PENGARUH KEBUGARAN JASMANI
TERHADAP PRESTASI
BELAJAR IPS DAN MIPA SISWA
SEKOLAH DASAR NEGERI 3, 4 DAN 7 BANJAR JAWA SINGARAJA
ABSTRAK
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebugaran jasmani terhadap
prestasi belajar IPS dan MIPA pada siswa kelas V SDN 3,4, dan 7 Banjar Jawa
Singaraja. Populasi terdiri dari siswa
kelas V SDN 3,4, dan 7 Banjar Jawa Singaraja tahun ajaran 1999/2000. Sampel adalah prestasi belajar IPS dan MIPA
siswa yang berada antara 25 % kelompok atas dan 25% kelompok bawah. Teknik
Sampling dengan teknik purposive sampling dan penempatan anggota sampel
dilakuan dengan cara penjodohan. Metode
penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan “control group pre test post test
design”. Pengumpulan data dilakukan
dengan tes dan dokumenter. Analisis data
menggunakan uji Willcoxon dengan taraf signifikansi untuk tes dua sisi sebesar
0,01. Hasil penelitian menunjukan bahwa
: (1) Prestasi belajar IPS dan MIPA pada siswa kelompok kontrol yang tingkat
kebugaran jasmani berada pada kategori kurang tidak menunjukkan peningkatan
prestasi belajar. (2) Prestasi belajar
IPS dan MIPA pada siswa kelompok perlakuan yang tingkat kebugaran jasmani
mengalami peningkatan dan berada pada kategori sedang menunjukkan peningkatan prestasi belajar
secara signifikan. Para kepala sekolah disarankan mengeluarkan kebijakan
tentang pentingnya pembinaan kebugaran jasmani bagi siswanya, karena kebugaran
jasmani merupakan pra-kondisi untuk kesiapan belajar. Para guru pendidikan
jasmani hendaknya selalu memperhatikan jenis dan macam latihan fisik yang dapat
meningkatkan kebugaran jasmani dan mampu merangsang meningkatkan prestasi
belajar kognitif.
Kata-kata
kunci: Kebugaran jasmani, prestasi belajar.
ABSTRACT
This study
aims at finding out the influence of physical fitness towards the learning
achievement of social study, mathematics and science to the fith class of
elementary schools students no. 3,4 and 7 Banjar Jawa Singaraja. The population of the study is the fifth
class of the elementary school students no. 3, 4 and 7 Banjar Jawa Singaraja in
the school years of 1999/2000. The
samples are the learning achievement of social study, mathematics and science,
namely, 25% high group and 25% lower group.
Purporsive sampling technique was used in this study. Research methodology is quasi exsperiment
with control group pretest postest design.
Data were collected by the use of test and document. They are, then, analyzed by using Willcoxon
test with significant level 0.01. The
results of the study showed that (1) the students who have poor physical
fitness do not improve their achievement in social study, math, and science,
and (2) the students whose physical fitness are good, they have improved their
achievement. It is suggeeted that the headmasters give some information about the
importance of having physical fitness for the students. The sport teachers must also give attention
to the types of physic training given to the students so that it can improve
the learning achievement.
Key words: physical fitness,
achievement of learning.
1.
Pendahuluan
Pada
dasarnya pendidikan jasmani menurut Djamil (1995:1) ialah suatu bagian dari
pendidikan secara keseluruhan yang mengutamakan aktivitas jasmani dan pembinaan
hidup sehat untuk pertumbuhan dan pengembangan jasmani, mental, sosial, serta
emosional yang serasi, selaras dan seimbang.
Hasil yang diharapkan dari pendidikan jasmani adalah selain penguasaan
berbagai keterampilan gerak dasar juga kondisi fisik atau derajat sehat yang
baik, sehingga dihasilkan tingkat kebugaran jasmani yang prima.
Fungsi
pendidikan jasmani menurut Purnomo (Buletin Kesjas Edisi 2/th II/1995:8), yaitu
: (1) meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang meliputi kebugaran
jasmani dan kesehatan, (2) meningkatkan ketangkasan dan keterampilan, (3)
meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan, (4) menambah kehidupan sosial yang
kreatif dan rekreatif. Tingkat kebugaran
jasmani yang prima ini akan membantu memudahkan bagi siswa dalam mempelajari
semua mata pelajaran yang ada di bangku sekolah.
