https://ylx-4.com/fullpage.php?section=General&pub=234891&ga=a

KUMPULAN JURNAL BAHASA INGGRIS TENTANG KESEHATAN TERBARU 2014



“PENCEGAHAN DAN PROMOSI KESEHATAN SECARA TRADISIONAL UNTUK PENINGKATAN STATUS MASYARAKAT DI SUMENEP MADURA”



The health cost increases higher and higher. This occurs in case of the diagnostic and medical treatments of the health care are too expensive. There should be efforts to compress the increased medical treatment cost; one is by carrying out as soon as possible the earlier prevention treatments and health promotions. The prevention treatments and health promotions are lower cost and better than curative. It can be done by using traditional methods. The fact is that the traditional culture has the enormous conceptions of them, but still it has no many studies exposed and publicized yet. This research is aimed at discovering: 1) the conceptions of disease preventions and health promotions in the system of building and environment structures; 2) the conception of disease prevention and health promotion in the traditional ceremonies; 3) the conception of disease prevention and health promotion in the traditional body treatment and beauty care; and 4) the rationalization of that traditional culture in accordance with the medical science discipline.
            The result of this research shows that the conception of prevention and health promotion in traditional methods located in Madura area can be categorized into three preventive stages as stated in medical science such as Primary Prevention—health promotion; Secondary Prevention—earlier diagnostic and medical treatments; and Tertiary Prevention—healing. Primary prevention is preventive actions taken before one is getting illness. The actions are: a) the health promotion indicated to improve the individual immune toward the health problems; b) the typical protection that is specific attempts to prevent the transmission of certain disease taken place.
            In Primary Prevention stage, the prevention is carried out long before a health disruption occurs. The efforts of this stage are initiated by choosing a certain sacred place by which the people do not allow to break the traditional regulations of”nombak tobun”, “nombak songai”, and “nombak lorong”. Still, in this stage, Madurian always maintain their health by consuming traditional medicines and this health maintenance is frequently performed all over body treatments and other medical cares. The traditional ceremony in terms of ceremonial meal of either circle of life or exorcism ritual (ruat) of warding off misfortune (tolak balak) can be categorized as primary prevention as well as secondary prevention. This is a result of ceremonial meal ritual which can be carried out before and after the health disruption period.


A. PENDAHULUAN

Tingkat kesehatan masyarakat menghadapi tantangan yang sangat berat untuk saat ini dan periode mendatang. Terlebih lagi jika kita lihat pada masyarakat miskin yang populasinya semakin meningkat dengan banyaknya perusahaan yang bangkrut dan PHK. Hal ini disebabkan oleh tingkat biaya kesehatan yang cenderung semakin meningkat. Peningkatan biaya kesehatan didorong oleh peningkatan harga barang-barang, termasuk didalamnya adalah harga obat-obatan dan beaya layanan dokter/rumah sakit. Kondisi ini semakin memperburuk kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.
Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sistem budaya masyarakat yang potensi manfaatnya sangat besar dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Pengobatan tradisional merupakan manifestasi dari partisipasi aktif masyarakat dalam menyelesaikan problematika kesehatan dan telah diakui peranannya oleh berbagai bangsa dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pemanfaatan obat tradisional untuk pengobatan sendiri (self care) cenderung meningkat. Pada tahun 1999 baru mencapai 20,5 persen, tapi menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di tahun 2001 angkanya menjadi 31,7 persen.
Oleh karena itu dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat pengguna pengobatan tradisional adalah merupakan kewajiban bersama untuk menggali, meneliti, menguji serta mengembangkan obat-obat dan cara pengobatan tradisional tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mendatangkan manfaat yang setinggi-tingginya bagi masyarakat banyak.
Budaya merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan. Adaptasi dalam arti luas meliputi seluruh perilaku dan kebiasaan dan termaktub dalam pikiran, pengetahuan, sikap dan praktek yang semuanya ditujukan sebagai bentuk reaksi terhadap lingkungan (dan perubahannya) baik internal maupun eksternal. Kesehatan, kesakitan dan penyakit adalah bagian dari lingkungan manusia yang perlu mendapatkan tanggapan (respon). Upaya untuk memperoleh kesehatan adalah bentuk reaksi manusia terhadap lingkungannya. Reaksi ini dapat bervariasi bergantung pada persepsi dan pengetahuan orang mengenai sebab dan cara memperoleh kesehatan. Demikian pula respon terhadap sakit dan penyakit dapat beranekaragam, satu orang dengan orang lainnya dapat berbeda dan dapat pula sama.
Lingkungan budaya tradisional Madura kaya akan kearifan, termasuk dalam bidang prevensi dan promosi kesehatan. Belum banyak diungkap bagaimana kearifan ini tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Diperlukan upaya penggalian budaya kesehatan tradisional untuk revitalisasi dan memperkuat basis masyarakat (community base) dalam pembangunan kesehatan sebagaimana diamanahkan dalam pembangunan nasional.
Penelitian etnomedis ini akan mengungkap konsepsi pencegahan dan promosi kesehatan dalam budaya tradisional yang terdapat dalam penentuan tata letak bangunan, upacara selamatan (tolak balak), perawatan tubuh dan kecantikan. Penelitian ini akan menganalisis konspsi budaya tersebut berdasarkan disiplin ilmu kesehatan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional, budaya dan perilaku bertindak sebagai komponen input yang terlibat dan sangat menentukan keberhasilan program kesehatan masyarakat.
Penelusuran dan pendokumentasian budaya pencegahan dan promosi kesehatan Madura melalui suatu penelitian ini sangat penting untuk mengungkap lingkungan budaya local dan kearifan local serta melestarikan sumberdaya masyarakat dibidang kesehatan.
Sistem kesehatan tradisional tidak hanya mengenal pengobatan saja, ada upaya lain yang bersifat preventif dan promotif sebelum tindakan pengobatan diperlukan. Konsepsi prevensi dan promosi dalam kesehatan tradisional ini sangat kurang dikenal. Upaya tersebut terkandung dalam budaya leluhur yang perlu diteliti dan digali untuk mengungkapnya dalam rangka menguatkan perananya bagi peningkatan status kesehatan masyarakat.

