat terhadap alam tidak hanya terbatas pada alam nyata (dunia)
saja, tetapi meliputi dunia ghaib. Dunia ghaib memiliki kontribusi pada
terpeliharanya kesehatan yang manifest pada tubuh sebagai perwujudan alam
nyata. Aspek ritual dan seremonial masyarakat merupakan pengejawantahan dari interaksi
alam nyata dan alam ghaib yang keseimbangnnya berdampak pada terpeliharanya
kesehatan dan terhindarnya dari berbagai gangguan kesehatan.
G. KESIMPULAN
1.
Upaya kesehatan tradisional Madura memiliki dua
komponen utama, yaitu upaya pencegahan (preventive) dan pengobatan (kurativ).
Konsepsi pencegahan tradisional dilakukan jauh hari sebelum terjadinya suatu
gangguan terhadap kesehatan. Upaya pencegahan ini dimulai dengan pemilihan
tempat tinggal yang tidak boleh melanggar ketentuan tradisi, upacara ritual
selamatan, dan pemeliharaan kesehatan dengan selalu meminum ramuan tradisional
dan penjagaan kesehatan lainnya.
2.
Konsepsi pencegahan gangguan kesehatan secara
tradisional Madura yang tertuang dalam konsep mendirikan rumah meliputi
larangan “nombak tobun” dan “nombak lorong” dan anjuran pancoran
emas, dan taneyan lanceng.
3.
Konsepsi pencegahan yang tampak dari upacara ritual
selamatan meliputi rokat tolak balak, ritual siklus hidup dan ritual lainnya.
4.
Konsepsi promosi kesehatan tampak dari perilaku
perawatan tubuh pada bagian kepala hingga kaki dengan menggunakan cara dan
ramuan tertentu sehingga tidak hanya kesehatan semata yang diperoleh, melainkan
juga kebugaran dan atau kecantikan.
5.
Konsepsi pencegahan dan promosi kesehatan tradisional
Madura memiliki unsur-unsur upaya kesehatan yang sebagian tidak sama dengan
konsepsi pencegahan dan promosi kesehatan menurut ilmu kesehatan masyarakat
(modern), akan tetapi sebagian yang lain memiliki unsur-unsur yang sama.
Sekalipun demikian tidak bertentangan antara kesduanya, bahkan memiliki tujuan
yang sama ialah memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman,
1999, Sedjarah Madura, Sekilas Pandang, Penerbit Sun, Prenduan Sumenep.
Achmadi,
Umar Fahmi, 1998, Kebijakan Penelitian Bidang Kesehatan, Jurnal
Kesehatan Kota, Unika Atmajaya, Tahun V no 2, Juli 1998 (35-50)
Afendi,
2003, Sinergi Etnik dan Modern dalam Tataruang Bangunan Rumah, Jurnal
Penelitian Ilmu-Ilmu Teknik, Vol 13 No. 2 Tahun 2003 (13-25).
Agoes Azwar, 2000, Pengobatan Tradisional
di Indonesia, dalam Antropologi Kesehatan III, Grafiti Press,
Jakarta
Aguskrisno,
B, 2003, Perawatan Tubuh dan Tradisi yang Menyertai, Jurnal Penelitian dan
Pemikiran Biologi “SYNAP”, no I, tahun IV September 2003, (12-30).
Baroto,
Eko, 1996, Pendekatan Penelitian etnobotani, Prosiding Seminar
Etno-Botani, Yayasan Kehati- LIPI, Jakarta
Diponyono,
Brotokamsi, 1996, Faktor Sosiobudaya dalam Pengobatan Tradisional Orang Jawa,
dalam Antropologi Kesehatan II, Grafiti Press, Jakarta.
Everly,
JR., and Feldman, R., 1999, Health Promotion, John Willey and Sons, New
York.