Hasil
penelitian yang disajikan pada Lokakarya Institut Nasional dari Kesehatan
Mental Amerika Serikat tahun 1984 di antaranya, bahwa kebugaran jasmani secara
positif berhubungan dengan kesehatan mental dan kesehatan keseluruhan dari
seseorang (Kathleen 1992:143). Penelitian yang dipimpin oleh Bowers dari
Universitas Bowling Green, menunjukkan setelah 10 minggu berjalan atau jogging,
mereka yang berusia lanjut ternyata mempunyai daya ingat yang lebih baik serta
daya pikir yang lebih tajam. Penelitian
ini menunjukkan bahwa segera setelah berolahraga, kesadaran mentalnya dan
kemampuan berpikirnya dapat diperbaiki (Kathleen, 1992:142).
Purnomo
(Buletin Kesjas Edisi 2/Th.II/1995;13)
dalam penelitian dari 20 SMP di 4 Propinsi ( Jatim, Bali, D.I.Y, dan
Sulsel) diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kebugaran jasmani yang baik,
berpengaruh positif terhadap prestasi belajar. Hal ini terbukti dari hasil tes
kebugaran jasmani dan nilai hasil belajar yang diambil dari 10 mata pelajaran.
Setelah diklasifikasikan hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara siswa yang mempunyai prestasi belajar baik dengan tingkat
kebugaran jasmani baik.
Wiranto
(1997;4), menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat dikembangkan melalui
pendidikan jasmani dan olahraga. Inti sari pengertian kecerdasan emosional
menurut Rusli (1997), mencakup empat aspek yaitu pengendalian diri, kerajinan,
keuletan dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kesimpulannya bahwa
kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor internal dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa.
Dukungan
kebugaran jasmani sangat diperlukan oleh para siswa sekolah untuk dapat mengikuti proses pembelajaran setiap hari
yang rata-rata membutuhkan waktu lima jam. Dengan demikian tidak diragukan lagi
bahwa pendidikan jasmani memang sangat dibutuhkan oleh para siswa sekolah untuk
meningkatkan dan menjaga kebugaran jasmani. Menurut Wiranto (1997:3),
kecerdasan dan kreatifitas yang diperoleh melalui olahraga hendaknya melekat
pada kepribadian dan kemampuan seseorang.
Peningkatan
kebugaran jasmani diharapkan dapat ditransfer secara positif ke dalam kemampuan
belajar kognitif. Hal ini diharapkan tercermin dari meningkatnya hasil prestasi
belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam (MIPA) dan ilmu
pengetahuan sosial (IPS), yang perlu dibuktikan dalam penelitian ini.
Melalui Pendidikan Jasmani
dan olahraga, diharapkan para siswa dapat lebih mudah menguasai konsep-konsep
dan keterampilan yang lainnya, sehingga terjadi transfer hasil belajar
pendidikan jasmani yang positif terhadap penguasaan konsep-konsep dan
keterampilan bidang studi lainnya. Pendidikan jasmani dengan pengayaan program
kurikuler diharapkan akan sangat bermakna dalam peningkatan kebugaran jasmani
guna mendukung pencapaian prestasi belajar pada umumnya.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang : apakah ada
pengaruh kebugaran jasmani dengan peningkatan prestasi belajar MIPA dan IPS pada siswa SD “. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebugaran jasmani terhadap
peningkatan prestasi belajar MIPA dan IPS pada siswa SD. Manfaat penelitian adalah (1) untuk
mengembangkan proses pembelajaran pendidikan jasmani secara optimal guna
menghasilkan tingkat kebugaran jasmani yang prima guna mendukung prestasi
belajar kognitif. (2) membantu
pengembangan kondisi fisik dan hasil prestasi belajar kognitif.
