FAKTOR – FAKTOR YANG
BERPENGARUH TERHADAP PEMBENTUKAN KOMPETENSI MANAJERIAL : STUDI PADA SARJANA AKUNTANSI
DI JAKARTA, SURABAYA, DAN MALANG
ABSTRACT
In financial information system, an accountant as a
mediator between the company and stakeholder as the end user of financial
report. To fulfill this task, an accountant needs the technical competence
which involves: financial planning; monitoring of profit planning
implementation; implementing and maintaining of
management information system of the company. The technical competence is as the main point which must be
had by the accountant in conducting their profession. The tecnical competence
which mentioned before, not enough for facing the more dynamic and complex
business competition but need additional
competence. That competence are softskills. These kinds of competences are the part of accountant managerial
competence building in entering the job
competitions. This research shows about the factors which influence
towards of accountant graduates has been moderated by job-experience and
professional education in managerial
competence building.
Data analysis used in this research is Partial
Least Square (PLS). The data consists of primary data and secondary data.
Primary data got by snow balling technique. The population and sample in this
research are accountant graduates from
many universities in Indonesia who have worked in many business such as
Jakarta, Surabaya and Malang.
Based
on this analysis, this research gives some important conclusions: accountant
graduates has enough competence in technical competence, but less
influence in managerial competence building; job-experience influences toward managerial competence
building; motivation achievement influences toward managerial competence;
training will influence the managerial competence building more significant, and also accountant professional education has significant
influence toward managerial competence building for accountant graduates.
Key-words: Accountant Graduates Competence, Managerial
Competence, Achievement Motivation,
Job-Experience, Partial Least Square.
ABSTRAK
Dalam sistem informasi keuangan, akuntan berfungsi sebagai mediator
antara operasional perusahaan dan stakeholder
selaku pengguna akhir laporan keuangan. Untuk memenuhi peran tersebut, seorang
akuntan memerlukan kompetensi inti yang mencakup kegiatan seperti perencanaan
keuangan, pemantauan implementasi rencana laba, dan pemeliharaan sistem
penjagaan kekayaan perusahaan. Dalam perkembangannya, kompetensi inti seperti
yang dimaksud tidak cukup untuk untuk menghadapi kompetisi usaha yang semakin
dinamis dan kompleks. Dalam hal ini dibutuhkan tambahan kemampuan dalam bentuk
kompetensi yang bersifat non teknis. Kemampuan tersebut meliputi knowledge, skills and abilities (KSAs).
Berbagai jenis kemampuan dalam KSAs tersebut merupakan bagian dari pembentukan
kompetensi manajerial sarjana akuntansi dalam memasuki persaingan kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor Yang berpengaruh terhadap pembentukan
kompetensi manajerial bagi lulusan sarjana akuntansi.Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partial Least Square (PLS). Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh
dengan teknik snow balling. Populasi
dan Sampel dalam penelitian ini adalah lulusan sarjana akuntansi dari berbagai
perguruan tinggi di Indonesia yang sudah bekerja pada berbagai sektor kegiatan
ekonomi seperti di Jakarta, Surabaya dan Malang.
Berdasarkan analisis
yang dilakukan, penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan penting,
diantaranya adalah sarjana akuntansi mempunyai kompetensi tehnikal namun tidak
berpengaruh dalam pembentukan kompetensi manajerial, pengalaman kerja berpengaruh terhadap pembentukan kompetensi
manajerial, motivasi berprestasi
berpengaruh terhadap kompetensi manajerial; pelatihan akan memperkuat
pengaruh pembentukan kompetensi manajerial, dan pendididikan profesi akuntan
juga memperkuat pengaruh terhadap pembentukan kompetensi manajerial bagi
lulusan akuntansi yang sudah bekerja.
Kata Kunci : Kompetensi Sarjana Akutansi, Kompetensi Manajerial,
Motivasi Berprestasi, Pengalaman Kerja, Partial Least Square .