Effendy, N., 1995, Perawatan Kesehatan Masyarakat, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Handayani,
2003, Rahasia Ramuan Tradisional Madura dalam Sehat dan Cantik dengan ramuan
tradisional, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hermansyah,
1997, Hubungan antara Promosi di Tempat Kerja dengan Peningkatan Status
Kesehatan para Pekerja Industri di Palembang, Thesis Pascasarjana, UGM
Yogyakarta.
Jefry,
2001, Ritual dan Perubahan Sosial, Jurnal Humaniora Universitas Taruma
Negara, Vol. 3 no. 1 Juli 2001 (45-60)
Krippendorf,
K, 1993, Analisis Isi, Pengantar Teori dan Metodologi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Mahfudz,
1996, Dukun Bayi, Jurnal Penelitian Populasi, no I, tahun XIII
September 1996, (12-30). Pusat
Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Miles,
M.B, Huberman, A.M, 1994, Qualitative Data
Analysis, second edition, Sage Publication, New Delhi.
Moleong,
L.J, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Nurwidodo,
2003a, Persepsi Masyarakat Sumenep Terhadap Kesehatan, Laporan
Penelitian, Kerjasama Kehati-Jurusan Biologi UMM, Universitas Muhammadiyah
Malang.
Nurwidodo,
2003b, The Respond To The Erosion Of Endogenous Knowledge Trough Forest in
Madura, Prosiding Seminar Internasional Antropologi Indonesia “Diversity
in Unity”, Kerjasama Universitas Indonesia-Ford Foundation-Universitas
Udayana, Universitas Indonesia Jakarta.
Nurwidodo,
2003c, Etnofarmaka Ramuan Selekarang, Laporan Penelitian P2U, Lembaga
Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang.
Poerwanti,
Endang, dan Nurwidodo, 2003, Peran Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Masyarakat Peralihan (Sub Urban), Prosiding Seminar Nasional Hasil
Penelitian Dasar, Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Rifai,
Mien A., 1999, Pemutahiran Etnobotani dalam Etnosains, Prosiding Seminar
Etno-Botani, Yayasan Kehati- LIPI, Jakarta
Selo
Sumarjan, 1995, Tradisi Meramu dan Meminum Jamu, Antropologi Kesehatan I,
Grafiti Press, Jakarta
Simons,
Bruce., Greene, Walter, 2000, Introduction to Health Education and Health
Promotion, Waveland Press Incorporation, Prospect Height, Illionis.
Singarimbun, M., Efendi, S.,
1989, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta
Soesilo,
Slamet, 1999, Peranan Jamu dan Obat Tradisional dalam Kesehatan Masyarakat,
dalam Antropologi Kesehatan III, Grafiti Press, Jakarta.
Shodiq,
Kuntoro, 1998, Perilaku Sakit Masyarakat Pedesaan,: Studi Kasus di desa
Plered Bantul Yogyakarta, Jurnal Penelitian Pasca Srjana, Program
Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Syafei,
Imam, 1996, Merger Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Penerbit IKIP
Yogyakarta.
Tutoko,
2003, Rumah Hunian dan Agenda 21, Jurnal Penelitian Ilmu Ilmu Teknik, vol XIII Nomor 2 (12-25).
Wahyuni,
2002, Lethal Dosage Penggunaan Sari Rapet, Prosiding Hasil
Penelitian, Kerjasama Yaysan Kehati Jakarta-Jurusan Pendidikan Biologi, FKIP,
Universitas Muhammadiyah Malang.
Waitzkin,
Howard, 1993, Sosiologi Kesehatan, Penerbit Prima Aksara, Jakarta
Yacob, 1995, Kesehatan
Pada Manusia Purba, dalam Antropologi Kesehatan, Buku I, Grafiti Press,
Jakarta
Yahya, 1996,
Peningkatan Kenyamanan Kerja dengan Ergonomi Manusia-Alat pada Pembatik di
Yogyakarta, Thesis Program Pascasarjana, Ilmu Kesehatan, UGM Yogyakarta.
loading...
0 Response to "KUMPULAN JURNAL BAHASA INGGRIS TENTANG KESEHATAN TERBARU 2014"
Post a Comment