Ada
beberapa teori yang layak diadopsi di antaranya adalah teori fisiologis, teori
motorik, transfer belajar dan kontribusi pendidikan jasmani terhadap
perkembangan kognitif. Teori fisiologis
meliputi berikut ini. (a) Sistem endogenous
opioids yaitu sistem hormon yang berfungsi sebagai morpin, yakni reseptor
dari sistem ini terdapat di dalam hypothalamus dan sistem limbik otak, yang
daerah tersebut berhubungan dengan emosi dan tingkah laku manusia. Sistem
hormon endogenous opioids, salah satunya ialah beta-endorpin yang
berfungsi mengurangi rasa nyeri, memberikan kekuatan menghadapi kanker dan juga
menambah daya ingat. Saat berolahraga
kelenjar pituari menambah produksi beta-endorpin dan hasilnya kosentrasi
beta-endorpin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri, cemas, depresi dan keletihan, (b). Gelombang otak
alpha, yaitu selama berolahraga ada penambahan gelombang alpha di otak. Bertambahnya kekuatan gelombang alpha di otak
memberikan kontribusi terhadap berkurangnya kecemasan dan depresi. (c) Sistem
saraf otak, penyalur saraf otak (neurotransmitter) seperti norepinephrine
(NE) dan serotine (5-HT) terlibat dalam depresi dan schizophrenia. Depresi berhubungan dengan berkurangnya NE di
dalam otak, atau terganggunya NE atau 5-HT pada saat seseorang mengalami depresi.
Olahraga dapat menambah NE dan 5-HT dalam otak, sehingga dapat mengatasi
depresi (Kathleen, 1992: 144-145). (d) Sinapsis adalah persambungan antara dua
neuron yakni akson membuat kontak dengan dendrite atau badan sel dari neuron
lainnya. Pembesaran serat akson pada
titik kontak dikenal sebagai sinaptik knop, yaitu suatu basis yang memungkinkan
peningkatan transmisi pada sinapsis yang melibatkan belajar terjadi karena
pembesaran sinaptik knop tersebut (Donald, dalam Andi, 1968:124).
Sinapsis
merupakan perangkat untuk meneruskan impuls dari satu sel ke sel lain yang dapat ditemui pada hubungan antara sel saraf
dan sel saraf atau sel saraf dengan sel otot.
Hubungan antara sel saraf dengan
sel otot kerangka dinamakan neuromuscular junction. Jin Jichun, (2000) mengatakan bahwa bahan
dasar kecerdasan adalah sistem saraf dalam bentuk yang paling sempurna adalah
otak, berhubungan erat dengan pergerakan otot, otot halus dan otot jantung.
Olahraga tidak hanya membentuk lengan, tungkai dan menguatkan organ-organ tubuh
bagian dalam, tetapi juga memperkokoh pondasi bagi kecerdasan.
Berdasarkan
teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendidikan
jasmani/olahraga berdasarkan sistem endogenous
opioids, gelombang otak alpha, sistem saraf otak dan sinapsis dapat
menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, depresi memperbaiki daya ingat, dan memperkokoh
pondasi bagi kecerdasan.
Teori
motorik Kephart (Nurhasan 1998: 35-36) mengatakan bahwa setiap kalimat atau
gerakan tangan menghasilkan stimulasi arus balik yang menciptakan aksi
berikutnya, dalam satu seri reaksi, sehingga sebagai pengganti ideasi (proses
pembentukan ide) apa yang dimiliki adalah suatu seri reaksi-reaksi stimulus
respon. Konsepsi yang dikembangkan sekitar arus balik sensori tetap valid dan
penting untuk memahami tingkah laku yang berseri.
Kontribusi
aktivitas fisik terhadap perkembangan kognitif anak merupakan rangsangan untuk
meningkatkan kemampuan berfikir dan dapat menjadikan faktor penguatan kemampuan
akademis anak, karena pada dasarnya ketiga ranah (kognitif, psikomotor dan
afektif saling terkait satu sama lainnya (Gabbard, dkk dalam Furqon, 1997:7).
Transfer
belajar adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu
terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian. Hakikat teori
transfer belajar adalah merupakan peristiwa yang mencerminkan fungsi manusia
sebagai suatu keseluruhan. Tujuan
transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari itu dibuat umum
sifatnya (Slameto, 1988:120; Ratna, 1988:176).