B. MASALAH YANG DITELITI

Sudah sejak lama kesehatan tradisional menjadi perisai masyarakat dari berbagai gangguan penyakit. Berbagai sumber telah mengakui keamanan dan kemanfaatan sistem tradisional di bidang kesehatan. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan waktu dan budaya modern, kekayaan leluhur ini semakin ditinggalkan dan dilupakan. Budaya tradisional yang disinyalir banyak memiliki kearifan lingkungan telah mengalami erosi yang dahsyat, sehingga sebagian besar dari generasi sekarang sudah tidak mengetahui dan tak peduli lagi dengan warisan leluhur tersebut (Handayani, 2003). Erosi ini dipercepat dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai segala sesuatu yang serba instan, dan bercorak modern. Agar perubahan zaman tidak menggerus semua kearifan tradisional maka diperlukan upaya revitalisasi melalui penelitian.
Konsepsi kesehatan tradisional yang dikenal secara luas baru terfokus pada pembuatan obat atau ramuan saja.  Sesungguhnya kesehatan tradisional memiliki konsepsi mengenai pencegahan dan peningkatan (promosi) kesehatan. Kedua upaya ini belum banyak dikenal, padahal dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, upaya prevensi dan promosi memiliki kedudukan strategis, karena lebih murah dalam pembiayaan dan mudah dalam pelaksanaan. Penelitian ini berupaya menggali nilai pencegahan dan promosi kesehatan dalam budaya tradisional Madura.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengungkap konsepsi pencegahan dan promosi kesehatan menurut budaya tradisional Madura. Secara khusus bertujuan untuk mengetahui : 
1.         Konsepsi pencegahan penyakit dan promosi kesehatan yang terdapat dalam tata letak bangunan dan lingkungan.
2.         Konsepsi pencegahan penyakit dan promosi kesehatan yang terdapat dalam tradisi (upacara) selamatan.
3.         Konsepsi pencegahan penyakit dan promosi kesehatan yang terdapat dalam tradisi  perawatan tubuh dan kecantikan.

D. METODE PENELITIAN

Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu model penelitian nyang berusaha membuat gambaran/paparan secara cermat terhadap fenomena sosial tertyentu tanpa melakukan intervensi dan penyusunan hipotesis. Pendekatan yang dianut pada penelitian ini adalah pendekatan emik dan etik. Dengan pendekatan emik, konsekuensinya peneliti mencatat apa saja yang dilakukan dan diharapkan oleh masyarakat berkaitan dengan praktek budaya tradisional. Dengan pendekatan etik, peneliti bermaksud menelaah kebenaran ataupun justifikasi ilmiah dari praktek budaya tradisional yang terjadi dengan disiplin ilmu kesehatan masyarakat (Baroto, 1999). Teknik pengumpulan data menggunakan metode survey, observasi partisipatorik, wawancara mendalam serta kajian kepustakaan. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif dengan analisis isi (content analysis).

E. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karena pentingnya kesehatan bagi seseorang, maka masyarakat tradisional Madura memiliki mekanisme untuk menjaga kesehatannya. Jauh sebelum melakukan upaya-upaya yang sifatnya pengobatan, masyarakat telah memiliki konsepsi pencegahan agar tidak terjadi suatu musibah yang disebut sakit maupun penyakit. 