1.PENDAHULUAN
Salah satu
faktor penting dalam menopang eksistensi perusahaan dalam persaingan bisnis
yang terjadi adalah penguasaan kompetensi yang dimililiki oleh Sumber daya
manusia (SDM). Sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan, peranan SDM
perusahaan sangat penting dalam mendorong ekspansi perusahaan pada kapasitas
produk yang diinginkan. Dengan penguasaan tingkat kompetensi yang memadai,
perusahaan dapat melakukan kegiatan usahanya secara lebih efektif, efisien,
berdayasaing dan berkinerja tinggi (Thomas, 2009). Secara lebih khusus bagi
para manajer perusahaan, penguasaan kompetensi akan dapat memberikan
keleluasaan baginya dalam mengoptimalkan pemanfaatan SDM yang ada dalam
pencapaian tujuan perusahaan (Lockett, 1992).
Kompetensi pada dasarnya merupakan sebuah
refleksi dari nilai-nilai keahlian seseorang dalam melaksanakan bidang
pekerjaannya. Dalam hal ini semakin kompleks perkembangan bisnis yang terjadi
secara langsung akan dapat mempengaruhi perilaku karyawan dalam menjalankan
bidang pekerjaannya. Hal ini terjadi karena munculnya nilai-nilai baru yang
dibawa oleh perubahan tekhnologi dalam dunia bisnis. Oleh karena itu karyawan
akan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru tersebut untuk kemudian
diinteprestasikan pada kegiatan inovasi dan kreatifitas yang dapat dikembangkan
pada bidang pekerjaannya. Sedangkan pengertian kompetensi manajerial menurut
Whetten dan Cameron (2002) meliputi
keahlian personal, pengelolaan stres dan pemecahan masalah secara kreatif.
Menurut Stuart dan Lindsay (1997), kompetensi manajerial dapat dibangun melalui
lingkungan organiasi dan budaya organisasi, oleh karena itu perubahan yang
terjadi pada lingkungan bisnis akan dapat mempengaruhi kompetensi manajerial
yang dibutuhkan organisasi.
Dalam kaitannya dengan perkembangan tersebut, Draft (2003) mengindikasikan
terjadinya fundamental transformation
yang dramastis pada manager’s job.
Transformasi yang terjadi merefleksikan perubahan paradigma dari paradigma yang
lama (ditandai dengan old workplace)
ke paradigma baru (ditandai dengan adanya new
workplace). Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut pada akhirnya dapat
mempengaruhi karakteristik organisasi, kekuatan organisasi dan kompetensi
manajerial dalam manajemen organisasi.
Perubahan iklim persaingan bisnis yang semakin cepat
membawa konsekuensi pada semakin pentingnya pembentukan kompetensi manajerial
dalam menjaga eksistensi perusahaan dalam persaingan global. Dalam hal ini
menurut Palmer, dkk (2004) pembentukan kompetensi manajerial tidak hanya
ditentukan oleh kompetensi awal yang dimiliki oleh karyawan sesuai dengan
bidang pendidikan tingginya saja. Kurikulum yang disajikan dalam perguruan
tinggi dewasa ini masih dirasakan belum cukup untuk memenuhi skills yang dipersyaratkan oleh dunia
usaha. Output yang dihasilkan masih dalam kualifikasi standar kemampuan yang
bersifat teknis dan belum menyentuh skill manajerial. Oleh karena itu
diperlukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan kompetensi manajerial bagi
lulusan perguruan tinggi dan karyawan perusahaan.