2. Metode Penelitian
Jenis
penelitian tergolong kuasi eksperimen dengan memberikan perlakuan pelatihan
senam erobik untuk meningkatkan kebugaran jasmani siswa sebanyak 2 kali
perminggu selama satu catur wulan pada kelompok perlakuan. Rancangan penelitian
menggunakan “Control group pre test –
post test design”
Populasi
penelitian adalah seluruh siswa kelas V SDN 3,4 dan 7 Banjar Jawa Singaraja
berjumlah 115 siswa yang terdiri dari 65 siswa putra dan 50 siswa putri.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, sedangkan
penempatan sampel dengan cara penjodohan.
Sampel 60 orang terdiri dari 30 orang putra dan 30 orang putri kelas V
SDN 3, 4 dan 7 Banjar Jawa Singaraja yang berada di kelompok tengah. Pemilihan
sampel khusus-nya kelas V SD (usia 10-11 tahun) menurut Watson (1992) walaupun
perbedaan individu itu muncul pada pertumbuhan dan kematangan, pada dasarnya
sedikit alasan yang memaksakan pemisahan jenis kelamin untuk aktivitas olahraga
sampai kira-kira usia 14 tahun. Rusli (1993:45) menyatakan bahwa setelah masa
puber terjadi perbedaan kapasitas daya tahan anak laki-laki dan anak
perempuan. Kesimpulannya tidak ada
pemisahan aktivitas olahraga apalagi yang sasarannya adalah kemampuan daya
tahan umum pada siswa sekolah dasar.
Ketentuan
kelompok tengah adalah mereka yang berada di antara 25 % kelompok teratas dan
25 % kelompok terbawah, yang persentase tersebut ditentukan setelah melalui
penyusunan urutan nilai mata pelajaran IPS dan MIPA pada catur wulan I. Dipilihnya kelompok tengah karena kelompok
ini masih terbuka peluang menurun atau meningkat prestasi belajarnya.
Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan tes dan pengukuran. Untuk mengukur kebugaran jasmani digunakan
tes kebugaran jasmani Indonesia untuk sekolah dasar dari pusat kebugaran
jasmani dan rekreasi dengan tingkat reliabilitas 0,89 dan validitas 0,92 (
Depdikbud, 1986). Pengukuran prestasi
belajar pada mata pelajaran IPS dan MIPA diambil dari daftar nilai catur wulan
I dan II. Komponen penilaian meliputi:
penilaian hasil pengamatan (a), penilaian hasil pekerjaan rumah (b) kemudian
dirata-rata ( X ), penilaian hasil ulangan harian (Y) diberi bobot 1 dan hasil
penilaian tes sumatif (P) diberi bobot 2. Komponen penilaian tersebut
diformulasikan untuk menghasilkan nilai akhir (N). N = ( X + Y + 2P) : 4, yakni
4 adalah jumlah bobot (Depdikbud. 1999).
Metode
pengolahan data menggunakan uji statistik nonparametrik dengan tes Ranking
bertanda Wilcoxon ( Sidney Siegal,
1997:93) dengan a
= 0,01.
3. Hasil
dan Pembahasan.
3.1 Hasil Penelitian.
3.1.1 Hasil Analisis Pengaruh
Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar
IPS pada Siswa Kelompok Kontrol.
Analisis
pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar IPS pada siswa kelompok kontrol akan menguji
hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani
berkategori kurang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi
belajar IPS pada siswa kelompok kontrol. Pengujian Ho menggunakan
uji statistik nonparametrik dengan tes Ranking bertanda Wilcoxon, yang kriteria
penolakan Ho adalah jika
harga t observasi <
harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil
penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 90, dengan a =
0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t observasi > harga kritis t, maka Ho
diterima. Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran jasmani berkategori
kurang tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi
belajar IPS pada siswa kelompok kontrol. Siswa yang kebugaran jasmani
berkategori kurang skor rerata prestasi belajar IPS pada cawu I = 53 tidak
berbeda secara signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS cawu II =
50,27. Hal ini menunjukkan penurunan prestasi belajar.
3.1.2 Hasil
Analisis Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar IPS pada Siswa
Kelompok Perlakuan.