E.1. Tata Letak Bangunan
Konsepsi pencegahan terhadap penyakit ini pertama-tama dimulai dari lingkungan rumah. Komponen rumah yang perlu mendapatkan perhatian agar dapat menghindarkan dari berbagai ancaman (termasuk penyakit) adalah pemilihan tempat dan pengaturan letak bangunan (tata letak) atau yang dikenal sebagai hong sui dalam kebudayaan China.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Madura mengenal dua hal yang harus dihindari (menjadi pantangan) dalam memilih tempat untuk perumahan, yaitu :
1.      Tempat (tanah) yang “nombak lorong” : yaitu tempat yang berhadapan lurus dengan jalan umum, baik jalan besar ataupun kecil. Tempat seperti ini akan memungkinkan pintu rumah atau pintu pekarangan rumah akan berada lurus dengan arah jalan. Tempat seperti ini menurut keyakinan orang madura akan memberikan kegoncangan dalam hidup, termasuk penyakit.
2.      Tempat (tanah) yang “nombak  tobun”. Tobun adalah sawah atau ladang. Nombak tobun artinya berhadapan lurus dengan sawah atau ladang.  Menurut kepercayaan, tempat yang demikian akan menyebabkan penghuninya mudah terserang penyakit.
Masih ada konsep lain yang ditemukan di desa Gadu Barat Ganding Sumenep yaitu konsep “Nombak Songai” dan “Nombak Soksok”. Nombak Sungai adalah posisi rumah atau bangunan rumah yang berada di pinggir sungai dan lurus dengan sungai yang memanjang dari arah manapun, walaupun akhirnya sungai tersebut berbelok di samping pekarangan rumah. Sedangkan “Nombok Soksok” adalah selokan panjang dan lurus dengan bangunan rumah.
Hasil penelusuran terhadap kepatuhan masyarakat terhadap konsepsi tradisional ini menunjukkan bahwa masyarakat masih sangat mematuhi 4 konsep di atas. Terdapat dampak ekonomi pada keempat posisi yang tidak diharapkan yaitu mengakibatkan harga tanah yang berada di posisi nombak tabun, lorong sungai dan nombak soksok setingkat dengan tanah bukan pekarangan, harga tanah pekarangan bisa 2x lipat tanah lain (tidak cocok buat pendirian rumah), apalagi di pinggir jalan raya bisa 4x lipatnya.
Apabila seseorang membangun rumah yang berada di nombak tabun, lorong, sungai dan soksok, maka seluruh penghuninya akan terjangkit penyakit aneh karena pengaruh jin/syetan terutama ketika tidur, terjangkit penyakit yang sulit obatnya dan akhirnya mati satu persatu (malespes: Madura), ekonominya seret atau mudah tapi tidak barokah/tidak cukup untuk makan (tak seral berkat). Akibat lain adalah mudah diguna-guna/disihir/disantet. Beberapa responden menyatakan : “bahwa jalan panjang tabun, sungai dan soksok yang memanjang merupakan jalan utama para jin dan syetan sehingga orang yang membangun rumah berada lurus/nombak dengan salah satu di atas berarti telah memotong jalan syetan/jin atau mengganggunya, maka mereka tidak akan terima dan sepanjang orang tersebut berada di rumah tersebut terus menerus diganggunya sebagai pembalasan jin atas kesewenang-wenangan manusia”.
Sementara itu ada posisi tempat mendirikan rumah yang menjadi idaman orang madura ialah  pancoran emas, yaitu tanah di dataran yang agak miring ke timur laut. Posisi ini jika didapatkan menyebabkan penghuninya memperoleh kesehatan, kesejahteraan dan kebahagiaan. Umumnya masyarakat masih mengetahui konsep Pancaran Emas. Menurut mereka tanah yang masuk kategori pancoran emas adalah tanah yang asli atau secara geografis memang berposisi miring ke timur laut, bukan rekayasa manusia seperti pancoran (jalan keluar air) di atap Ka’bah.
Masyarakat masih sangat mematuhinya karena apabila seseorang membangun rumah di tanah pancoran emas semua usaha ekonominya diyakini akan berhasil dan sukses, hartanya dengan mudah datang tanpa diduga sehingga dengan ia akan “Tekah Hajet” (mudah naik haji). Semua usahanya barokah (sera’ berkat: Madura) tidak usah banyak, pasti akan lebih dari kebutuhan sehari-hari, penghuninya bakal tentram, akur dan sakinah serta terhindar dari segala penyakit yang datang dari syetan.
Dari aspek tata letak bangunan (arsitektur), orang Madura mengenal konsep taneyan lanjang. Konsep penataan pemukiman secara adat ini menurut Rifai (1994) menyiratkan kearifan lingkungan karena tata letak bangunan rumahnya diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara dengan baik dan menyisakan halaman yang panjang. Taneyan lanjang ini menyiratkan penataan ruang yang berwawsan kesehatan lingkungan. Kompleks pemukiman yang masih mengindahkan warisan leluhur ini mudah kita jumpai di pelosok desa di Sumenep. Sementara itu di daerah perkotaan atau pinggiran jalan sudah jarang ditemukan.
Disamping konsep taneyan lanjang, orang madura juga memiliki konsep lain yang terkait dengan pengaturan pekarangan dan sumur serta rumah. “Konsep Pangkalan” dan pengaturan bangunan dalam pekarangan dan sumur. Ada kepercayaan lain dalam membuat jalan masuk pekarangan rumah dimana setiap sisi pekarangan harus dibagi 9 dan setiap bagian tersebut memiliki pengaruh atau khasiat tersendiri bagi penghuninya baik negatif maupun positif, termasuk aspek kesehatan.
Beberapa hal yang relevan untuk dilaporkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Kemiringan tanah menurut masyarakat Madura memiliki kecenderungan yang bermacam-macam termasuk pancoran emas, tetapi banyak juga lainnya. Macam-macam kemiringan bumi untuk pekarangan di antaranya. Bumi dan tanah miring ke timur pertanda bagus, kaya harta dan emas. Bumi atau tanah miring ke barat pertanda jelek, banyak penyakit dan penghuninya sering bertengkar. Tanah miring ke utara pertanda bagus karena kuat, amal banyak dan apabila diberi takdir kekayaan maka akan turun pada anak cucunya. Tanah miring ke selatan pertanda jelek karena suka dibenci tetangga.Tanah miring ke barat dan ke timur / tinggi di tengah pertanda bagus seumur hidup dan banyak harta. 
Untuk memperoleh dampak kesehatan bagi penghuninya maka dalam membangun rumah masyarakat Madura tidak dapat dilepaskan dengan tradisi upacara selamatan. Upacara selamatan dalam membangun rumah di Madura banyak macamnya antara desa berbeda-beda.