Kehadiran perusahaan Multinasional pada perekonomian suatu
negara, biasanya juga diikuti dengan aliran tenaga kerja asing yang sesuai
dengan kualifikasi yang dipersyaratkan oleh perusahaan MNCs. Dalam konteks
inilah akan menimbulkan persaingan antara tenaga kerja lokal dengan tenaga
kerja asing. Persoalan ini akan semakin kompleks manakala porsi untuk tenaga
kerja lokal pada perusahaan-perusahaan besar yang ada terbatas pada tingkatan clerk dan tidak sampai pada level
manajer. Sebagai akibatnya lulusan perguruan tinggi Indonesia yang mayoritas
memiliki gelar sarjana (S-1) tidak dapat terserap di dunia kerja formal sesuai
dengan kualifikasi kerja yang seharusnya. Untuk mampu bersaing di pasar global secara berkelanjutan
dibutuhkan kualitas sumber daya manusia yang handal dalam merespon perubahan
yang terjadi. Dalam hal ini profesi bidang akuntansi memiliki tantangan yang
semakin besar seiring dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan asing
masuk ke Indonesia. Keberadaan perusahaan asing yang ada berdampak pada aliran tenaga
kerja asing khususnya di bidang akuntansi yang dapat menggeser peran tenaga
akuntan dalam negeri untuk mengisi pos pekerjaan yang ada.
Seorang akuntan
dalam profesinya sebagai backbone
sistem informasi keuangan organisasi memiliki peran yang sangat penting. Dalam
sistem informasi keuangan, akuntan berfungsi sebagai mediator antara
operasional perusahaan dan stakeholder
selaku pengguna akhir laporan keuangan (Rokhim, 2007:5). Untuk memenuhi peran
tersebut, seorang akuntan memerlukan kompetensi inti yang mencakup (Darwin,
2006:123) : perencanaan keuangan, pemantauan implementasi rencana laba;
perancangan, pengimplementasian dan pemeliharaan sistem manajemen startegis;
serta perencanaan, pengimplementasian, dan pemeliharaan sistem penjagaan kekayaan
perusahaan.
Perubahan yang
terjadi dalam konstelasi bisnis di Indonesia paling tidak terdapat isu utama
dalam pendidikan profesi akuntansi di Indonesia, yakni : kompetensi profesional akuntan yang relevan dengan dunia
bisnis dan pemerintahan, tuntutan masyarakat terhadap profesi akuntan dalam hal
penegakan etika dan good governance, dan persaingan global dalam industri jasa
akuntansi. Penyebab lain timbulnya kesenjangan
kompetensi di bidang akuntansi adalah kurang relevansinya antara program pendidikan
akuntansi dengan kebutuhan ketrampilan di dunia kerja.
Salah satu
butir dari standard of ethical conduct dari Institute of Management Accountants di Amerika adalah kewajiban akuntan
manajemen untuk secara terus menerus mengembangkan kemampuannya dengan selalu
berusaha menambah pengetahuannya dan meningkatkan keahliannya. Bagi akuntan
publik hal ini dipenuhi dengan mengikuti Program Profesional Berkelanjutan
(PPL). Bagi internal auditor ada juga program semacam itu melalui Yayasan
Pendidikan Internal Audit (YPAI). Namun bagi akuntan manajemen lainnya ,
program profesional berkelanjutan yang terstruktur dan terpantau tidak ada.
Pengembangan diri mereka diserahkan pada upaya mereka masing masing. Hasil
penelitian beberapa akuntan di Indonesia mengungkap kesenjangan kompetensi
akuntan adalah:
Berdasarkan pada uraian uraian peneliti terdahulu, peneliti belum menemukan
adanya penelitian lain yang memprediksi hubungan kompetensi seorang lulusan
sarjana akuntansi terhadap pembentukan kompetensi manajerial apalagi jika
sarjana tersebut mengalami pendidikan dan pelatihan profesi apakah pengaruhnya
terhadap kompetensi manajerial mereka?