Analisis
pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar IPS pada siswa kelompok perlakuan ini akan
menguji Ho yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori
sedang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar IPS
pada siswa kelompok perlakuan. Pengujian Ho menggunakan uji
statistik nonparametrik dengan uji Wilcoxon, yang kriteria penolakan Ho adalah jika harga t observasi <
harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil
penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 0, dengan a =
0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t observasi < harga kritis t, maka Ho ditolak. Simpulan yang diperoleh adalah
kebugaran jasmani berkategori sedang
berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi
belajar IPS pada siswa kelompok perlakuan.
Siswa yang kebugaran jasmani berkategori sedang skor rerata prestasi
belajar IPS pada cawu I = 52,93 berbeda secara signifikan dengan skor rerata
prestasi belajar IPS cawu II = 59,93. Hal ini menunjukkan ada peningkatan
prestasi belajar secara signifikan.
3.1.3
Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani
terhadap Prestasi Belajar IPS.
Tabel 01.
Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar
IPS.
Kelompok
|
Kelompok Kontrol
(Kategori kebugaran jasmani kurang)
|
Kelompok Perlakuan
(Kategori kebugaran jasmani sedang)
|
||||
Cawu
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Rerata
|
53
|
50,27
|
-2,73
|
52,93
|
59,93
|
6,99
|
Signifikansi
|
Tidak Signifikansi
|
Signifikansi
|
3.1.4
Hasil Analisis Pengaruh Kebugaran Jasmani
terhadap Prestasi Belajar MIPA pada
Siswa Kelompok Kontrol.
Analisis
pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol menguji Ho yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani
berkategori kurang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi
belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol.
Pengujian Ho tersebut
menggunakan uji statistik nonparametrik dengan uji Wilcoxon, yang kriteria
penolakan Ho adalah jika
harga t observasi <
harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil
penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 55, dengan a =
0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t observasi > harga kritis t, maka Ho diterima. Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran
jasmani berkategori kurang tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol. Siswa yang
kebugaran jasmani berkategori kurang skor rerata prestasi belajar MIPA pada
cawu I = 50,80 tidak berbeda signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS
cawu II = 50,55. Hal ini menunjukkan ada penurunan prestasi belajar.
3.1.5 Hasil
Analisis Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar MIPA pada Siswa Kelompok Perlakuan.
Analisis
pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok perlakuan menguji Ho
yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori sedang tidak berpengaruh
terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok
perlakuan. Pengujian Ho menggunakan uji statistik nonparametrik dengan
uji Wilcoxon, yang kriteria penolakan Ho
adalah jika harga t observasi < harga kritis t pada
taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil
penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 0, dengan a =
0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t observasi < harga kritis t, maka Ho ditolak. Simpulan yang diperoleh adalah
kebugaran jasmani berkategori sedang
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar
MIPA pada siswa kelompok perlakuan.
Siswa yang kebugaran jasmani berkategori sedang skor rerata prestasi
belajar MIPA pada cawu I = 50,70 berbeda signifikan dengan skor rerata prestasi
belajar IPS cawu II = 55,75. Hal ini menunjukkan ada peningkatan prestasi
belajar secara signifikan.
3.1.6
Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar MIPA
Tabel 02.
Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar
MIPA.
Kelompok
|
Kelompok Kontrol
(Kategori kebugaran jasmani kurang)
|
Kelompok Perlakuan
(Kategori kebugaran jasmani sedang)
|
||||
Cawu
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Rerata
|
50,80
|
50,55
|
-0,25
|
50,75
|
55,75
|
5,01
|
Signifikansi
|
Tidak Signifikansi
|
Signifikansi
|
3.2
Pembahasan Hasil Penelitian.
Berdasarkan
hasil penelitian ini, ternyata ada pengaruh yang signifikan dari meningkatnya
kategori kebugaran jasmani siswa terhadap meningkatnya prestasi belajar
IPS/MIPA pada siswa kelompok perlakuan.