E.2. Tradisi (Upacara) Selamatan
Konsepsi pencegahan terhadap suatu penyakit yang kedua tampak dari tradisi upacara ritual yang berkaitan dengan siklus kehidupan manusia madura. Terdapat upacara adat yang didalamnya dilakukan permohonan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan hidup kepada Tuhan. Upacara tersebut meliputi upacara nandhai (jika seorang istri ada tanda-tanda hamil), upacara pelot pertama (bila kehamilan mencapai 3 bulan), upacara pelot betteng atau pelet kandhung (jika kehamilan mencapai usia 7 bulan), upacara kelahiran (menjelang kelahiran), upacara toron tanah (jika bayi telah lahir berusia 7 bulan) dan upacara khitan (usia 10 tahun, bagi anak laki-laki).
Ada satu lagi ritual masyarakat madura berkaitan dengan upaya penolakan terhadap kemungkinan terjadinya bala’ (musibah, wabah penyakit). Upacara adat ini disebut Rokat Tolak Balak. Misalnya di suatu tempat terjadi berjangkit wabah penyakit muntah dan berak (muntaber), tentu hal ini sangat merisaukan masyarakat. Maka kemudian datanglah seorang berilmu (kiyahi) yang menyarankan perlunya dilakukan upacara rokat dengan bahan upacara yang sudah ditentukan.
Bahan upacara yang diperlukan terbuat dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bahan dari tumbuhan misalnya bigilan (biji buah nangka = panjilan) yang ditaruh di leppe’ (piring kecil atau piring untuk cangkir) untuk upacara nandhai. Jumlah bigilan tergantung umur kehamilan, jika kehamilan usia 1 bulan, maka ditaruh sebuah bigilan, jika usia kehamilan bertambah 2 bulan, maka ditaruh 2 buah bigilan, dan seterusnya. Bunga rampai yang terdiri dari kembang babur, dua buah kelapa gading, jamu tradisional dek ceceng (bahannya : temu, jerango, kunyit, daun pepaya), jamu bengkes, dan cengkele serta  nasi ketan untuk upacara pellet beteng atau pellet kandhung. Bubur nasi dengan gula merah, bunga telon (kantil, mawar, kenanga)  untuk upacara rokat. Bahan dari hewan terdiri dari ayam, telur dan ayam polos (putih atau hitam) untuk upacara daur hidup dan upacara rokat tolak bala’.
Semua ritual yang dilakukan menunjukkan bahwa budaya Madura erat kaitannya dengan konsep makrokosmos-mikrokosmos pada pemahaman (budaya) Jawa. Keserasian hubungan antara mikrokosmos (alam kecil = alam manusia) dan makrokosmos (alam besar, jagad raya, Tuhan Semesta Alam) mrupakan pangkal tolak terwujudnya kesehatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Sementara itu ketidak harmonisan hubungan antaranya merupakan pangkal dari gangguan kesehatan, wabah penyakit dan ketidak tentraman. Akulturasi budaya Jawa-Madura ini memang terjadi sejak masa lampau, yaitu ketika masa kejayaan kerajaan hindu Singosari, Mojopahit dan kerajaan Islam Demak, Pajang di Jawa Tengah dan Mataram di Yogyakarta. Madura merupakan wilayah teritorial dari kerajan-kerajaan besar di Jawa.
Jenis-jenis upacara selamatan yang ada kepentingannya dengan pencegahan penyakit pada masyarakat Madura dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Aburdah (menambah ketenangan /kekuatan batin bagi orang yang sakit) dan Rabu bekasan (yang didoakan untuk pengobatan penyakit).
Rokatan  Rokat asal kata barokah, umumnya dilakukan di bulan Muharram tgl 1 atau 10 yaitu rokat pekarangan, rokat bumi. Dengan tujuan mengharap terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan, nasib buruk dan segala bentuk gangguan kejahatan. Rokat pekarangan sejajar tidak ditanam, sedangkan rokat bumi sejajar ditanam.
Rokat Prakarya  dan Rokat Bumih  Dua jenis rokat ini hampir sulit dibedakan, di suatu daerah rokat bumih dianggap rokat prakarya demikian sebaliknya. Akan tetapi di daerah Dasuk dipahami rokat prakarya dilakukan dengan sesajen ayam yang disembelih tetapi bagian ayam telah dikubur sedangkan. Sedangkan rokat bumih menurut masyarakat Dasuk bagian ayam dan sesajen lainnya ditanam kebumi. Sedangkan cara melakukannya relatif tidak ada perbedaan.
Rokat Beliunih Upacara selamatan ini dilakukan untuk mengembalikan kebahagiaan dan harta yang hilang ketika meninggalnya salah satu keluarganya. Beliunih artinya kembali asal dilakukan pada hari ke-7 dari kematiannya. Cara melakukan sama dengan rokat diatas perbedaannya: ayam tidak usah dipilih yang berbulu tertentu, tidak ada yang ditanam, tidak ada jarum, telur dan ramuan. Do’a sama yang dilakukan
Rokat ngalle  Upacara ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu keberkatan hidup di suatu tempat yang baru ditempati dirumah baru. Ngalle artinya pindah, menurut Bapak Nasibah desa Gadu Barat, cara-caranya sama dengan rokat pekarangan, tetapi secara jelas belum kami ketahui karena adat ini sudah jarang dilakukan
Rokat Disah Upacara rokatan ini adalah selamatan untuk keamanan desa dan terhindarnya dari serangan penyakit mendadak biasanya dilakukan di tengah desa. Belum ditemukan cara-cara yang sebenarnya karena sudah jarang dilakukan dan dirubah pada cara-cara Islami yaitu dengan menghatamkan Al-Qur’an di Masjid. Dilakukan oleh 30 orang, kebagian membaca 1 juz do’anya sama dan makanan terserah kesepakatan masyarakat tanpa ada cara-cara yang berbau mistis, biasanya diawali dengan pembacaan al-Fatihah pada Nabi, sahabat, thabi’ien, waliyullah, para guru dan sesepuh desa yang sudah meninggal, kemudian baca Al-Qur’an sendiri-sendiri setelah selesai baca do’a pangrokat ditambah  do’a khatmil Qur’an (do’a yang ada diakhir surat-surat Al-Qur’an ) baru kemudian makan bersama.
Rokat petik laut Yaitu selamatan para pelaut karena banyaknya ikan yang bisa ditangkap berupa sesajen makanan dan kepala hewan yang dibawa ketengah laut dan ditenggelamkan cara yang sebenarnya belum diperoleh informasi yang falid karena letaknya jauh dari jangkauan kami.
Rokat sangke Bumih Adalah suatu selamatan yang mirip rokat pekarangan ditujukan untuk memperoleh keselamatan di suatu tempat yang sering terjadi kecelakaan dilakukan pada tanggal yang disukai. Do’anya sama dan tanpa ada peralatan yang ditanam, air ramuan menggunakan air kumkuman yang dibuat dari air dicampur bidan dan bunga-bungaan. Sesajen yang diletakkan diambil dari makanan yang dimasak. Sedangkan ayam yang disembelih berbulu apa saja asal didada dan leher bagian bawah hingga ekor bawah berbulu orange atau dikenal dengan ayam sangke bumih.
Ajenneng Adalah suati prosesi untuk mengawinkan suatu bangunan dengan bumi yang ditempati kalau dulu tiang kayu dikawinkan dengan pondasi dilakukan agar penghuni rumah senang menempati rumah tersebut yang diwujudkan dengan rajinnya seseorang merawat rumah seperti menyapu tiap hari dan lainsebagainya. Ajennang suatu rumah biasanya biasanya dilkukan setelah rumah tersebut selesai dibangun para peserta upacara dalah para tukang bangunan yang telah melakukan pengajian rumah hingga selesai.