Peran perguruan tinggi dalam membekali lulusannya agar
sesuai dengan tuntutan skill di pasar
sangat tergantung dari proses pembelajarannya. Output dari proses pembelajaran
yang ada tersebut pada akhirnya dapat membentuk suatu kompetensi yang unik dan
spesial, sehingga dapat, menjadi nilai tambah yang dapat meningkatkan bargaining power dalam memasuki pasar
kerja. Dalam bidang akuntansi,
kompetensi seorang sarjana akan sangat menentukan seberapa besar kompetensi
manajerial yang akan dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya kompetensi manajerial menjelaskan kemampuan seseorang
dalam menjalankan fungsi-fungsi manajerial di luar kompetensi yang bersifat
teknikal. Dengan proses pembekalan pendidikan akuntansi yang semakin baik di
perguruan tinggi, akan dapat mendorong peningkatan kemampuan yang terkait
dengan kompetensi manajerial.
Dalam perspektif
teori dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya pembentukan kompetensi bagi sumber
daya manusia dapat dilakukan di perguruan tinggi dengan menyusun kurikulum
pendidikan sedemikan rupa sehingga dapat membekali lulusannya dengan kompetensi
yang dipersyaratkan oleh dunia usaha dan dunia industri. Dalam hal ini
pembentukan kompetensi di bidang akuntansi dapat dilakukan dengan memperbanyak
muatan-muatan keahlian di bidang akuntansi dan keuangan dengan mempertimbangkan
berbagai aspek praktek bisnis yang sesungguhnya. Kemudian untuk mengakomodasi skill
tambahan yang dibutuhkan dalam persaingan global, dibutuhkan tambahan
kemampuan dalam bentuk kompetensi manajerial (managerial competency).
Berdasarkan hasil studi empiris tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa adanya
sebuah relevansi antara tingkat pendidikan dan pengalaman kerja dengan
pembentukan kompetensi manajerial. Pendidikan sebagai sebuah proses pembentukan
pengetahuan dapat berperan dalam memperluas pemahaman individu akan fenomena
yang terjadi dalam kehidupan. Sedangkan pengalaman kerja dapat memberikan
contoh dari penerapan berbagai strategi dan kebijakan dalam pengembangan
perusahaan.
1.2. Rumusan masalah
Sejalan dengan latar belakang yang
dikemukakan di atas, maka rumusan dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah kompetensi sarjana S1 Akuntansi berpengaruh
terhadap pembentukan kompetensi manajerial ?
2.
Apakah pengalaman kerja mempunyai pengaruh terhadap
pembentukan kompetensi manajerial ?
3.
Apakah
motivasi
berprestasi mempunyai pengaruh terhadap pembentukan kompetensi manajerial ?
4.
Apakah
pelatihan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan kompetensi manajerial ?
5.
Apakah
pendidikan profesi mempunyai pengaruh terhadap pembentukan kompetensi
manajerial ?
1.3. Tujuan penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah dan
tujuan penelitian yang dikemukakan diatas,
maka tujuan penelitian adalah untuk:
1.
Mengukur dan mengnalisis pengaruh kompetensi Sarjana S1 Akuntansi terhadap pembentukan kompetensi manajerial.
2.
Mengukur dan mengnalisis pengaruh pengalaman kerja
terhadap pembentukan kompetensi manajerial.
3.
Mengukur dan
menganalisis pengaruh motivasi berprestasi terhadap pembentukan kompetensi
manajerial.
4.
Mengukur dan menganalisis pengaruh pelatihan terhadap
pembentukan kompetensi manajerial.
5.
Mengukur dan
menganalisis pengaruh pendidikan profesi terhadap pembentukan kompetensi
manajerial.
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan
Penelitian Terdahulu
2.1 Penelitian Yang Relevan
Penelitian lain oleh Silalahi (2007) mengenai kompetensi managerial dari seorang
sarjana, kualitas dan relevansi kompetensi sarjana tehnik mesin terhadap
profesionalisme dan kinerja tenaga kerja sarjana tehnik mesin pada industri
manufaktur. Obyek penelitiannya adalah 120 sarjana tehnik mesin yang bekerja
pada industri manufaktur yang mengaplikasikan ketrampilan enginering di Jawa Timur. Hasil dari penelitiannya menunjukkan
bahwa kualitas, relevansi, kompetensi,
tenaga kerja sarjana tehnik mesin (S1) berpengaruh signifikan terhadap
profesionalitas tenaga kerja sarjana mesin pada industri manufaktur .