Hubungan ini disebabkan oleh kebugaran jasmani merupakan pra-kondisi
siswa untuk menghadapai kesiapan belajar. Peningkatan kebugaran jasmani secara
langsung berpengaruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan
prestasi belajar. Faktor ini menurut beberapa ahli psikologi pendidikan (Roestiyah, 1982; Usman dan Juhaya, 1993;
Ngalim, 1998; dan Abin, 1998) antara lain, disebabkan oleh: faktor siswa
beserta karakteristiknya, baik bersifat fisiologis (kondisi fisik dan panca
indra) maupun psikologis (minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi dan
kemampuan kognitif).
Simpulan
yang diperoleh yakni kondisi fisik yaitu kebugaran jasmani merupakan salah satu
faktor penyebab meningkatkannya konsentrasi dan daya tahan belajar, sehingga
membawa dampak terhadap meningkatnya aspek-aspek kondisi psikologis. Meningkatnya kedua faktor tersebut merupakan
penyebab terjadinya peningkatan prestasi belajar IPS dan MIPA.
Berdasarkan
teori fisiologis yang meliputi berikut ini. (a) Sistem endogenous opioids, yakni
saat berolahraga kelenjar pituari
menambah produksi beta-endorpin dan hasilnya kosentrasi beta-endorpin naik di
dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri,
cemas, depresi dan keletihan. (b) Gelombang otak alpha, yaitu selama
berolahraga ada penambahan gelombang alpha di otak. Bertambahnya kekuatan gelombang alpha di otak
memberikan kontribusi terhadap berkurangnya kecemasan dan depresi. (c) Sistem
saraf otak, yakni depresi dan schizophrenia berhubungan dengan
berkurangnya norepinephrine (NE) di dalam otak, atau terganggunya NE
atau serotine (5-HT) pada saat seseorang mengalami depresi dan schizophrenia.
Olahraga dapat menambah NE dan 5-HT dalam otak, sehingga dapat mengatasi
depresi dan schizophrenia (Kathleen, 1992: 144-145). (d) Sinapsis adalah
persambungan antara dua neuron yakni akson membuat kontak dengan dendrite atau
badan sel dari neuron lainnya.
Pembesaran serat akson pada titik kontak dikenal sebagai sinaptik knop,
yaitu suatu basis yang memungkinkan peningkatan transmisi pada sinapsis yang
melibatkan belajar terjadi karena pembesaran sinaptik knop tersebut (Donald,
dalam Andi, 1968:124). Bahkan Jin Jichun
(2000) mengatakan bahwa bahan dasar dari kecerdasan adalah sistem saraf dalam
bentuk yang paling sempurna adalah otak, berhubungan erat dengan pergerakan
otot, otot halus dan otot jantung. Olahraga tidak hanya membentuk lengan,
tungkai dan menguatkan organ-organ tubuh bagian dalam, tetapi juga memperkokoh
pondasi bagi kecerdasan.
Dari teori
fisiologis tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendidikan
jasmani/olahraga berdasarkan sistem endogenous
opioids, gelombang otak alpha, sistem saraf otak dan sinapsis dapat
menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, depresi memperbaiki daya ingat, dan memperkokoh
pondasi bagi kecerdasan.
Teori
motorik Kephart (Nurhasan 1998: 35-36) mengatakan bahwa setiap kalimat atau
gerakan tangan menghasilkan stimulasi arus balik yang menciptakan aksi
berikutnya, dalam satu seri reaksi, sehingga sebagai pengganti ideasi apa yang
dimiliki adalah suatu seri reaksi-reaksi stimulus respon. Sehingga konsepsi yang dikembangkan sekitar
arus balik sensori tetap valid dan penting untuk memahami tingkah laku yang
berseri.
Kontribusi
aktivitas fisik terhadap perkembangan kognitif anak merupakan rangsangan untuk
meningkatkan kemampuan berfikir dan dapat menjadikan faktor penguatan kemampuan
akademis anak, karena pada dasarnya ketiga ranah (kognitif, psikomotor dan
afektif) saling terkait satu sama lainnya (Gabbard, dkk dalam Furqon 1997:7).
Transfer
belajar adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu
terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian. Hakikat teori transfer belajar adalah
merupakan peristiwa yang mencerminkan fungsi manusia sebagai suatu
keseluruhan. Tujuan transfer belajar
ialah menerapkan apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya, (Slameto,
1988:120; Ratna, 1988:176).