E.3. Tradisi  Perawatan Tubuh Dan Kecantikan
Konsepsi pencegahan terhadap suatu penyakit yang ketiga tampak dari kebiasaan masyarakat untuk selalu merawat kesehatan dengan berbagai ramuan. Untuk perawatan tubuh (fisik) seseorang terdapat lebih dari 10 macam ramuan. Perawatan yang dilakukan mulai dari bagian tubuh paling atas (mahkota) yaitu rambut, bagian muka, mata, telinga dan hidung hingga perawatan tubuh bagian bawah (kaki). Perawatan muka tidak saja berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga kesegaran dan kecantikan. Keramas dengan air abu merang, bedak lulur dengan meniran, gosok gigi, pembersihan lubang hidung dan telinga adalah perawatan mahkota tubuh.
Bagian tubuh di bawah mahkota yang mendapat perhatian adalah bagian dada dan perut. Bagian dada (khususnya wanita) yang memperoleh perhatian cukup adalah payudara. Perawatan payudara ditujukan agar bagian ini nampak montok. Perawatan dilakukan dengan pemijatan dan meminum ramuan. Bagi yang sedang memberikan ASI pada anaknya, perawatan dilakukan deengan meminum ramuan kejja atau daun katu’ dengan tujuan memperlancar ASI. Sebaliknya, pada bagian perut perawatan justru ditujukan untuk merampingkan. Ramuan yang digunakan adalah “galian singset”.
Bagian tubuh lain yang mendapatkan perhatian cukup besar adalah bagian kemaluan. Terutama bagi wanita, bagian ini merupakan organ yang sangat dipentingkan dalam perawatan. Ramuan untuk perawatan alat reproduksi wanita sering disebut “sari rapet”, “rapet wangi” atau “galian rapet”. Ramuan ini sangat popular dan menempati rangking tertinggi dalam pembuatan maupun penjualan ramuan di seluruh Madura. Ramuan ini sangat dikenal oleh wanita remaja dan dewasa. Efek ramuan secara kesehatan akan menghilangkan keputihan, yaitu penyakit yang sangat umum dijumpai pada vagina. Secara kemesraan hubungan suami istri ramuan ini diakui akan meningkatkan rasa kepuasan hubungan dan keharmonisan rumah tangga.
Perawatan kesehatan yang dilakukan dengan menggunakan ramuan dapat diidentifikasi berdasarkan bagian yang dirawat dan saat (umur) orang yang dirawat. Jadi tidak hanya untuk anggota tubuh, melainkan juga fase kehidupan seseorang. Berdasarkan fase kehidupan ini ditemukan berbagai perawatan seperti perawatan terhadap balita, terhadap anak, terhadap remaja dan terhadap dewasa serta terhadap manula.
Ramuan tradisional untuk perawatan rambut secara khusus kami tidak menemukan hanya sebatas perawatan sederhana yang dilakukan masyarakat dahulu sebelum munculnya aneka shampo. Mereka membersihkan rambut hanya dengan menggunakan air tirisan abu dapur. Yang dibilaskan kerambut ketika keramas. Abu yang paling bagus adalah abu dari tempurung kelapa. Sebagian masyarakat menggunakan paceh (mengkudu merah) dilumatkan dan dibilas ke kepala baru kemudian disisir. Dua cara tadi cukup bagus karena sama berbusa layaknya shampo, manfaat/khasiat yang dikenal: rambut hitam, subur, anti uban dan kemilau.
Ramuan perawatan muka belum ditemukan ragamnya yang dikenal masyarakat adalah bedak lulur berbentuk bundar yang dipakai ketika habis mandi atau sebelum tidur. Bahan yang digunakan adalah beras yang direndam 1 cangkir, kunyit/temu lawak/temu kuning sebesar telur itik, beng ramuk (Madura) secukupnya (sepeti pohon sereh, tapi akarnya harum) seluruh bahan dihaluskan dan dibuat bundaran kecil seperti telur cecak (bedak pelkeran : Madura).
Ramuan khusus untuk payudara belum kami temukan. Ramuan yang kami temukan hanya satu resep kesegaran yang dibuat menjadi satu untuk khasiat yang banyak yaitu, mengencangkan payudara dan seluruh kulit (otot). Ramuan untuk mengecilkan perut, mengencangkan otot vagina, mengurangi lendir dan fit setiap hari. Bahan-bahannya : telur itik 3/1 butir pinang muda 1 buah, jahe I jari, sa’ang halus 3/7 biji, bawang putih 3 siung, air apu bening (air kapur) 1 gelas. Bahan-bahan dihaluskan dan diambil airnya dicampur semua dan diminum 2x seminggu.
Ramuan Untuk penghilang bau badan dan bau vagina, menggunakan sa’ang 21 biji halus, sirih temu urat 7/21 lembar. Daun delima putih 1 genggam caranya dimasak dengan 2 gelas menjadi 1 gelas, diminum tiap mau tidur atau agi hari lakukan tiap 2x seminggu
Ramuan khusus untuk perawatan penis belum ditemukan. Beberapa penjual jamu memang menyediakan penis oil yang diproduksi dari luar Madura. Minyak ini konon digunakan untuk memperbesar ukuran penis.
Orang Madura biasa merawat gigi dan mulut bukan dengan ramuan tetapi dengan menyusur (apenah) dimana cara atau kebiasaan tersebut berhasiat memelihara gigi menjadi kuat dan mulut terhindar dari luka dan kuman atau bakteri. Bahan-bahan ramuan lain untuk dikunyah dan ditelan airnya bahan-bahan sirih, kapur sirih, pinang, gambir, bawang putih, ukuran/dosis terserah ramuan kedua sirih, bawang putih dan gula pasir.
Ada perawatan bagi calon pengantin yang dikenal di Madura khususnya di desa. Perawatan bagi calon pengantin lebih difokuskan pada laki-laki karena kejantanan seorang pria dapat menjadi penentu langgeng tidaknya perkawinan. Seorang pria yang tidak jantan (impotent pada malam pertama akan menjadi aib bagi pihak keluarga pria. Maka ia akan lebih baik pulang kerumah hingga ia yakin dirinya sembuh. Dengan begitu pengantin wanita hampir tidak dipersiapkan. Cara yang digunakan sangat beragam, ada yang melalui jalur mistis ada pula yang rasional (terapi pijat). Cara mistis tetap menjadi cara yang rahasia sehingga sulit diungkap dan sangat banyak ragamnya, sedangkan cara pijat membutuhkan keahlian khusus yang sangat sulit untuk dipelajari sekilas cara yang digunakan adalah sebagai berikut: Pertama sang calon diinjak bagian paha belakang hingga lemas, tandanya ketika diinjak kaki tidak terasa dingin atau kesemutan, kemudian dipijat bagian perut yang difokuskan untuk memperbaiki sistem pencernaan dan memijat otot-otot di tulang pinggang (olor: Madura) yaitu otot dan urat yang sejalur dengan uarat penis. Orang yang impoten olornya akan lembek, tetapi orang yang mudah ejakulasi dini olornya terlalu kencang. Teknik demikian dilakukan 1 sampai 5 kali tiap 4 hari sekali. Ramuan yang digunakan adalah tekanan yang memulihkan tenaga dan urat. Seperti jahe, kunci, laos, akar atau daun sirih dlingo, bawang putih, bubuk kopi, campuran (cuka+gula) dan telur ayam/itik 3/5/7 butir. Bahan-bahan diambil airnya dicampur semua mentah-mentah dan diminum.
Ramuan untuk perawatan bagi orang yang baru melahirkan di Madura sudah banyak dikenal. Ramuan jamu sehabis melahirkan disatukan pada jamu ramuan yang dikenal dengan “bu abuh” yaitu berfungsi, mengecilkan perut vagina, membersihkan rahim, memulihkan tenaga: bahan utama adalah air abu dapur utamanya abu batok kelapa ½ ember ± 4 liter air dari perasan empon-empon bawang putih, bangle, asam dan cuka + gula semua bahan di ambil airnya dimasak dengan air abu (landena abu: Madura) kecuali cuka, cuka dipakai ketika mau minum. Ramuan ini diminum 2 x sehari, 1x1 gelas untuk menguras kotoran di rahim yang oleh orang Madura dikenal dengan “aeng koneng” caranya dengan meminum air perasan mengkudu + cuka + gula (campuran) maka ia akan terhindar dari penyakit kuning dan lemah syahwat.
Paket perawatan untuk calon pengantin putri belum ditemukan, hanya ada cara menambah elok seorang perempuan ketika mau dinikahkan oleh para pengias pengantin yang dikenal dengan istilah “pangaber” semacam ilmu pelet tetapi islami, teknik ini sulit juga diungkap karena menjadi rahasia mereka.