Penelitian oleh Chong (2008) menganalisis asesmen pada
kompetensi manajerial terhadap manajer perusahaan yang berasal dari
negara-negara Asia Timur dan Amerika. Hasilnya menunjukkan bahwa kompetensi
yang dimiliki manajer dari berbagai negara yang berbeda sangat ditopang oleh
faktor budaya yang dibangun dari personaliti dan perilaku. Dalam hal ini dampak
dari asesmen kompetensi manajerial dipengaruhi oleh persepsi status, kebutuhan
konsultasi dan tingkat keterbukaan komunikasi antara manajer dan bawahannya.
Selanjutnya penelitian tersebut juga menekankan kebutuhan organisasi untuk
membedakan kemampuan technical skills
dari personalia yang berasal dari ragam budaya berbeda dan mengembangkan
manajer-manajer yang berbeda kebangsaaan dan budaya.
Penelitian oleh Kvalsaughen (2009) mengidentifikasi
hubungan antara latar belakang pendidikan dan pengelaman kerja (demographic characteristic) dengan
pembentukan kompetensi manajerial (manajerial
competence) para manajer di perusahaan multinasional. Berdasarkan sampel
terhadap 1200 manajer yang ada, hasil penelitian ini memberikan kesimpulan
adanya relevansi antara latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja dengan
kompetensi manajerial yang dimiliki oleh para manajer perusahaan.
Penelitian oleh Lim Theo, dkk (2008) bertujuan untuk
menganalisis keterkaitan program pendidikan dan motivasi dengan pembentukan
kompetensi guru di Korea. Sampel dan populasi diambil secara acak dari
siswa-siswi yang tengah belajar. Dengan metode analisis secara deskriptif,
hasil penelitiannya memberikan kesimpulan adanya keterkaitan antara program
pendidikan dan motivasi dalam pembentukan kompetensi guru di Korea.
Penelitian oleh Lisa (2009) menganalisis hubungan antara
program pendidikan, pengalaman kerja dan kepemimpinan (leadership) dengan pembentukan kompetensi manajerial para manajer.
Dengan pendekatan deskriptif yang dilakukan dalam penelitiannya, kesimpulan
yang dapat diperolah adalah adanya hubungan yang erat antara tingkat
pendidikan, pengalaman kerja dan gaya kepemimpinan dalam pembentukan kompetensi
manajerial para manajer dalam melaksaakan kegiatannya.
Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian terdahulu dapat
dijelaskan lebih lanjut bahwa pembentukan kompetensi manajerial memiliki
dimensi yang sangat luas. Hal ini disebabkan karena eksistensi manusia sebagai human of factor production memiliki
fungsi utama dalam menghasilkan sebuah output. Dalam hal ini kompetensi
manajerial menggambarkan segenap kekuatan dalam diri seseorang untuk dapat
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara baik.
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1Relevansi Kompetensi Sarjana Akuntansi dengan Kompetensi Manajerial
Kompetensi Sarjana Akuntansi
yang dimaksud adalah kompetensi seorang pemula didalam dunia kerja dimana
kompetensinya didapat kan dari bangku kuliah. Hal ini didapat selama proses
pendidikan melalui pembelajaran Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan serta Mata
Kuliah Keahlian Berkarya untuk membentu Kompetensi Utama dan Kompetensi
Pendukung. Sedangakan Matakuliah Pengembangan Kepribadian dan Mata Kuliah
Berkehidupan adalah untuk membentuk Kompetensi Dasar dan Kompetensi
khusus.(Kepmendiknas no 45/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi)
Kompetensi Managerial adalah
Kompetensi pada saat individu sudah berkarir di dunia kerja dengan menduduki
jabatan managerial. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia yang mengacu ke International Education Standars,
seorang Akuntan harus memiliki tiga kompetensi utama:
ü Pengetahuan Akuntansi dan Keuangan
ü Pengetahuan Bisnis dan Organisasi
ü Pengetahuan dan Kompetensi Tehnologi Informasi
ü Kemampuan Profesional
Untuk tiga kompetensi
Pengetahuan Akuntansi dan Keuangan, Pengetahuan Bisnis dan Organisasi,
Pengetahuan dan Kompetensi Tehnologi Informasi diperoleh individu pada saat
menempuh pendidikan S1 jurusan Akuntansi namun kemampuan Profesional dikembangkan
melalui proses peningkatan karir, yakni ketika individu mengalami perubahan
pindahnya individu dari suatu pekerjaan kepekerjaan lain baik dalam organisasi
maupun diluar organisasi (Gibson, dkk,1997:316).