Penelitian
ini menunjukkan bahwa peningkatan kebugaran jasmani siswa secara langsung
berhubungan dengan peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebugaran
jasmani berpengaruh terhadap meningkatnya derajat sehat, daya tahan belajar, kemampuan
konsentrasi, motivasi belajar, minat belajar, kemampuan daya ingat, merespon
pelajaran, kemampuan kinerja siswa serta produktivitas siswa dalam menghadapi
tugas sehari-hari sebagai pelajar.
4. Penutup
Dari hasil penelitian dan pembahasan
dapat disimpulkan. (1) Prestasi belajar
IPS dan MIPA pada siswa kelompok kontrol yang tingkat kebugaran jasmani berada
pada kategori kurang tidak menunjukkan peningkatan prestasi belajar. (2)
Prestasi belajar IPS dan MIPA pada siswa kelompok perlakuan yang tingkat
kebugaran jasmani berada pada kategori sedang
menunjukkan peningkatan prestasi belajar secara signifikan.
Dari hasl penelitian dan pembahasan
dapat dikemukakan saran sebagai berikut.
(1) Kepala sekolah agar
mengeluarkan kebijakan tentang pentingnya pembinaan kebugaran jasmani bagi
siswanya, karena kebugaran jasmani merupakan pra-kondisi untuk kesiapan
belajar. (2) Para guru harus selalu memperhatikan latihan
fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani dan mampu merangsang
meningkatkan prestasi belajar kognitif.
DAFTAR PUSTAKA.
Abin
Syamsuddin Makmun. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Andi
Mappiare. 1968. Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.
Djamil
Ibrahim. 1995. Makalah: Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Jakarta: Balitbang Depdikbud.
Depdikbud.
1986. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia Untuk SD. Jakarta: Pusat Kesegaran
Jasmani dan Rekreasi.
Depdikbud. 1999. Buku
Induk Penilaian Hasil Belajar Siswa SDN 3, 4, dan 7 Banjar Jawa Singaraja.
Furqon.
1997. Makalah: Identifikasi dan Pengembangan Indikator Kualitas SDM
Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Pemberdayaan Pendidikan dan Olahraga Di
Lembaga Pendidikan. Bandung: IKA IKIP Bandung.
Jin
Jichun. 2000. Facing The 21ST Century And Bringing up
High-Quality Sport Talented Personel.
Beijimg: Third Asia-Pacifik Conggres of Sport and Physical Education
University Presidents.
Kathleen
Jonathan. 1992. Olahraga Sumber
Kesehatan. Bandung: Advent Indonesia.
Ngalim
Purwanto. 1998. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhasan.
1998. Thesis: Pengaruh Senam Kebugaran Jasmani terhadap Kapasitas erobik dan
Prestasi BelajarKognitif Pada Siswa SD.
Bandung: PPS IKIP Bandung.
Purnomo
Ananto. 1995. Buletin Kesegaran Jasmani Edisi 2/tahun II: Pengaruh Kesegaran
Jasmani Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP. Jakarta: Pusat Kesegaran
Jasmani dan Rekreasi Depdikbud.
Ratna
Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta:Erlangga.
Roestiyah.
1982. Masalah Ilmu Keguruan.
Jakarta: IKIP Jakarta.
Rusli
Lutan. 1993. Laporan Penelitian: Pengembangan Model Pentahapan Tugas Gerak
Olahraga Untuk Jenjang Pendidikan Dasar.
Bandung: FPOK IKIP Bandung.
Sidney
Siegal. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
PT Gramedia.
Slameto.
1988. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Bina
Aksara.
Usman
Effendi dan Juhaya S. Praja. 1993. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.
Watson. 1992. Science and Medicine in Sport.
Australia: Published with support of the Australian Sports Commission.
Wiranto
Arismunandar. 1997. Makalah: Masa Depan Penjas dan Olahraga Di Indonesia.
Bandung: IKA IKIP Bandung.
loading...
0 Response to "CONTOH MAKALAH OLAHRAGA PENGARUH KEBUGARAN JASMANI TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS DAN MIPA"
Post a Comment