F. PEMBAHASAN
Manusia yang hidup merupakan kesatuan dari jiwa dan raga. Dimensi kehidupan terdiri dari banyak aspek, mulai dari aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, aspek ruhani, aspek budaya hingga aspek emosi. Interaksi manusia dengan lingkungan sosial dan budayanya akan mempengaruhi dimensi kognitif, mempengaruhi dimensi fisik maupun dimensi kesehatan. Aspek lingkungan lokal yang memberikan ruang bagi terjadinya interaksi individu, kelompok indiviodu maupun masyarakat memberikan corak tersendiri terhadap pola pikir dan budaya, termasuk cara pandang terhadap kesehatan, dan pencegahan penyakit. Dari perspektif inilah munculnya tradisi masyarakat dalam bidang kesehatan yang memiliki nilai kebenaran berdasarkan pengalaman spasial. Konsepsi kesehatan menurut budaya Madura adalah salah satu representasi dari tradisi lokal di bidang kesehatan yang memiliki keterbatasan dari sisi spasial.
Kesehatan menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan yang menunjukkan tidak hanya absennya penyakit saja melainkan juga suatu kondisi yang baik secara sosial, mental, spiritual dan aspek lainnya.  Kesehatan dapat diperoleh dari berbagai sebab (input). Masyarakat tradisional meyakini bahwa kecuali penyebab yang bersifat lahiriah (fisikal), kesehatan juga dapat disebabkan oleh hal-hal yang bersifat non lahiriah dan oleh karenanya tidak tampak (ghaib). Dalam merespon penyebab terjadinya gangguan kesehatan inilah setiap masyarakat dapat memiliki variasi dalam hal cara mengatasi, cara mencegah dan juga upaya promotifnya. Sangat dimaklumi jika secara tradisional, terdapat budaya masyarakat untuk memperoleh hidup sehat, mencegah terjadinya gangguan penyakit melalui suatu upaya yang berupa konsep pantangan atau anjuran dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam pendirian rumah tinggal, ritual atau seremonial, dan konsep perawatan tubuh.
Konsep kesehatan menurut pandangan tradisional adalah merupakan satu kesatuan, dengan kata lain, kesehatan itu tidak bisa di pisah pisahkan antara bagian satu dengan lainnya.  Hal ini dilatar belakangi oleh kepercayaaan bangsa bangsa tradisional di dunia bahwa kesehatan bukan hanya berkenaan dengan berfunginya organ- organ yang menyusun tubuh kita.  Menurut pandangan kesatuan realitas bangsa tradisional, kesehatan yang baik itu meliputi kondisi mental, fisik, kejiwaan/ spiritual, dan emosional yang stabil dari seseorang, anggota keluarga, dan lingkungannya (Wilson, 1971), demikian juga dengan jaminan ekonominya. Dalam latar belakang kehidupan bangsa tradisional, akan dipandang tidak wajar bila seseorang yang tidak bisa menghidupi dirinya dan keluarganya dari hasil satu musim panen untuk mengatakan pada orang lain bahwa dia dalam keadaan sehat. Ini disebabkan karena eksistensi yang begitu berarti yang  satu kesatuan bagian dari kesehatan dan pelayanan kesehatan di masyarakat tradisional.  Sofora (1982:26) menyatakan bahwa kesehatan yang baik menurut bangsa tradisional di dunia adalah merupakan suatu keharmonisan hubungan antara segala hal yang ada di sekitar kita, dengan Tuhan, dengan makhluk yang terlihat dan yang tidak terlihat.
Ilmu kesehatan barat yang dibangun dengan paradigma ilmu modern memiliki seperangkat metode yang sangat berbeda dengan ilmu kesehatan tradisional, sekalipun tujuannya sama yaitu mencapai hidup sehat. Ilmu kesehatan masyarakat (modern) tentu tidak mengenal atau memasukkan unsur-unsur tradisional dalam menganalisis suatu penyebab terjadinya penyakit (etiologi). Ilmu kesehatan masyarakat (modern) tidak akan sampai pada kesimpulan bahwa dunia gaib yang berupa setan, jin dan mahluk halus berpartisipasi sebagai penyebab terjadinya gangguan kesehatan. Sebaliknya ilmu kesehatan tradisional menjangkau masalah ini. Tradisi yang merupakan sekumpulan pengetahuan masyarakat (endegenous knowledge) mengakui keberadan dunia mistis, dunia yang tidak kasat mata yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan seseorang. Kenyataan ini hampir dapat ditemukan di semua kelompok masyarakat.
Dalam hal pembangunan rumah, ilmu kesehatan modern hanya berbicara mengenai struktur bangunannya. Misalnya bangunan rumah hendanya memiliki ventilasi dan pencahayaan yang baik. Ilmu kesehatan modern tidak berurusan dengan dimana rumah itu akan dibangun, bagaimana posisinya maupun kapan saatnya membangun yang sehat. Sementara itu ilmu kesehatan tradisional menjangkau masalah yang lebih pelik lagi. Tradisi budaya masyarakat memberikan tuntunan dalam membangun rumah tinggal sampai pada posisi tanah tempat rumah akan didirikan, arah hadap dari rumah maupun waktu yang baik untuk memulai pembangunan rumah. Semua pertimbangan tradisional ini adalah terkait erat dan dalam kerangka kesehatan penghuninya yang dapat dikelompokkan sebagai upaya pencegahan maupun promosi kesehatan.
Dalam hal upacara selamatan, tentu ilmu kesehatan modern steril dari masalah ini. Dunia kesehatan modern tidak mengenal sama sekali metode pencegahan suatu wabah penyakit melalui ritual selamatan. Ritual selamatan walaupun secara isi memiliki harapan akan kehidupan seseorang atau sekelompok orang yang sehat tetapi proses pemerolehannya tidak dikenal sebagai cara atau metode operasional kesehatan modern. Sementara itu ilmu kesehatan tradisional dengan mudah dapat menjabarkan secara leluasa fungsi dan manfaan ritual sebagai sarana pencegahan suatu penyakit.
Satu hal yang relevan dan memiliki alasan yang masuk akal menurut kesehatan modern adalah promosi kesehatan dengan menggunakan perawatan tubuh dan ramuan tradisional. Pemakaian unsur-unsur alam berupa mineral, hewan maupun tumbuhan dikenal oleh ilmu kesehatan modern sebagai cara untuk memperoleh kesehatan. Bahkan ilmu pengobatan modern sampai saat ini banyak yang mendasarkan pada penggunaan unsur alam sebagai cara memperoleh kesehatan. Karena unsur alam diketahui mengandung senyawa tertentu yang berkhasiat  untuk penyembuhan atau peningkatan derajat kesehatan..
Sekalipun tidak bergayut langsung dengan ilmu kesehatan modern, tetapi unsur-unsur budaya masyarakat yang dapat dikelompokkan dalam pencegahan dan promosi kesehatan dapat diterima secara logika. Dalam aspek tata letak bangunan, nilai tradisional yang dikenal sebagai taneyan lancang memperhatikan unsur penataan bangunan yang sehat. Apalagi kesehatan tidak hanya berkaitan dengan aspek fisik semata, melainkan juga aspek sosial dan ruhani. Pola hubungan antara manusia dengan lingkungan sosial dapat mencapai taraf kesehatan sosial dengan dibina oleh pranata sosialnya. Taneyan lancang merupakan salah satu produk pranata sosial yang memberikan kemungkinan untuk mencapai kesehatan sosial. Alasan yang sama dapat diberlakukan pada aspek kesehatan ruhani. Pemahaman masyarakat terhadap alam tidak hanya terbatas pada alam nyata (dunia) saja, tetapi meliputi dunia ghaib. Dunia ghaib memiliki kontribusi pada terpeliharanya kesehatan yang manifest pada tubuh sebagai perwujudan alam nyata. Aspek ritual dan seremonial masyarakat merupakan pengejawantahan dari interaksi alam nyata dan alam ghaib yang keseimbangnnya berdampak pada terpeliharanya kesehatan dan terhindarnya dari berbagai gangguan kesehatan.