Seiring dengan dinamika perkembangan perekonomian yang
semakin global menuntu adanya pembentukan kualitas SDM yang handal. Sistem
akuntansi dan keuangan perusahaan menjadi semakin dinamis dan kompleks,
sehingga membutuhkan kualifikasi sarjana akuntansi yang lebih berkualitas.
Fungsi manajemen SDM tidak hanya fokus pada profit semata akan tetapi lebih
luas kepada costumer focus. Dalam
fungsi ini seorang manajer tidak hanya harus mahir dalam penguasaan teknikal
saja, akan tetapi juga harus mampu menjalankan fungsi manajerial yang lainnya,
seperti kemampuan berkomunikasi, team
work dan leadership. Sebagai
konsekuensinya dibutuhkan sebuah relevansi dari kompetensi sarjana akuntansi
dengan kompetensi manajerial yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
2.2.2 Pengaruh Motivasi
Berprestasi Terhadap Kompetensi Manajerial
Motivasi berprestasi individu
adalah bagaimana individu merealisasikan konsep dirinya untuk hidup dalam suatu
cara yang sesuai dengan peran yang disukainya yang merupakan refleksi apresiasi
orang lain terhadap kemampuannya. Jika seorang manajer bekerja dengan koleganya
maka dia membutuhkan bantuan koleganya untuk menyelesaikan pekerjaanya, yang
artinya motivasi berprestasi individu akan terakumulasi dalam motivasi
kelompok yang mana motivasi ini akan
sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Motivasi berprestasi
merupakan kondisi kejiwaan yang
membentuk sikap perilaku, yang
mendorong atau memberi energi kepada individu bertindak mencapai suatu
target tertentu, sehingga memberikan kepuasan diri maupun kepuasan kelompok
dengan harapan akan mendapatkan penghargaan atau imbalan.
Selanjutnya Robinson
(1991:220) mengungkapkan bahwa pembentukan motivasi seseorang dapat dibangun
melalui berbagai cara. Berbagai
cara tersebut diantaranya adalah sistem penghargaan (organizational reward), performance evaluation criteria, pemberian
insentif (money insentif), dan non financial compensation..
Dalam pandangan Elliot dan
Dweck (2005) kompetensi merupakan sebuah tindakan (action) yang dapat mendorong seseorang untuk menghasilak output dan outcome dalam kehidupannya. Menurutnya pembentukan kompetensi
seseorang akan terkait dengan kondisi psikologinya. Dalam hal ini motivasi
merupakan salah satu pendorong dalam diri seseorang untuk terus meningkatkan
semangat dirinya dalam melakukan berbagai tindakan. Selanjutnya menurut Skinner
(1995) dan Elliot, dkk (2002) motivasi merupakan sebuah energization dalam proses pembentukan kompetensi.
2.2.3 Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Kompetensi Manajerial
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman
mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah dan
sebagainya. Individu yang tidak mempunyai pengalaman dalam organisasi yang
besar dan kompleks tidak mungkin bisa mengembangkan kecerdasan organisaional
untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan tersebut.
Pengalaman merupakan elemen kompetensi yang perlu tetapi untuk menjadi ahli
tidak cukup dengan pengalaman. Namun pengalaman merupakan aspek lain kompetensi
yang dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu dan lingkungan.
Studi dari Bonner dalam Libby
dan Luft (1990) mengungkapkan model yang berpengaruh terhadap Pengetahuan (Knowledge) adalah Kemampuan (Ability) dan Pengalaman (experience). Penilaian seorang auditor
akan sangat tergantung pengetahuan (knowledge)
mereka, karena informasi yang diperlukan untuk menjalankan tugas tugas (performance) berasal dari dalam memori
. Oleh karena itu kesesuaian antara informasi dalam ingatan dengan kebutuhan
tugas mempengaruhi hasil hasil penilaian. Auditor junior yang belum
berpengalaman belum mempunyai struktur memori yang relevan untuk dapat
memeriksa dan memilah-milah informasi
yang dibutuhkan dalam mengerjakan tugasnya dan belum dapat menganalisa
dan menintegrasikan informasi pada suatu tingkatan yang tidak lebih dari
sekedar fitur fitur permukaan tugasnya saja.
Pengalaman juga menghasilkan
struktur dalam proses penilaian auditor. Struktur struktur ini adalah dasar
dari pengambilan keputusan dengan mengintepretasikan arti dan implikasi
informasi informasi spesifik (Gibbins, 1984). Hal ini juga didukung oleh
model Decision Process Simon dalam Mohammad Abdolmohammadi & Arnold
Wright yang membuktikan bahwa pengalaman berpengaruh secara signifikan ketika
seorang auditor harus membuat pertimbangan dan kontrol terhadap kompleksitas
tugas.
Menurut Paloniemi (2006)
terdapat beberapa hal penting guna mengukur pengalaman kerja seseorang, seperti
masa kerja jabatan yang pernah dijabat, jenis-jenis pekerjaan yang pernah
dijabat, dan relevansi pekerjaan dengan latar belakang pendidikannya. Ketiga hal tersebut dapat membangun sebuah kompetensi
manajerial yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sebagaimana diketahui pengalaman
kerja merepresentasikan seberapa luas dan mendalam pemahaman sesorang akan
bidang tugasnya. Hal tersebut dapat dibangun manakala ada sebuah proses
pereduksian pengalaman masa lalu terkait dengan bidang kerjanya.
2.2.4 Pengaruh
Pendidikan Profesi Dan Pelatihan Terhadap
Kompetensi Manajerial
Pendidikan profesi dan
pelatihan merupakan suatu Pengetahuan dan Ketrampilan tambahan yang akan
memperkuat profesionalisme seseorang menjadi Akuntan setelah mereka lulus dari
pendidikan S1 Akuntansi. Secara teoritik Nadler
(1990: 1.20-1.22) mengatakan
bahwa pendidikan adalah belajar mempersiapkan invidu untuk pekerjaan yang berbeda
pada masa yang akan datang. Pendendidikan didesain untuk memungkinkan pekerja
belajar tentang perbedaan pekerjaan dalam organisasi yang sama. Sedangkan
latihan dikaitkan dengan pekerjaan sekarang. Diharapkan suatu organisasi
menyelenggarakan belajar yang berkaitan dengan pekerjaan sekarang dan untuk beberapa
orang yang sudah bekerja dalam suatu
pekerjaan.
Hal ini diperkuat Thomas
(1997), Simamora (1998), Cheng dan Ho (2001) bahwa pelatihan merupakan
ketrampilan yang sangat penting bagi manajer dalam organisasi. Sedangkan
untuk profesi Akuntan Indonesia sudah ditentukan dalam
rangka peningkatan dan standar kemampuan
lulusan sarjana Akuntansi (S1) maka seorang individu harus menempuh pendidikan
profesi Akuntansi (KEPMENDIKNAS 179/U/2001).
loading...
0 Response to "KUMPULAN JURNAL LENGKAP AKUNTANSI TERBARU 2014 "
Post a Comment