G. KESIMPULAN
1.        Upaya kesehatan tradisional Madura memiliki dua komponen utama, yaitu upaya pencegahan (preventive) dan pengobatan (kurativ). Konsepsi pencegahan tradisional dilakukan jauh hari sebelum terjadinya suatu gangguan terhadap kesehatan. Upaya pencegahan ini dimulai dengan pemilihan tempat tinggal yang tidak boleh melanggar ketentuan tradisi, upacara ritual selamatan, dan pemeliharaan kesehatan dengan selalu meminum ramuan tradisional dan penjagaan kesehatan lainnya.
2.        Konsepsi pencegahan gangguan kesehatan secara tradisional Madura yang tertuang dalam konsep mendirikan rumah meliputi larangan “nombak tobun” dan “nombak lorong” dan anjuran pancoran emas, dan taneyan lanceng.
3.        Konsepsi pencegahan yang tampak dari upacara ritual selamatan meliputi rokat tolak balak, ritual siklus hidup dan ritual lainnya.
4.        Konsepsi promosi kesehatan tampak dari perilaku perawatan tubuh pada bagian kepala hingga kaki dengan menggunakan cara dan ramuan tertentu sehingga tidak hanya kesehatan semata yang diperoleh, melainkan juga kebugaran dan atau kecantikan.
5.        Konsepsi pencegahan dan promosi kesehatan tradisional Madura memiliki unsur-unsur upaya kesehatan yang sebagian tidak sama dengan konsepsi pencegahan dan promosi kesehatan menurut ilmu kesehatan masyarakat (modern), akan tetapi sebagian yang lain memiliki unsur-unsur yang sama. Sekalipun demikian tidak bertentangan antara kesduanya, bahkan memiliki tujuan yang sama ialah memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

 

DAFTAR PUSTAKA


Abdurachman, 1999, Sedjarah Madura, Sekilas Pandang, Penerbit Sun, Prenduan Sumenep.
Achmadi, Umar Fahmi, 1998, Kebijakan Penelitian Bidang Kesehatan, Jurnal Kesehatan Kota, Unika Atmajaya, Tahun V no 2, Juli 1998 (35-50)
Afendi, 2003, Sinergi Etnik dan Modern dalam Tataruang Bangunan Rumah, Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Teknik, Vol 13 No. 2 Tahun 2003 (13-25).
 Agoes Azwar, 2000, Pengobatan Tradisional di Indonesia, dalam Antropologi Kesehatan III, Grafiti Press, Jakarta
Aguskrisno, B, 2003, Perawatan Tubuh dan Tradisi yang Menyertai, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Biologi “SYNAP”, no I, tahun IV September 2003, (12-30).
Baroto, Eko, 1996, Pendekatan Penelitian etnobotani, Prosiding Seminar Etno-Botani, Yayasan Kehati- LIPI, Jakarta
Diponyono, Brotokamsi, 1996, Faktor Sosiobudaya dalam Pengobatan Tradisional Orang Jawa, dalam Antropologi Kesehatan II, Grafiti Press, Jakarta.
Everly, JR., and Feldman, R., 1999, Health Promotion, John Willey and Sons, New York.
Effendy, N., 1995, Perawatan Kesehatan Masyarakat, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Handayani, 2003, Rahasia Ramuan Tradisional Madura dalam Sehat dan Cantik dengan ramuan tradisional, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hermansyah, 1997, Hubungan antara Promosi di Tempat Kerja dengan Peningkatan Status Kesehatan para Pekerja Industri di Palembang, Thesis Pascasarjana, UGM Yogyakarta.
Jefry, 2001, Ritual dan Perubahan Sosial, Jurnal Humaniora Universitas Taruma Negara, Vol. 3 no. 1 Juli 2001 (45-60)
Krippendorf, K, 1993, Analisis Isi, Pengantar Teori dan Metodologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mahfudz, 1996, Dukun Bayi, Jurnal Penelitian Populasi, no I, tahun XIII September 1996, (12-30).  Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Miles, M.B, Huberman, A.M, 1994, Qualitative Data  Analysis, second edition, Sage Publication, New Delhi.
Moleong, L.J, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nurwidodo, 2003a, Persepsi Masyarakat Sumenep Terhadap Kesehatan, Laporan Penelitian, Kerjasama Kehati-Jurusan Biologi UMM, Universitas Muhammadiyah Malang.
Nurwidodo, 2003b, The Respond To The Erosion Of Endogenous Knowledge Trough Forest in Madura, Prosiding Seminar Internasional Antropologi Indonesia “Diversity in Unity”, Kerjasama Universitas Indonesia-Ford Foundation-Universitas Udayana, Universitas Indonesia Jakarta.
Nurwidodo, 2003c, Etnofarmaka Ramuan Selekarang, Laporan Penelitian P2U, Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang.
Poerwanti, Endang, dan Nurwidodo, 2003, Peran Gender dalam Kesehatan Reproduksi Masyarakat Peralihan (Sub Urban), Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Dasar, Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Rifai, Mien A., 1999, Pemutahiran Etnobotani dalam Etnosains, Prosiding Seminar Etno-Botani, Yayasan Kehati- LIPI, Jakarta
Selo Sumarjan, 1995, Tradisi Meramu dan Meminum Jamu, Antropologi Kesehatan I, Grafiti Press, Jakarta
Simons, Bruce., Greene, Walter, 2000, Introduction to Health Education and Health Promotion, Waveland Press Incorporation, Prospect Height, Illionis.
Singarimbun, M., Efendi, S., 1989, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta
Soesilo, Slamet, 1999, Peranan Jamu dan Obat Tradisional dalam Kesehatan Masyarakat, dalam Antropologi Kesehatan III, Grafiti Press, Jakarta.
Shodiq, Kuntoro, 1998, Perilaku Sakit Masyarakat Pedesaan,: Studi Kasus di desa Plered Bantul Yogyakarta, Jurnal Penelitian Pasca Srjana, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Syafei, Imam, 1996, Merger Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Penerbit IKIP Yogyakarta.
Tutoko, 2003, Rumah Hunian dan Agenda 21, Jurnal Penelitian  Ilmu Ilmu Teknik, vol XIII Nomor 2 (12-25).
Wahyuni, 2002, Lethal Dosage Penggunaan Sari Rapet, Prosiding Hasil Penelitian, Kerjasama Yaysan Kehati Jakarta-Jurusan Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang.
Waitzkin, Howard, 1993, Sosiologi Kesehatan, Penerbit Prima Aksara, Jakarta
Yacob, 1995, Kesehatan Pada Manusia Purba, dalam Antropologi Kesehatan, Buku I, Grafiti Press, Jakarta
Yahya, 1996, Peningkatan Kenyamanan Kerja dengan Ergonomi Manusia-Alat pada Pembatik di Yogyakarta, Thesis Program Pascasarjana, Ilmu Kesehatan, UGM Yogyakarta.

loading...

0 Response to "KUMPULAN JURNAL BAHASA INGGRIS TENTANG KESEHATAN TERBARU 2014"

Post a Comment